FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH



FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Sebagaimana layaknya suatu aktivitas yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan dan selalu bersifat dinamis, keberhasilan atau kegagalan program perencanaan pembangunan daerah selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tersebut secara khusus dapat berbeda tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang berlaku di daerah perencanaan. Substansi permasalahan yang berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya dapat menyebabkan berbedanya faktor-faktor dimaksud.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan daerah antara lain meliputi :
  1. Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri
  2. Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya
  3. Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana
  4. Koordinasi yang baik
  5. Top down dan bottom up planning
  6. Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus
  7. Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.[1]

Namun secara umum, dapat dikemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu program perencanaan pembangunan daerah dengan merujuk pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan yang antara lain meliputi :
1)     Faktor Lingkungan
Pertama adalah faktor lingkungan, baik eksternal maupun internal, yang dapat mencakup bidang sosial, budaya, dan politik. Sebagaimana telah dikemukakan, lingkungan memiliki pengaruh yang kuat terhadap berhasil-tidaknya program perencanaan pembangunan daerah.

Faktor-faktor lingkungan tersebut bisa berasal dari luar (eksternal) maupaun dari dalam (internal). Faktor eksternal biasanya datang dari wilayah tetangga, atau pengaruh global yang berkembang dalam lingkup nasional maupun internasional. Sedangkan faktor internal merupakan pengaruh yang datang dari dalam wilayah perencanaan sendiri. Unsur-unsur yang berada dalam faktor lingkungan ini dapat dibagi menurut bidang :
a.     Sosial
Hampir di setiap negara berkembang, perencanaan pembangunan daerah selalu diarahkan pada upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kondisi yang ideal, masyarakat dapat menjadi tujuan/objek dari sebuah perencanaan sekaligus juga menjadi aktor atau subjek perencanaan. Dalam konteks perencanaan sosial, Schoorl (1984) menyatakan bahwa “perencanaan sosial dapat berarti perencanaan untuk masyarakat (societal planning)”[2]. Ini berarti bahwa perencanaan sosial memiliki tujuan-tujuan sosial yang khas dalam suatu strategi pembangunan dimana masyarakat harus bisa menerimanya sebagai upaya untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan.

Kondisi sosial masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program perencanaan pembagunan daerah. Kondisi sosio-ekonomi masyarakat yang menjadi gambaran tentang kebiasaan-kebiasaan masayarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; stratifikasi sosial yang membentuk hubungan hierarkis dalam proes kemasyarakatan, tingkat pendidikan, dan fakta-fakta sosial lainnya merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah.

Proses perencanaan pembangunan daerah tidaklah mudah, dan oleh karena memerlukan keterlibatan mayarakat dalam proses pengambilan keputusannya. Partisipasi aktif tersebut secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak yang positif terhadap perencanaan pembangunan daerah. Sebaliknya, apabila partisipasi masyarakat diabaikan sedangkan mobilisasi masyarakat dikembangkan, proses pembangunan mungkin terhambat atau bahkan, mengalami kegagalan.

b.     Budaya
Masalah budaya (Culture) yang turut mewarnai kebiasaan hidup masyarakat yang dalam suatu daerah tertentu juga mempunyai andil yang cukup bear terhadap perencanaan pembangunan daerah. Bila ingin mencapai sasaran yang diharapkan, perencanaan pembangunan daerah harus mempertimbangkan faktor budaya/ culture yang berlaku di dalam masyarakat setempat.

Faktor budaya yang ada dalam kelompok masyarakat tidak dapat diabaikan dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah yang akan diimplementasikan dalam bentuk proses pelaksanaan pembangunan. Pentingnya masalah ini sudah banyak di kemukakan oleh para administrasi pembangunan, karena hal ini sangat disadari sebagai salah satu faktor yang cukup urgen untuk diperhatikan oleh para perencana pembangunan.

Dalam banyak hal, faktor budaya ini sering disatukan dengan faktor sosial, karena keterkaitan antara keduanya sangat erat dan bahkan sangat sulit untuk dipisahkan. Kehidupan sosial kemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dalam masyarakat, yan terus berkembang menjadi nilai-nilai budaya yang melekat dalam interaksi antar anggota masyarakat. Di pihak lain, nilai-nilai budaya tumbuh karena adanya kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang memiliki nilai-nilai  dan terintegrasikan dalam proses interaksi yang terjalin melalui hubungan sosial kemasyarakatan. Interaksi antar masyarakat yang dinamis dan terus berkembang tidak hanya dalam lingkungan internal tetapi juga dengan lingkungan eksternal diluar, telah mendorong masyarakat mengalami perubahan yang oleh para ahli disebut sebagai proses pembangunan. Karena itulah, proses pembangunan tidak dapat di lepaskan dari pengaruh sosial budaya yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat.

Pandangan tentang perlunya perhatian terhadap unsur budaya dalam proses pembangunan ditegaskan oleh Bintoro[3] dengan pendapatnya yang mengemukakan tentang pentingnya memperhatikan masalah sosial budaya dalam proses pembangunan, yakni “…proses pembangunan yang sebenarnya, haruslah merupakan perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju sediri (self sustaining process) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang di konsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka, pembangunan tergantung dari suatu inner will, proses emansipasi diri. Dan bahwa partisipasi kreatif dalam proses pembangunan menjadi mungkin karena proses pendewasaan.”

Nilai tambah (value added) yang dapat diperoleh perencana pembangunan apabila memperhatikan masalah sosial budaya antara lain dapat mengetahui beberapa hal yang dalam konteks administarsi pembangunan dikemukakan oleh Bintoro[4] sebagi berikut: Pertama, hambatan-hambatan cultural apakah yang sesuai dengan basis kultural tertentu sesuatu masyarakat yang merupakan hambatan bagi suatu proses pembangunan atau pembaharuan; Kedua, motivasi apakah yang diperlukan untuk pembaharuan atau pembangunan yang perlu perhatian; Ketiga, bagaimana sikap-sikap golongan dalam masyarakat terhadap usaha pembaharuan; Keempat, berbagai masalah sosial budaya yang menonjol dan memerlukan perhatian administrasi pembangunan.

c.      Ekonomi
Faktor ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan masalah pembangunan disamping faktor-faktor lainnya. Para ahli studi pembangunan bahkan meyakini pentingnya faktor ini dalam proses pembangunan sebagai faktor yang mempuinyai determinan tinggi. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan  yang banyak terjadi di negara-negara berkembang, dimana pada umumnya mereka memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Keadaan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan dibidang lainnya, sehingga lebih mengejar pertumbuhan ekonomi sebagi indikator keberhasilan pembangunan. Stabilitas ekonomi menjadi target utama yan harus di wujudkan melalui proses pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang dinamis, proses pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan dari adanya stabilitas di bidang lainnya. 

Dalam hubungan tersebut, Bintoro[5] mengemukakan, “gejolak-gejolak ekonomis yang besar (atau juga gejolak-gejolak politik, dll) paling sedikit kurang memungkinkan suatu perencanaaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan ynag baik.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya pembangunan akan dapat berjalan dengan baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, bahkan juga pada saat evaluasinya bila ditunjang oleh kondisi ekonomi yang stabil dengan tanpa mengabaikan stabilitas bidang lain. Ini berarti menunjukkan bahwa keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya sangat erat dan mungkin tidak dapat dipisahkan dalam kerangka proses pembangunan. Namun begitu para ahli studi pembangunan tampaknya masih menganggap bahwa faktor ekonomilah yang paling dominana pengaruhnya.

Pandangan lain yang menggambarkan bahwa pembangunan lebih mengarah pada upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat memang banyak disampaikan oleh para ahli studi pembangunan atau administrasi pembangunan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan para ahli studi pembangunan tersebut memiliki dasar keahlian yang ekonomi, sehingga tidak berlebihan jika Ginandjar Kartasasmita[6] menyatakan bahwa “dengan tidak mengabaikan sumbangan disiplin ilmu sosial lain terhadap studi pembangunan, kajian bidang ekonomi memberikan dampak yang paling besar terhadap konsep-konsep pembangunan.”

Pertumbuhaan ekonomi sebagai bagian dari proses pembangunan atau modernisasi[7] juga terkadang disejajarkan dengan pembangunan atau modernisasi itu sendiri. Dalam teori pertumbuhan ekonomi yang dipelopori oleh Adam Smith (1776) dinyatakan bahwa “proses pertumbuhan diawali perekonomian mampu melakukan pembagian kerja (division of labor). Division of labor akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Dengan meluasnya pasar, akan terbuka inovasi-inovasi baru yang pada gilirannya akan mendorong perluasan pembagian kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi .[8]

Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi memiliki dampak yang sangat besar terhadap proses pembangunan, yang dalam hal ini juga sangat berdampak terhadap proses-proses awal pembangunan, yakni perencanaan pembangunan.

d.     Politik
Faktor politik merupakan faktor lain yang dipandang dapat mempengaruhi jalannya proses pembangunan. Keterkaitan tersebut oleh para ahli politik dan pembangunan terutama dapat dilihat dari adanya idiologi yang dianut oleh suatu negara. Idiologi sebagi falsafah negara dipandang sebagai unsur yang memberikan pengaruh kuat terhadap pola, sistem dan kultur yang diterapkan dalan rangka pelaksanaan pembangunan suatu negara.

Hubungan antara politik dan pembangunan dikemukakan oleh Bintoro[9], walaupun secara spesifik ia mengaitkannya dengan administrasi pembangunan. Adapun hubungan-hubungan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal seperti:
1.         Aspek politik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi pembangunan adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik kemasyarakatan dari suatu negara tertentu. Hal ini juga berhubungan dengan interdependensi antara sistem politik yang dianut dengan administrasi pembangunan.
2.         Komitmen dari elit kekuasaan/ elit pemerintahan terhadap proses pembangunan dan kesediaannya menerima pendekatan yang sunggguh-sungguh terhadap usaha yang saling terkait antara berbagai segi kehidupan masyarakat.
3.         Masalah yang berhubungan dengan kestabilan politik.
4.         Perkembangan bidang politik kearah pemberian iklim politik yang lebih menunjuang usaha pembangunan.
5.         Hubungan antara proses politik dan proses administrasi serta kaum politik dengan birokrasi.
6.        Aspek hubungan politik luar negeri atau bahkan perkembangan politik di luar negeri yang sering kali merupakan aspek politik yang penting pengaruhnya terhadap administarsi pembangunan.

e.      Administrasi
Mekipun merupakan aspek yang berbeda dengan aspek politik, aspek administrasi oleh para ahli cenderung tidak dipisahkan dari aspek politik. Dalam kesempatan ini yang penting dikemukakan adalah bahwa aspek tersebut juga memiliki pengaruh yang besar terhadap jalannya proses pembangunan, dan secara keseluruhan berpengaruh pula terhadap proses perencanaan.

Pendapat ini menjadi lebih tegas lagi dengan adanya pandangan yang hampir sama yang dikemukakan oleh Dwight Waldo, yang menyatakan, “… administration and policy development are interactive procces. The function of public administration is helping political authorities to make police decision assume new important” [10].

Sedangkan Siagian secara tegas mengaitkan pentingnya administrasi dalam proses pembangunan dengan ungkapannya, “… sebagian besar kegiatan pembangunan menyangkut masalah-masalah administratif, karenanya dapat dikatakan bahwa suskes tidaknya proses pembngaunan itu berlangsung sangat tergantung pada kemampuan administratifnya. Tanpa pembangunan administrasi (administrative development), administrasi pembangunan (development adminitration) akan kacau balau” .[11]

Pemikiran yang dikemukan oleh Siagian diatas didasarkan pada tujuh aspek proses pembangunan nasional yang masing-maisng aspek menjadi suatu independent phase dari proses secara keseluruhan. Ketujuh aspek tersebut meliputi:
1.     Adanya kebutuhan yang dirasakan (felt needs) untuk membangun.
2.     Keputusan-keputusan politik (political decision) sebagai landasan dari pemuasan kebutuhan yang dirasakan.
3.     Dasar hukum (legal basis) untuk tindakan-tindakan yang akan diambil
4.     Perumusan rencana pembangunan nasional (formulation of development plan).
5.     Perincian program kerja (detailed work programs).
6.     Implementasi (impelementation of activities).
7.     Penilaian hasil-hasil yang dicapai (evaluation of result obtained). [12]

2)     Faktor Sumber Daya Manusia Perencanan
Kualitas perencaaan yang baik akan lebih memungkinkan tercipta oleh SDM yang tepat dan berkualitas, sementara itu perencanaan yang baik juga lebih memungkinkan untuk dapat diimplementasikan dalam program-program pembangunan. Dengan demikian, kualitas perencanaan yang baik sangat tergantung pada kemampuan, keahlian, dan keluwesan oleh para perencananya disamping teknik  dan metode yang digunakan.

Poppe[13] menyatakan, “peranan dan fungsi yang mesti dapat dilakukan oleh seorang perencana cukup luas dan kompleks. Si perencana daerah tidak hanya melaksanakan peranan seorang perencana ahli yang terampil dari segi teknik tapi juga peranan-peranan lain, seperti: agen perubahan, pendidikan non formal, koordinator pelayanan, penggerak sumber daya, manager program, negosiator, moderator dan evaluator.

Dalam hubungannya dengan perencanaan pembangunan daerah ini, seorang perencana bertugas untuk mengatur proses perencanaan ditingkat daerah, tugas ini bersifat komprehensif atau menyeluruh, sehingga membutuhkan pengetahuan intersektoral yang luas dan kemampuan merencanakan pada tiga bidang utama perencanaan pembangunan daerah, yang menurut Poppe meliputi:
a.     Perencanaan sumber daya alam
b.     Perencanaan sumber daya ekonomi
c.      Perencanaan fisik dan infra struktur 

Disamping itu, ia juga menyatakan bahwa seorang perencana harus memiliki kualifikasi yang berorientasi managemen yang menyangkut empat tahap perencanaan yang utama, yaitu:
a.       Analisis wilayah
b.       Prospek pembangunan
c.        Perencanaan dan pembuatan program
d.       Pelaksanaan rencana
e.        Monitoring dan evaluasi
Poppe secara keseluruhan mencerminkan pemikiran yang menyeluruh (holistic thinking) dimana ia memandang seorang perencana pembangunan daerah harus mengenal wilayahnya, masalah-masalah yang ada didalamnya, kebutuhan masyarakat, memahami adanya kabijaksanaan pemerintah baik lokal maupun nasional, memadukan kepentingan lokal dan nasional, memprediksi berbagai kemungkinan secara multi dimensional (sosial, ekonomi, politik, administrasi, dan sebagainya) merumuskan rancangan program, mengimplementasikannya serta mengevaluasinya.

Adapun Riyadi[14] berpendapat enam hal pokok yang perlu dimiliki oleh seorang perencana pembangunan daerah, yaitu :
a.       Mengenal wilayah perencanaan dengan berbagai permasalahannya (know well the planning area).
b.       Memahami adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat intersektoral, heterogen, dan bervariasi.
c.        Memadukan kepentingan antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat ( interesting agregation).
d.       Merumuskan rencana aksi (action plan) dari hasil perencanannya (operational design).
e.        Melaksanakan rencana aksi tersebut (implementation).
f.         Melakukan evaluasi perencanaan (monitoring and evaluation).

Menurut Riyadi[15] bila dianalisis berdasarkan tahapan pemikiran, poin a-c merupakan tahapan pemikiran strategis (strategic thingking). Poin d-e merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut. Tahapan ini dapat dikatakan sebagai tahapan penyusunan langkah-langkah dan strategi yang akan dijadikan sebagai landasan operasional, sehingga tahapan ini disebut sebagai tahapan operational design. Selanjutnya poin e-f adalah tahapan implementasi atau pelaksanaan dari hasil-hasil perencanaan tersebut.

3)     Faktor Sistem Yang Digunakan
Yang dimaksud dengan sistem perencanaan disini adalah aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang digunakan oleh suatu daerah atau wilayah tertentu sebagai dasar atau landasan pelaksanaan perencanaan pembangunannya.

Friedman (1987)[16] mengemukakan bahwa ada berbagai jenis perencanaan pembangunan yang terbagi menurut sudut pandang yang berbeda, seperti :
a.      Berdasarkan ruang lingkup tujuan dan sasarannya, perencanaan pembangunan dapat dibagi menjadi perencanaan yang bersifat nasional, sektoral, dan spasial. Atau dapat juga bersifat agregatif atau komprehensif dan parsial.
b.      Berdasarkan jangkauan dan hierarkinya, dibagi menjadi perencanaan tingkat pusat dan daerah.
c.      Berdasarkan jangka waktu, dibagi menjadi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
d.     Berdasarkan arus informasi/proses hierarki penyusunannya, dapat dibagi menjadi perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) dan perencanan dari bawah ke atas (bottom up planning) atau kombinasi dari keduanya.
e.      Berdasarkan segi ketepatan atau keluwesan proyeksi ke depannya, perencanaan dapat bersifat indikatif atau preskriptif.
f.       Berdasarkan sistem politiknya, dapat dibagi menjadi perencanaan yang bersifat alokatif, inovatif, dan radikal (Ginanjar Kartasasmita: 1997).[17]

4)     Faktor Perkembangan Ilmu Dan Teknologi

Kita mengetahui betapa besar pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap proses pembangunan. Kita dapat mengatakan bahwa yang terjadi adalah proses saling mempengaruhi, yang akan terus berlanjut tanpa mengenal batas akhir. Ilmu pengetahuan dan teknlogi dapat mendorong, dan pembangunan yang berhasil akan mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Bintoro[18] mengatakan, “ilmu dan teknologi dapat merupakan sumber yang penting dalam proes perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan pembangunan.”

Pentingnya memperhartikan dan mempertimbangkan IPTEK dalam proses pembangunman ini juga dikemukakan oleh lembaga dunia (PBB) yang menyatakan, “developing countries need to give more attension to the management of scientific and technological institutions as well as to the application of science and technology to public administration.”     

Implementasi IPTEK dalam perencanaan pembangunan daerah tidak dapat diseragamkan. Artinya hal itu tergantung pada apa yang dibutuhkan dan bagaimana hal itu digunakan. Letak dan kondisi geografis wilayah juga sangat menentukan penggunaan metode, teknik, dan peralatan perencanaan. Namun yang terpenting dari semua ini adalah sampai sejauh mana SDM perencanaannya mampu mengimprovisasi perkembangan tersebut secara optimal.

Dengan melihat dari sudut manajemen stratejik, Sondang P. Siagian[19] menyatakan, “…jika orientasi para pengambil keputusan stratejik semata-mata orintasi esiensi, pemanfaatan teknologi akan cenderung semakin meluas dan meliputi semakin banyak segi dan proses organisasional. Akan tetapi kiranya para pengambil keputusan stratejik itu harus menyadari pula bahwa dengan perkembangan teknologi yang secanggih apapun orientasi manusia tetap  sangat penting karena dengan kehadiran dan pemanfaatan teknologi yang paling canggih pun unsur manusia tetap paling penting

5)     Faktor Pendanaan
Faktor pendanaan pada dasarnya merupakan faktor yang sudah given. Artinya hal itu memang harus ada untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas. Namun ada satu yang perlu disampaikan disini bahwa dalam proses perencanaan pembangunan daerah, hal ini harus benar-benar diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat penting. Perencanaan pembangunan daerah adalah kegiatan yang “mahal”. Karena itu, pelaksanaannya harus benar-benar serius, dalam arti pihak-pihak yang terkait, termasuk para perencananya harus fokus terhadap tugasnya, punya komitmen terhadap tujuan yang ingin dicapai dan harus bekerja keras, teliti serta tidak terburu-buru dalam penyusunannya.

Produk dari perencanaan pembangunan daerah berupa program-program pembangunan yang bersifat general, makro, dan dari segi waktu, dipergunakan untuk jangka waktu menengah dan panjang. Produk dari perencanaan pembangunan daerah inilah yang akan menjadi bahan untuk menyusun rencana-rencana pembangunan jangka pendek (1 tahun) yang dirinci secara lebih detil (formal) dan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prioritasnya.

Dengan kata lain ini berarti bahwa cost and benefits yang dihasilkan harus seimbang, sehingga tidak terjadi pemborosan, apalagi menghasilkan rencana yang sia-sia (tidak akurat). Produk perencanaan pembangunan daerah harus menjadi produk hukum, politik, dan ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk keputusan atau kebijaksanaan pemerintah daerah sebagai landasan/acuan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Selain itu dalam perencanaan pembangunan daerah harus sudah diperhitungkan pendanaannya mulai dari berapa jumlah anggaran yang dibutuhkan, sumber pendanaan, dan sistem pengelolaannya. Ini penting demi efisiensi dan efektivitas perencanaan pembangunan daerah.





[1] Ibid Hal : 15
[2] Schoorl J.W, Modernisasi : Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang (Diterjemahkan Oleh R.G. Soekadijo), Gramedia, Jakarta, 1984.
[3] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal :  61
[4] Ibid, Hal : 62
[5] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 59

[6] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1997, Hal : 32
[7] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 58
[8] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1997, Hal :10

[9] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 54
[10] Ibid, Hal : 57
[11] Siagian, Sondang. P: 1982, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung,  Jakarta, Hal : 116
[12] Ibid Hal : 111
[13] Manfred, Poppe dan Schall Nicholaus, Tujuan Menuju Kebijaksanaan : Pernyataan Kebijaksanaan Pembangunan Kabupaten, Dalam Perencanaan Sebagai suatu Dialog; Editor : Bernd Jennsen, LAN RI, DSE Jerman, Jakarta, 1995, Hal : 45
[14] Riyadi dan  Deddy Supriyadi Bratakusumah, Perencanaan Pembangunan Daerah (Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah), PT. Gramedia Pustaka Utama,  Jakarta, 2003, Hal :  28
[15] Ibid Hal : 29                                                                                     
[16] John Friedman, Planning in the Public Domain : From Knowledge to Action, Priceton University Press, Princeton, 1987
[17] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1997, Hal : 65
[18] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal. 67
[19] Sondang S.P. Siagian, Manajemen Strategik, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, Hal : 81

Belum ada Komentar untuk "FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel