FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Selasa, 21 Oktober 2014
Tambah Komentar
FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH
Sebagaimana
layaknya suatu aktivitas yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan dan
selalu bersifat dinamis, keberhasilan atau kegagalan program perencanaan pembangunan
daerah selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tersebut secara khusus dapat berbeda tergantung pada situasi dan
kondisi yang sedang berlaku di daerah perencanaan. Substansi permasalahan yang
berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya dapat menyebabkan berbedanya
faktor-faktor dimaksud.
Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perencanaan pembangunan daerah antara lain meliputi :
- Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri
- Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya
- Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana
- Koordinasi yang baik
- Top down dan bottom up planning
- Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus
- Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.[1]
Namun secara umum,
dapat dikemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan
suatu program perencanaan pembangunan daerah dengan merujuk pada faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pembangunan yang antara lain meliputi :
1)
Faktor
Lingkungan
Pertama adalah faktor
lingkungan, baik eksternal maupun internal, yang dapat mencakup bidang sosial,
budaya, dan politik. Sebagaimana telah dikemukakan, lingkungan memiliki
pengaruh yang kuat terhadap berhasil-tidaknya program perencanaan pembangunan
daerah.
Faktor-faktor lingkungan
tersebut bisa berasal dari luar (eksternal) maupaun dari dalam (internal).
Faktor eksternal biasanya datang dari wilayah tetangga, atau pengaruh global
yang berkembang dalam lingkup nasional maupun internasional. Sedangkan faktor
internal merupakan pengaruh yang datang dari dalam wilayah perencanaan sendiri.
Unsur-unsur yang berada dalam faktor lingkungan ini dapat
dibagi menurut bidang :
a. Sosial
Hampir di setiap negara
berkembang, perencanaan pembangunan daerah selalu diarahkan pada upaya-upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kondisi yang ideal, masyarakat
dapat menjadi tujuan/objek dari sebuah perencanaan sekaligus juga menjadi aktor
atau subjek perencanaan. Dalam konteks perencanaan sosial, Schoorl (1984)
menyatakan bahwa “perencanaan sosial dapat berarti perencanaan untuk masyarakat
(societal planning)”[2].
Ini berarti bahwa perencanaan sosial memiliki tujuan-tujuan sosial yang
khas dalam suatu strategi pembangunan dimana masyarakat harus bisa menerimanya
sebagai upaya untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan.
Kondisi sosial masyarakat
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program perencanaan pembagunan daerah.
Kondisi sosio-ekonomi masyarakat yang menjadi gambaran tentang
kebiasaan-kebiasaan masayarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; stratifikasi
sosial yang membentuk hubungan hierarkis dalam proes kemasyarakatan, tingkat
pendidikan, dan fakta-fakta sosial lainnya merupakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah.
Proses perencanaan
pembangunan daerah tidaklah mudah, dan oleh karena memerlukan keterlibatan
mayarakat dalam proses pengambilan keputusannya. Partisipasi aktif tersebut
secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak yang positif terhadap
perencanaan pembangunan daerah. Sebaliknya, apabila partisipasi masyarakat
diabaikan sedangkan mobilisasi masyarakat dikembangkan, proses pembangunan
mungkin terhambat atau bahkan, mengalami kegagalan.
b. Budaya
Masalah budaya (Culture) yang turut mewarnai kebiasaan
hidup masyarakat yang dalam suatu daerah tertentu juga mempunyai andil yang
cukup bear terhadap perencanaan pembangunan daerah. Bila ingin mencapai sasaran
yang diharapkan, perencanaan pembangunan daerah harus mempertimbangkan faktor
budaya/ culture yang berlaku di dalam masyarakat setempat.
Faktor budaya yang ada
dalam kelompok masyarakat tidak dapat diabaikan dalam menyusun perencanaan
pembangunan daerah yang akan diimplementasikan dalam bentuk proses pelaksanaan
pembangunan. Pentingnya masalah ini sudah banyak di kemukakan oleh para
administrasi pembangunan, karena hal ini sangat disadari sebagai salah satu
faktor yang cukup urgen untuk diperhatikan oleh para perencana pembangunan.
Dalam banyak hal, faktor
budaya ini sering disatukan dengan faktor sosial, karena keterkaitan antara
keduanya sangat erat dan bahkan sangat sulit untuk dipisahkan. Kehidupan sosial
kemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dalam
masyarakat, yan terus berkembang menjadi nilai-nilai budaya yang melekat dalam
interaksi antar anggota masyarakat. Di pihak lain, nilai-nilai budaya tumbuh
karena adanya kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang memiliki
nilai-nilai dan terintegrasikan dalam
proses interaksi yang terjalin melalui hubungan sosial kemasyarakatan.
Interaksi antar masyarakat yang dinamis dan terus berkembang tidak hanya dalam
lingkungan internal tetapi juga dengan lingkungan eksternal diluar, telah
mendorong masyarakat mengalami perubahan yang oleh para ahli disebut sebagai
proses pembangunan. Karena itulah, proses pembangunan tidak dapat di lepaskan
dari pengaruh sosial budaya yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat.
Pandangan tentang perlunya
perhatian terhadap unsur budaya dalam proses pembangunan ditegaskan oleh
Bintoro[3] dengan
pendapatnya yang mengemukakan tentang pentingnya memperhatikan masalah sosial
budaya dalam proses pembangunan, yakni “…proses pembangunan yang sebenarnya,
haruslah merupakan perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu
proses yang dapat bergerak maju sediri (self
sustaining process) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi
bukan hanya yang di konsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka, pembangunan
tergantung dari suatu inner will,
proses emansipasi diri. Dan bahwa partisipasi kreatif dalam proses pembangunan
menjadi mungkin karena proses pendewasaan.”
Nilai tambah (value added) yang dapat diperoleh
perencana pembangunan apabila memperhatikan masalah sosial budaya antara lain
dapat mengetahui beberapa hal yang dalam konteks administarsi pembangunan
dikemukakan oleh Bintoro[4] sebagi
berikut: Pertama, hambatan-hambatan
cultural apakah yang sesuai dengan basis kultural tertentu sesuatu masyarakat
yang merupakan hambatan bagi suatu proses pembangunan atau pembaharuan; Kedua, motivasi apakah yang diperlukan
untuk pembaharuan atau pembangunan yang perlu perhatian; Ketiga, bagaimana sikap-sikap golongan dalam masyarakat terhadap
usaha pembaharuan; Keempat, berbagai
masalah sosial budaya yang menonjol dan memerlukan perhatian administrasi
pembangunan.
c. Ekonomi
Faktor
ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan masalah pembangunan disamping
faktor-faktor lainnya. Para ahli studi pembangunan bahkan meyakini pentingnya
faktor ini dalam proses pembangunan sebagai faktor yang mempuinyai determinan
tinggi. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan
yang banyak terjadi di negara-negara berkembang, dimana pada umumnya
mereka memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Keadaan
ekonomi yang meningkat diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih baik
untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan dibidang lainnya, sehingga lebih
mengejar pertumbuhan ekonomi sebagi indikator keberhasilan pembangunan.
Stabilitas ekonomi menjadi target utama yan harus di wujudkan melalui proses
pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang dinamis, proses
pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan
dari adanya stabilitas di bidang lainnya.
Dalam
hubungan tersebut, Bintoro[5] mengemukakan,
“gejolak-gejolak ekonomis yang besar (atau juga gejolak-gejolak politik, dll)
paling sedikit kurang memungkinkan suatu perencanaaan pembangunan dan
pelaksanaan pembangunan ynag baik.
Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya pembangunan akan dapat berjalan dengan
baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, bahkan juga pada saat evaluasinya
bila ditunjang oleh kondisi ekonomi yang stabil dengan tanpa mengabaikan
stabilitas bidang lain. Ini berarti menunjukkan bahwa keterkaitan antara satu
faktor dengan faktor lainnya sangat erat dan mungkin tidak dapat dipisahkan
dalam kerangka proses pembangunan. Namun begitu para ahli studi pembangunan
tampaknya masih menganggap bahwa faktor ekonomilah yang paling dominana
pengaruhnya.
Pandangan
lain yang menggambarkan bahwa pembangunan lebih mengarah pada upaya-upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat memang banyak disampaikan oleh
para ahli studi pembangunan atau administrasi pembangunan. Memang tidak bisa
dipungkiri bahwa kebanyakan para ahli studi pembangunan tersebut memiliki dasar
keahlian yang ekonomi, sehingga tidak berlebihan jika Ginandjar Kartasasmita[6] menyatakan bahwa “dengan
tidak mengabaikan sumbangan disiplin ilmu sosial lain terhadap studi
pembangunan, kajian bidang ekonomi memberikan dampak yang paling besar terhadap
konsep-konsep pembangunan.”
Pertumbuhaan
ekonomi sebagai bagian dari proses pembangunan atau modernisasi[7] juga terkadang disejajarkan dengan pembangunan atau
modernisasi itu sendiri. Dalam teori pertumbuhan ekonomi yang dipelopori oleh
Adam Smith (1776) dinyatakan bahwa “proses pertumbuhan diawali perekonomian
mampu melakukan pembagian kerja (division
of labor). Division of labor akan meningkatkan produktivitas yang pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Dengan meluasnya pasar, akan terbuka
inovasi-inovasi baru yang pada gilirannya akan mendorong perluasan pembagian
kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi .[8]
Dari
berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi
memiliki dampak yang sangat besar terhadap proses pembangunan, yang dalam hal
ini juga sangat berdampak terhadap proses-proses awal pembangunan, yakni
perencanaan pembangunan.
d. Politik
Faktor
politik merupakan faktor lain yang dipandang dapat mempengaruhi jalannya proses
pembangunan. Keterkaitan tersebut oleh para ahli politik dan pembangunan
terutama dapat dilihat dari adanya idiologi yang dianut oleh suatu negara.
Idiologi sebagi falsafah negara dipandang sebagai unsur yang memberikan
pengaruh kuat terhadap pola, sistem dan kultur yang diterapkan dalan rangka
pelaksanaan pembangunan suatu negara.
Hubungan
antara politik dan pembangunan dikemukakan oleh Bintoro[9], walaupun secara spesifik
ia mengaitkannya dengan administrasi pembangunan. Adapun hubungan-hubungan
tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal seperti:
1.
Aspek
politik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi pembangunan
adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik kemasyarakatan dari suatu
negara tertentu. Hal ini juga berhubungan dengan interdependensi antara sistem
politik yang dianut dengan administrasi pembangunan.
2.
Komitmen
dari elit kekuasaan/ elit pemerintahan terhadap proses pembangunan dan
kesediaannya menerima pendekatan yang sunggguh-sungguh terhadap usaha yang
saling terkait antara berbagai segi kehidupan masyarakat.
3.
Masalah
yang berhubungan dengan kestabilan politik.
4.
Perkembangan
bidang politik kearah pemberian iklim politik yang lebih menunjuang usaha
pembangunan.
5.
Hubungan antara proses
politik dan proses administrasi serta kaum politik dengan birokrasi.
6.
Aspek hubungan politik
luar negeri atau bahkan perkembangan politik di luar negeri yang sering kali
merupakan aspek politik yang penting pengaruhnya terhadap administarsi
pembangunan.
e. Administrasi
Mekipun
merupakan aspek yang berbeda dengan aspek politik, aspek administrasi oleh para
ahli cenderung tidak dipisahkan dari aspek politik. Dalam kesempatan ini yang
penting dikemukakan adalah bahwa aspek tersebut juga memiliki pengaruh yang
besar terhadap jalannya proses pembangunan, dan secara keseluruhan berpengaruh
pula terhadap proses perencanaan.
Pendapat
ini menjadi lebih tegas lagi dengan adanya pandangan yang hampir sama yang
dikemukakan oleh Dwight Waldo, yang menyatakan, “… administration and policy development are interactive procces. The
function of public administration is helping political authorities to make
police decision assume new important” [10].
Sedangkan
Siagian secara tegas mengaitkan pentingnya administrasi dalam proses
pembangunan dengan ungkapannya, “… sebagian besar kegiatan pembangunan
menyangkut masalah-masalah administratif, karenanya dapat dikatakan bahwa
suskes tidaknya proses pembngaunan itu berlangsung sangat tergantung pada
kemampuan administratifnya. Tanpa pembangunan administrasi (administrative development), administrasi pembangunan (development adminitration) akan kacau
balau” .[11]
Pemikiran yang dikemukan oleh Siagian
diatas didasarkan pada tujuh aspek proses pembangunan nasional yang
masing-maisng aspek menjadi suatu independent
phase dari proses secara keseluruhan. Ketujuh aspek tersebut meliputi:
1. Adanya
kebutuhan yang dirasakan (felt needs)
untuk membangun.
2. Keputusan-keputusan
politik (political decision) sebagai
landasan dari pemuasan kebutuhan yang dirasakan.
3. Dasar
hukum (legal basis) untuk
tindakan-tindakan yang akan diambil
4. Perumusan
rencana pembangunan nasional (formulation
of development plan).
5.
Perincian program kerja (detailed work programs).
6.
Implementasi (impelementation of activities).
7. Penilaian
hasil-hasil yang dicapai (evaluation of
result obtained). [12]
2)
Faktor
Sumber Daya Manusia Perencanan
Kualitas perencaaan yang
baik akan lebih memungkinkan tercipta oleh SDM yang tepat dan berkualitas,
sementara itu perencanaan yang baik juga lebih memungkinkan untuk dapat
diimplementasikan dalam program-program pembangunan. Dengan demikian, kualitas
perencanaan yang baik sangat tergantung pada kemampuan, keahlian, dan keluwesan
oleh para perencananya disamping teknik
dan metode yang digunakan.
Poppe[13]
menyatakan, “peranan dan fungsi yang mesti dapat dilakukan oleh seorang
perencana cukup luas dan kompleks. Si perencana daerah tidak hanya melaksanakan
peranan seorang perencana ahli yang terampil dari segi teknik tapi juga
peranan-peranan lain, seperti: agen perubahan, pendidikan non formal,
koordinator pelayanan, penggerak sumber daya, manager program, negosiator,
moderator dan evaluator.
Dalam hubungannya dengan
perencanaan pembangunan daerah ini, seorang perencana bertugas untuk mengatur
proses perencanaan ditingkat daerah, tugas ini bersifat komprehensif atau
menyeluruh, sehingga membutuhkan pengetahuan intersektoral yang luas dan
kemampuan merencanakan pada tiga bidang utama perencanaan pembangunan daerah,
yang menurut Poppe meliputi:
a. Perencanaan
sumber daya alam
b. Perencanaan
sumber daya ekonomi
c. Perencanaan
fisik dan infra struktur
Disamping itu, ia juga
menyatakan bahwa seorang perencana harus memiliki kualifikasi yang berorientasi
managemen yang menyangkut empat tahap perencanaan yang utama, yaitu:
a. Analisis
wilayah
b. Prospek
pembangunan
c.
Perencanaan dan pembuatan
program
d. Pelaksanaan
rencana
e.
Monitoring dan evaluasi
Poppe secara keseluruhan
mencerminkan pemikiran yang menyeluruh (holistic
thinking) dimana ia memandang seorang perencana pembangunan daerah harus
mengenal wilayahnya, masalah-masalah yang ada didalamnya, kebutuhan masyarakat,
memahami adanya kabijaksanaan pemerintah baik lokal maupun nasional, memadukan
kepentingan lokal dan nasional, memprediksi berbagai kemungkinan secara multi
dimensional (sosial, ekonomi, politik, administrasi, dan sebagainya) merumuskan
rancangan program, mengimplementasikannya serta mengevaluasinya.
Adapun Riyadi[14]
berpendapat enam hal pokok yang perlu dimiliki oleh seorang perencana
pembangunan daerah, yaitu :
a. Mengenal
wilayah perencanaan dengan berbagai permasalahannya (know well the planning area).
b.
Memahami
adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat intersektoral, heterogen, dan
bervariasi.
c.
Memadukan
kepentingan antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat ( interesting agregation).
d. Merumuskan
rencana aksi (action plan) dari hasil
perencanannya (operational design).
e.
Melaksanakan rencana aksi
tersebut (implementation).
f.
Melakukan evaluasi
perencanaan (monitoring and evaluation).
Menurut Riyadi[15] bila
dianalisis berdasarkan tahapan pemikiran, poin a-c merupakan tahapan pemikiran
strategis (strategic thingking). Poin
d-e merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan tersebut. Tahapan ini dapat dikatakan sebagai tahapan penyusunan
langkah-langkah dan strategi yang akan dijadikan sebagai landasan operasional,
sehingga tahapan ini disebut sebagai tahapan operational design. Selanjutnya poin e-f adalah tahapan
implementasi atau pelaksanaan dari hasil-hasil perencanaan tersebut.
3)
Faktor
Sistem Yang Digunakan
Yang dimaksud dengan
sistem perencanaan disini adalah aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang
digunakan oleh suatu daerah atau wilayah tertentu sebagai dasar atau landasan
pelaksanaan perencanaan pembangunannya.
Friedman (1987)[16]
mengemukakan bahwa ada berbagai jenis perencanaan pembangunan yang terbagi
menurut sudut pandang yang berbeda, seperti :
a. Berdasarkan
ruang lingkup tujuan dan sasarannya, perencanaan pembangunan dapat dibagi
menjadi perencanaan yang bersifat nasional, sektoral, dan spasial. Atau dapat
juga bersifat agregatif atau komprehensif dan parsial.
b. Berdasarkan
jangkauan dan hierarkinya, dibagi menjadi perencanaan tingkat pusat dan daerah.
c. Berdasarkan
jangka waktu, dibagi menjadi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
d. Berdasarkan
arus informasi/proses hierarki penyusunannya, dapat dibagi menjadi perencanaan
dari atas ke bawah (top down planning)
dan perencanan dari bawah ke atas (bottom
up planning) atau kombinasi dari keduanya.
e. Berdasarkan
segi ketepatan atau keluwesan proyeksi ke depannya, perencanaan dapat bersifat
indikatif atau preskriptif.
f. Berdasarkan
sistem politiknya, dapat dibagi menjadi perencanaan yang bersifat alokatif,
inovatif, dan radikal (Ginanjar Kartasasmita: 1997).[17]
4)
Faktor
Perkembangan Ilmu Dan Teknologi
Kita
mengetahui betapa besar pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap proses pembangunan. Kita dapat mengatakan bahwa yang terjadi adalah
proses saling mempengaruhi, yang akan terus berlanjut tanpa mengenal batas
akhir. Ilmu pengetahuan dan
teknlogi dapat mendorong, dan pembangunan yang berhasil akan mendorong berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bintoro[18] mengatakan, “ilmu dan teknologi dapat merupakan sumber
yang penting dalam proes perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan pembangunan.”
Pentingnya memperhartikan
dan mempertimbangkan IPTEK dalam proses pembangunman ini juga dikemukakan oleh
lembaga dunia (PBB) yang menyatakan, “developing countries need to give more
attension to the management of scientific and technological institutions as
well as to the application of science and technology to public administration.”
Implementasi IPTEK dalam
perencanaan pembangunan daerah tidak dapat diseragamkan. Artinya hal itu
tergantung pada apa yang dibutuhkan dan bagaimana hal itu digunakan. Letak dan
kondisi geografis wilayah juga sangat menentukan penggunaan metode, teknik, dan
peralatan perencanaan. Namun yang terpenting dari semua ini adalah sampai
sejauh mana SDM perencanaannya mampu mengimprovisasi perkembangan tersebut
secara optimal.
Dengan melihat dari sudut
manajemen stratejik, Sondang P. Siagian[19]
menyatakan, “…jika orientasi para pengambil keputusan stratejik semata-mata
orintasi esiensi, pemanfaatan teknologi akan cenderung semakin meluas dan
meliputi semakin banyak segi dan proses organisasional. Akan tetapi kiranya
para pengambil keputusan stratejik itu harus menyadari pula bahwa dengan
perkembangan teknologi yang secanggih apapun orientasi manusia tetap sangat penting karena dengan kehadiran dan
pemanfaatan teknologi yang paling canggih pun unsur manusia tetap paling
penting
5)
Faktor
Pendanaan
Faktor
pendanaan pada dasarnya merupakan faktor yang sudah given. Artinya hal itu memang harus ada untuk melakukan suatu
kegiatan atau aktivitas. Namun ada satu yang perlu disampaikan disini bahwa
dalam proses perencanaan pembangunan daerah, hal ini harus benar-benar
diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat penting. Perencanaan pembangunan
daerah adalah kegiatan yang “mahal”. Karena itu, pelaksanaannya harus
benar-benar serius, dalam arti pihak-pihak yang terkait, termasuk para
perencananya harus fokus terhadap tugasnya, punya komitmen terhadap tujuan yang
ingin dicapai dan harus bekerja keras, teliti serta tidak terburu-buru dalam
penyusunannya.
Produk
dari perencanaan pembangunan daerah berupa program-program pembangunan yang
bersifat general, makro, dan dari segi waktu, dipergunakan untuk jangka waktu
menengah dan panjang. Produk dari perencanaan pembangunan daerah inilah yang
akan menjadi bahan untuk menyusun rencana-rencana pembangunan jangka pendek (1
tahun) yang dirinci secara lebih detil (formal) dan harus dilaksanakan dengan
memperhatikan prioritasnya.
Dengan
kata lain ini berarti bahwa cost and
benefits yang dihasilkan harus seimbang, sehingga tidak terjadi pemborosan,
apalagi menghasilkan rencana yang sia-sia (tidak akurat). Produk perencanaan
pembangunan daerah harus menjadi produk hukum, politik, dan ekonomi yang
diwujudkan dalam bentuk keputusan atau kebijaksanaan pemerintah daerah sebagai
landasan/acuan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Selain itu dalam
perencanaan pembangunan daerah harus sudah diperhitungkan pendanaannya mulai
dari berapa jumlah anggaran yang dibutuhkan, sumber pendanaan, dan sistem
pengelolaannya. Ini penting demi efisiensi dan efektivitas perencanaan
pembangunan daerah.
[1] Ibid Hal : 15
[2] Schoorl J.W, Modernisasi : Pengantar
Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang (Diterjemahkan Oleh R.G.
Soekadijo), Gramedia, Jakarta, 1984.
[3] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar
Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 61
[4] Ibid, Hal : 62
[5] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar
Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 59
[6] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES,
Jakarta, 1997, Hal : 32
[7] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar
Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 58
[8] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES,
Jakarta, 1997, Hal :10
[9] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar
Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal : 54
[10] Ibid, Hal : 57
[12] Ibid Hal : 111
[13] Manfred, Poppe dan Schall Nicholaus, Tujuan
Menuju Kebijaksanaan : Pernyataan Kebijaksanaan Pembangunan Kabupaten, Dalam
Perencanaan Sebagai suatu Dialog; Editor : Bernd Jennsen, LAN RI, DSE
Jerman, Jakarta, 1995, Hal : 45
[14] Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, Perencanaan Pembangunan
Daerah (Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah), PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, Hal : 28
[15]
Ibid Hal : 29
[16]
John Friedman, Planning
in the Public Domain : From Knowledge to Action, Priceton
University Press, Princeton,
1987
[17] Ginandjar Kartasasmita, Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, LP3ES,
Jakarta, 1997, Hal : 65
[18] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar
Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1988, Hal. 67
[19] Sondang S.P. Siagian, Manajemen
Strategik, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, Hal : 81
Belum ada Komentar untuk "FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH"
Posting Komentar