Nanti, Kalau Saya...

"Nanti kalau saya sudah kaya, saya akan bangun panti asuhan dan rumah singgah di sini biar anak yatim dan anak jalanan punya rumah, enggak kumuh begitu."

"Nanti kalau saya sudah jadi profesor, bakal saya buat sistem pendidikan yang bagus. Enggak kayak sekarang, serba ribet."
"Nanti kalau saya sudah jadi dokter hebat akan saya adakan operasi katarak gratis, sunat gratis, dan pemeriksaan gratis. Jangan sampai ada yang meninggal karena tak punya biaya lagi."
* * *
Nah, pernah enggak YOTers dengar ungkapan berikut? Atau justru YOTers sendiri yang mengikrarkannya entah berupa gumaman dalam hati atau dalam hentakkan nada yang berapi - api?
Kalau dipandang mata, deret kata yang terukir di atas memang menakjubkan. Cita - cita baik nan tulus bisa kita rasakan dalam perkataan "Nanti, kalau saya...."
Namun, sadarkah YOTers bahwa perkataan indah itu sesungguhnya membingungkan. Menggantung bak memberi tali pada kawan yang jatuh ke sumur, namun tak kunjung kau ulurkan. Pernyataan seperti itu jelas terdengar manis di telinga, namun belum sama di rasa. Karena rasa ini baru bisa merasakannya bila kejadian, perkataan, peristiwa itu benar - benar nyata. Benar kan?
Seperti halnya ketika seseorang meneleponmu, berkata bahwa kau menang lotre. Lantas sedetik pertama pasti kau merasakan dua rasa. Bahagia yang membuncah juga rasa tak percaya yang bergumul. Namun, bagaimana bila lotre itu tak segera dicairkan? Apa kau tidak bosan menunggu? Bisa - bisa kita tak percaya lagi dengan si penelepon, meskipun dia punya nama baik dan menunjukkan bukti - bukti.
Seperti itu pula niat baik kita. Bila tak disegerakan lama - lama akan simpang siur dan entah lenyap kemana. Makanya, meskipun sedikit, mencicil kebaikan jauh lebih baik daripada menunggu nanti.
Dengan mencicil, kita bisa mengetahui tingkat kemampuan kita. Kita bisa tahu sudah sejauh mana bantuan dan kebaikan yang bisa kita berikan dan sebesar apa kekurangan yang harus kita perbaiki. Bila kita hanya menunggu nanti, kita merasa tahap itu masih panjang, tujuan kita masih jauh, kemudian bersantai - santai. Lalu apa? Kita sendiri bisa jadi lupa atas apa yang kita katakan dan janjikan.
Berbeda bila kita terus mencicil kebaikan itu setiap waktu, kita akan selalu ingat target kita. Selain itu kita akan selalu bersemangat dan punya pemacu untuk berkembang.
Misalnya, kita ingin menjadikan pendidikan lebih baik. Mulailah dengan mengajar adik - adik kurang mampu secara sukarela. Pelajaran apapun yang kamu bisa. Tidak hanya pelajaran sekolah, namun nilai - nilai hidup yang kita yakini benar juga harus diajarkan, seperti jujur dan berbagi. Bila kegiatan ini telah terlaksana dengan sukses dan menunjukkan hasil, kembangkanlah dengan mengajak teman ikut serta. Lalu, kembangkan lagi dengan membuka rumah baca. Kembangkan lagi dengan mengajar ke daerah saat liburan. Begitu terus sampai sadar atau tidak, suatu saat harapan kita akan tercapai. Meskipun kedengarannya tabu, tapi percayalah, keinginan yang dilakukan sedikit demi sedikit jauh lebih nyata daripada mimpi yang hanya didamba setiap waktu. Jadi, yuk, ubah kebiasaan kita berpikir, "Nanti, kalau saya...." menjadi "Aku ingin .... Akan aku mulai dari sekarang!"
Keep Learn and Share, Guys! See You On Top!

Belum ada Komentar untuk "Nanti, Kalau Saya..."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel