PENGARUH POPULASI DAN SELANG WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN JAGUNG



PENGARUH POPULASI DAN SELANG WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN JAGUNG


Mei Frina Sagala[1], Ratna A Wiralaga2, Farida Zulvica2

Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir (OI) 30662,
 Sumatera Selatan

ABSTRAK
Penetian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung, yang dilaksanakan di AGRO TECNO PARK (ATP) dari bulan Oktober 2011 sampai Januari 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial terdiri dari dua factor dan tiga ulangan . Faktor pertama adalah populasi tanaman yang terdiri dari tiga taraf  P1 ( 3 baris kedelai, 1 baris jagung), P2 (2 baris kedelai,1 baris jagung ), P3 (1 baris kedelai, 1 baris jagung ) dan Faktor kedua selang waktu tanam (W)  tiga taraf  W1 ( Tanam bersamaan), W2 (selang 2 minggu setelah kedelai), W3 (selang 2 minggu setelah jagung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi yang terbaik adalah P1 untuk kedelai dan P3 untuk jagung sedangkan selang waktu tanam  yang terbaik adalah W3  setelah tanaman jagung), dan sesuai analisis Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) = 1, pola tanam  tumpangsari ini belum menguntungkan jika dilihat dari sisi ekonomi dan kurang efisiensi lahan.

PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max (L.) merrill) merupakan sumber protein penting di Indonesia, kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat baik kecukupan protein hewani maupun protein nabati. Protein hewani yang sampai saat ini masih mahal mengakibatkan masyarakat memilih alternatif protein nabati dengan harga yang murah dan terjangkau oleh masyarakat luas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS SUMSEL produksi kedelai tahun 2010 mencapai 11,66 ribu ton biji kering, jika dibandingkan dengan data produksi tahun 2009 menurun sebanyak 2,04 ribu ton. Sehingga pemerintah terpaksa melakukan kebijakan untuk mengimpor kedelai untuk memenuhi permintaan konsumen . Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan meningkatkan ketahanan pangan maka usaha budidaya kedelai perlu digalakkan.
Mengingat hal tersebut maka peningkatan produktivitas  pangan harus terus diusahakan yaitu dengan usaha peningkatan intensitas penggunaan lahan dengan sistem tanam ganda. Pengusahaan beberapa jenis tanaman pangan baik berupa rotasi, tumpangsari, sisipan, maupun berurutan akan menjamin keberhasilan usaha tani. Pola tanam ganda bertujuan untuk menyesuaikan waktu tanam dengan musim pada suatu sistem budidaya tanaman dengan memanfaatkan  sumber daya alam yang ada  secara optimal untuk memperoleh produksi maksimal (Djafar, 1990).
Untuk meningkatkan produktivitas pertanian terutama pangan ,kedelai dapat ditumpangsarikan dengan jagung. Pola tanam tumpangsari merupakan sistem pengelolaan lahan pertanian dengan mengkombinasikan intensifikasi dan diversifikasi tanaman. Tumpangsari merupakan bagian dari multiple cropping yaitu penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Tanaman yang ditanam secara tumpangsari sebaiknya mempunyai umur atau periode pertumbuhan yang tidak sama, karena mempunyai perbedaan kebutuhan terhadap faktor lingkungan seperti air, kelembaban, cahaya dan unsur hara tanaman, karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedua tanaman tersebut. Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara, disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan gulma (Thahir dan Hatmadi, 1986).
Tanaman kedelai dan jagung memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai (Lakitan,1995). Kombinasi kedelai dan jagung sangat serasi, hal ini berhubungan dengan kompatibilitas beberapa sifat yang dimiliki oleh kedua jenis tanaman ini, dimana kedelai termasuk tanaman golongan C3 yang cukup peka terhadap sinar matahari yang mempunyai akar tunggang dan mampu menfiksasi N2 secara simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp, sedangkan jagung tergolong tanaman C4 yang membutuhkan pencahayaan secara langsung dan membutuhkan unsur hara yang besar terutama unsur N.
Kedelai dan jagung yang ditanam secara tumpangsari akan terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air dan sinar matahari. Sehingga pengaturan populasi dan pengaturan selang waktu tanam penting untuk mengurangi terjadinya kompetisi tersebut (Subhan,1989). Diantara faktor iklim yang penting dan langsung mempengaruhi dalam pola tanam ganda terutama faktor cahaya,sebab tanaman kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap intensitas cahaya.
Menurut beberapa hasil penelitian, produksi jagung maupun kedelai akan turun apabila tanaman tersebut ternaungi. Hasil penelitian Barus Afriani (2004) ,penundaan saat tanam 10 hari setelah Jagung dengan populasi 40.000 tanaman per hektar dapat menurunkan hasil 67% dibanding dengan tanam bersamaan dan pada populsi 80.000 tanaman per hektar dapat menurunkan 93%.
Hasil  penelitian Indriati (2009), juga menunjukkan dimana populasi tiga kedelai dan satu jagung menunjukkan pertumbuhan kedelai yang meningkat tetapi menekan pertumbuhan jagung. Populasi dan saat tanam sangat penting pada sistem tanaman ganda, terutama pada tanaman yang peka terhadap naungan. Untuk mengurangi pengaruh tersebut , waktu tanam dan populasi kedelai dan jagung perlu diatur agar pada periode kritis dari suatu pertumbuhan terhadap persaingan dapat ditekan.
Tanaman kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan sinar matahari penuh. Intensitas cahaya dan lama penaungan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Penurunan intensitas cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang,jumlah polong dan hasil biji serta kadar protein. Tanaman kedelai yang dinaungi atau ditumpangsarikan akan mengalami penurunan hasil 6-52%  pada tumpangsari kedelai dan jagung dan 2-56% pada tingkat naungan 33% (Asadi, et al. 1997).
Berdasarkan uraian-uraian diatas , perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui saat tanam dan populasi yang optimal dalam sistem tumpangsari kedelai dan jagung.




BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Agro Tekno Park (ATP) dari bulan November 2011 sampai Februari 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK), perlakuan disusun secara faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah populasi tanaman yang terdiri dari tiga taraf  dan faktor kedua selang waktu tanam tiga taraf  dan diulang tiga kali sehingga didapat 27 unit perlakuan. Uji lanjut untuk perlakuan yang nyata dengan menggunakan uji Duncan.
Faktor pertama : Populasi tanaman (P)
P1        = 3 baris kedelai, 1 baris jagung
P2        = 2 baris kedelai,1 baris jagung
P3        = 1 baris kedelai, 1 baris jagung
Faktor kedua : selang waktu tanam (W)
W1      = Tanam bersamaan
W2      = selang dua minggu setelah kedelai
W3      = selang dua minggu setelah jagung
Persiapan lahan dilakukan dengan membajak tanah dengan kedalaman 30 cm menggunakan traktor dan menghaluskan serta menggemburkan tanah menggunakan cangkul sampai membuat petakan  dengan ukuran 3 x 4 m, ditanam benih kedelai dan jagung  secara tumpangsari tiga biji/lobang sesuai perlakuan. Pemupukan dan pengapuran dilakukan seminggu sebelum tanam dengan memberikan pupuk kandang 5 ton/ha (6 kg/petak) dan kapur yang diberikan yaitu Dolomit (CaMg(CO3 )2 dosis 2 ton/ha. Pemupukan saat tanam urea 100 kg/ha (120 g/petak)  dan Pemupukan susulan diberikan i setelah penyiangan dan pembumbunan pada saat dua MST dengan perlarikan dengan dosis 300 kg/ha urea(360 g/petak), 150 kg/ha Sp-36 ( 180 g/petak), dan 100 kg/ha KCl (120 g/petak).Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama belalang, kepik,dan ulat dilakukan dengan menyemprotkan Decis dan Prevaton sesuai dosis. Panen dilakukan saat tanaman memiliki criteria panen.
Peubah yang diamati yaitu tinggi tanaman kedelai dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST, 4 MST dan 6 MST, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong pertanaman, jumlah polong hampa, jumlah biji pertanaman dilakukan setelah panen, bobot biji pertanaman, bobot 100 biji , bobot biji perpetak, dan bobot biji perhektar dilakukan setelah panen dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Sedangkan tanaman jagung yaitu tinggi tanaman  2 MST, 4 MST, dan 6 MST, panjang tongkol,bobot tongkol pertanaman, jumlah biji pertongkol, bobot 100 biji, bobot biji perpetak dan bobot biji perpetak yang lakukan setelah panen.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
1.      Kedelai
            Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa secara umum perlakuan populasi dan selang waktu tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, kecuali terhadap tinggi tanaman kedelai,  jumlah buku subur,bobot biji perpetak, bobot 100 biji (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati  pada tanaman kedelai
No
Peubah yang Diamati
Fhitung
KK (%)
Populasi
S.Waktu Tanam
Interaksi
1
Tinggi tanaman 2 MST (cm)
1,18tn
39,06**
2,95tn
6,03
2
Tinggi tanaman 4 MST (cm)
2,64tn
8,47**
3,20*
10,50
3
Tinggi tanaman 6 MST (cm)
1,31tn
2,73tn
3,09*
12,92
4
Jumlah cabang pd batang utama
0,07tn
0,20tn
0,12tn
19,94
5
Jumlah buku subur
0,25tn
3,69*
0,72tn
19,95
6
Jumlah polong pertanaman
0,07tn
1,68tn
1,21tn
34,93
7
Jumlah polong hampa
0,14tn
1,52tn
0,59tn
29,56
8
Jumlah biji pertanaman
0,69tn
1,53tn
0,74tn
75,21
9
Bobot biji pertanaman (g)
1,08
0,19tn
1,26tn
34,81
10
Bobot 100 biji (g)
5,20*
1,73tn
0,94tn
20,20
11
Bobot  biji perpetak (Kg)
15,61**
0,76tn
6,85**
10,90
12
Bobot biji perhektar (Ton)
2,69tn
0,07tn
1,19tn
35,49

F Tabel 0,05= 3,63 ; 3,63 ; 3,01





F Tabel 0,01= 6,22 ; 6,22 ; 4,77




Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata  * = berpengaruh nyata tn = tidak berpengaruh nyata

1.      Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan P3 (populasi satu baris kedelai satu baris jagung) rata-rata memiliki tinggi tanaman yang relatif lebih tinggi diikuti P1 (populasi tiga baris kedelai satu baris jagung ) dan P2 (dua baris kedelai satu baris jagung) (Gambar 1), sedangkan perlakuan selang waktu tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman dua MST. Perlakuan W3 (dua minggu setelah tanam jagung) memiliki tinggi tanaman tertinggi dan berbeda sangat nyata dengan W2 (dua minggu setelah tanam kedelai) dan berbeda tidak nyata denganW1 (tanam bersamaan) (Tabel 1).
Tabel 2. Pengaruh selang waktu tanam terhadap tinggi tanaman 2 MST
Perlakuan
Tinggi tanaman 2 MST (cm)
W1 (Tanam bersamaan)
8,28 b
W2 (dua minggu setelah tanam kedelai)
8,08 a
W3 (dua minggu setelah tanam jagung)
10,09 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Gambar 1. Grafik  tinggi tanaman kedelai 2 MST,4 MST, dan 6 MST (cm) dengan perlakuan populasi.
Interaksi perlakuan popuasi dan selang waktu tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST dan 6 MST (Tabel 1)
Tabel 3. Pengaruh interaksi populasi dan selang waktu tanam terhadap tinggi tanaman 4 dan 6 MST (cm).
Perlakuan
Selang Waktu tanam (W)

W1
W2
W3

Rerata
Populasi
Tinggi Tanaman 4 MST

P1
14,63 a
15,50 a
19,67 d
16,61
P2
17,87 c
15,50 a
19,67 d
17,68
P3
17,89 cd
15,93 ab
22,03 e
18,62
Rerata
16,80
16,41
19,70


Tinggi Tanaman 6 MST

P1
38,30 ab
37,60 a
39,13 b
38,34
P2
42,57 c
33,90 a
36,10 a
37,52
P3
37,00 a
36,83 a
49,73 d
41,19
Rerata
39,29
36,11
41,66

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

2. Jumlah Cabang Pada Batang Utama
Hasil uji analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah cabang. Perlakuan populasi cenderung menurunkan jumlah cabang dengan adanya peningkatan populasi jagung, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W2 rata-rata memiliki jumlah cabang yang relatif tinggi diikuti W1 dan W3 (Gambar 2).


Gambar 2. Grafik  jumlah cabang pada batang utama pada perlakuan populasi dan selang waktu tanam.
3.  Jumlah Buku Subur
Perlakuan P1  rata-rata memiliki jumlah buku subur relatif tinggi,  diikuti P2 dan P3 artinya penambahan populasi jagung akan menurunkan jumlah buku subur kedelai (Gambar 3), sedangkan  pengaturan selang waktu tanam justru menurunkan jumlah buku subur W1 berbeda nyata dengan W3 dan tidak nyata dengan W2 (Tabel 1).
Tabel 4. Pengaruh selang waktu tanam terhadap jumlah buku subur
Perlakuan
Jumlah buku subur
W1 (Tanam bersamaan)
23,82 b
W2 (dua minggu setelah tanam kedelai)
22,44 ab
W3 (dua minggu setelah tanam jagung)
18,50 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Gambar 3. Grafik jumlah buku subur pertanaman pada perlakuan populasi
4. Jumlah Polong Pertanaman
Hasil uji analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah polong pertanaman (Tabel 1). Perlakuan P1 rata-rata memiliki jumlah polong pertanaman relatif tinggi  dibanding perlakuan lainnya (Gambar 4), sedangkan perlakuan selang waktu tanam,W2  rata-rata memiliki jumlah polong relatif tinggi yang diikuti W1dan W3 (Gambar 4).
Gambar 4. Grafik jumlah polong pada perlakuan populasi dan selang waktu tanam

5. Jumlah Polong Hampa Pertanaman
Perlakuan populasi P2 rata-rata memiliki jumlah buku subur relatif tinggi  diikuti P1 dan P3 begitu juga perlakuan selang waktu tanam, W2  rata-rata memiliki jumlah polong hampa relatif tinggi diikuti  W1 dan W3 (Gambar 5).

Gambar 5. Grafik  jumlah polong hampa pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.
6.      Jumlah Biji Pertanaman
      Hasil uji analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah biji pertanaman. Perlakuan populasi menunjukkan semakin banyak populasi jagung akan menurunkan rata-rata jumlah biji pertanaman, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W2 rata-rata memiliki jumlah biji relatif tinggi diikuti perlakuan W3 dan W1 (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik  jumlah biji pertanaman pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktutanam.
7. Bobot Biji Pertanaman (g)
      Perlakuan populasi menunjukkan semakin banyak populasi jagung akan menurunkan rata-rata bobot biji pertanaman,sedangkan pengaturan selang waktu tanam akan meningkatkan bobot biji pertanaman W3 menunjukkan bobot biji pertanaman tertinggi dibanding perlakuan lainnya (Gambar7).
Gambar 7. Grafik  bobot biji pertanaman pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.
8. Bobot 100 Biji (g)
      Perlakuan P1 menunjukkan bobot 100 biji tertinggi berbeda nyata dengan P3, dan berbeda tidak nyata dengan P2 artinya semakin banyak populasi jagung akan menurunkan rata-rata bobot 100 biji kedelai (Tabel 1), sedangkan perlakuan selang waktu tanam W2  menunjukkan bobot 100 biji tertingi dibanding perlakuan lainnya (Gambar 8).
Tabel 5. Pengaruh populasi tanam terhadap bobot 100 biji
Perlakuan
Bobot 100 Biji (g)
P1 (3 kedelai 1 jagung)
14,53 b
P2 (2 kedelai 1 jagung)
13,76 b
P3 (1 kedelai 1 jagung)
10,64 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Gambar 8. Grafik  bobot 100 biji pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.
9.      Bobot Biji Perpetak (Kg)
      Bobot biji perpetak tertinggi didapat pada perlakuan P1W1 1,59 berbeda sangat nyata dengan P3W1 0,58 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 1). Perlakuan populasi menunjukkan semakin banyak populasi jagung akan menurunkan rata-rata bobot biji pertanaman, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W1 menunjukkan bobot biji tertinggi dibanding perlakuan lainnya (Gambar 9).
Tabel 6. Pengaruh populasi dan selang waktu tanam terhadap bobot biji perpetak (Kg)
Perlakuan
 Bobot biji Perpetak (Kg)
Rerata
Selang Waktu Tanam (W)
Populasi (P)
W1
W2
W3

P1
1,59 e
1,32 d
1,21 c
1,37
P2
1,08 c
0,98 bc
1,26 cd
1,11
P3
0,58 a
0,74 b
0,71 ab
0,68
Rerata
1,08
1,01
1,06

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan

Gambar 9. Grafik  bobot biji perpetak pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.

10.  Bobot Biji Perhektar (Ton)
Hasil uji analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot biji perhektar (Tabel 1). Perlakuan P1 menunjukkan bobot biji perhektar tertinggi dibanding P2 dan P3. artinya semakin banyak populasi jagung akan menurunkan rata-rata bobot biji kedelai perhektar sedangkan pada perlakuan selang waktu tanam, W1 menunjukkan bobot biji perhektar tertinggi dibanding perlakuan lainnya (Gambar 10).

Gambar 10. Grafik  bobot biji perhektar pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.

II. Jagung
            Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa secara umum perlakuan populasi dan selang waktu tanam belum mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, kecuali terhadap panjang tongkol,jumlah biji pertongkol, bobot 100 biji, bobot biji perpetak dan bobot biji perhektar (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati pada tanamn jagung.
No
Peubah yang diamati
F hitung
KK (%)
Populasi
S.Waktu Tanam
Interaksi
1
Tinggi tanaman 2 MST
0,65tn
0,61tn
2,14tn
13,62
2
Tinggi tanaman 4 MST
0,28tn
1,45tn
2,20tn
12,20
3
Tinggi tanaman 6 MST
1,96tn
0,56tn
2,31tn
13,14
4
Panjang tongkol pertanaman
1,24tn
13,93**
1,82tn
0,60
5
Berat tongkol pertanaman
0,35tn
2,77tn
0,62tn
15,70
6
Jumlah biji pertongkol
3,97*
23,63**
0,61tn
4,76
7
Bobot  100 biji
10,25tn
5,05*
0,61tn
10,49
8
Bobot biji per petak
90,31**
21,32**
6,25**
36,36
9
Bobot biji perhektar
87,79**
20,58**
6,18**
7,78
Ftabel 0,05= 3,63 ; 3,63 ; 3,01




Ftabel 0,01= 6,22 ; 6,22 ; 4,77




Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata  * = berpengaruh nyata  tn = tidak berpengaruh nyata

1.      Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel 7). Perlakuan P2 rata-rata memiliki tinggi tanaman yang relatif tinggi dibanding perlakuan populasi lainnya, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W3 rata-rata memiliki bobot tongkol relatif tinggi diikuti W2 dan W1 (Gambar 11).

Gambar 11. Grafik  tinggi tanaman jagung pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.

2. Panjang Tongkol Jagung (cm)
            Perlakuan P1 menujukkan pnjang tongkol tertinggi, semakin banyak populasi jagung, semakin rendah rata-rata panjang tongkol jagung (Gambar 12). Hasil analisis keragaman panjang tongkol menunjukkan bahwa perlakuan selang waktu tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang tongkol pertanaman . Perlakuan W3 berbeda sangat nyata denga W2 dan berbeda tidak nyata dengan W1 (Tabel 7).




Tabel 8. Pengaruh selang waktu tanam terhadap panjang tongkol
Perlakuan
Panjang tongkol (cm)
W1 (Tanam bersamaan)
18,81 b
W2 (dua minggu setelah tanam kedelai)
16,79 a
W3 (dua minggu setelah tanam jagung)
19,04 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%  berdasarkan uji jarak Duncan.
Gambar 12. Grafik  panjang tongkol pada berbagai perlakuan populasi.
3. Bobot Tongkol Pertanaman (g)
Perlakuan P2 rata-rata memiliki jumlah cabang yang relatif tinggi dibanding perlakuan populasi lainnya, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W3 rata-rata memiliki bobot tongkol relatif tinggi diikuti W2 dan W1 , pengaturan selang waktu tanam meningkatkan bobot tongkol pertanaman (Gambar 13).


4. Jumlah Biji Pertongkol
            Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan populasi dan selang waktu tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah biji pertongkol. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan selang waktu tanam, W3 berbeda sangat nyata dengan W2 dan berbeda tidak nyata dengan W1 (Tabel 7).


Gambar 14 Grafik  jumlah biji pertongkol pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.
Tabel 9. Pengaruh populasi dan selang waktu tanam terhadap jumlah biji pertongkol
Populasi tanaman
Jumlah biji pertongkol
P1 (3 kedelai 1 jagung)
552,31 ab
P2 (2 kedelai 1 jagung)
576,79 b
P3 (1 kedelai 1 jagung)
542,51 a
Selang Waktu Tanam
Jumlah biji Pertongkol
W1
570,69 b
W2
509,01 a
W3
591,91 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

5. Bobot 100 Biji (g)
            Perlakuan P2 rata-rata memiliki bobot 100 biji tertinggi diikuti perlakuan P3 dan P1 (Gambar 15). Hasil analisis keragaman panjang tongkol menunjukkan bahwa perlakuan selang waktu tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot 100 biji, W3  berbeda sangat nyata dengan perlakuan W2 dan berbeda tidak nyata dengan W1 (Tabel 7).
 Tabel 10. Pengaruh selang waktu tanam terhadap bobot 100 biji
Perlakuan
Bobot 100 Biji (g)
W1 (Tanam bersamaan)
28,92 ab
W2 (dua minggu setelah tanam kedelai)
26,40 a
W3 (dua minggu setelah tanam jagung)
30,91 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Gambar 15. Grafik  bobot 100 biji pada berbagai perlakuan populasi dan selang waktu tanam.

6. Bobot Biji Perpetak (Kg)
            Interaksi perlakuan P3W3 menunjukkan bobot biji perpetak tertinggi berbeda sangat nyata dengan P1W2 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3W2 dan perlakuan lainnya (Tabel 7).





Tabel 11. Pengaruh interaksi perlakuan populasi dan selang waktu tanam terhadap bobot biji perpetak
Perlakuan
Selang waktu Tanam (W)
Rerata
W1
W2
W3
Populasi (P)
Bobot Biji Perpetak (Kg)
P1
4,24 a
4,21 a
5,46 b
4,64
P2
7,06 d
5,23 ab
6,39 bc
6,23
P3
7,10 d
6,92 cd
8,88 de
7,64
Rerata
6,14
5,46
6,91

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak uncan.

7. Bobot  Biji  Perhektar (ton)
            Hasil analisis keragaman bobot biji perhektar menunjukkan bahwa perlakuan populasi dan selang waktu tanam serta interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot biji jagung perhektar (Tabel 7). Interaksi perlakuan populasi bobot biji perhektar tertinggi ditunjukkan oleh P3W3 berbeda sangat nyata dengan P1W2 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 12. Pengaruh interaksi perlakuan populasi dan selang waktu tanam terhadap bobot biji perhektar (ton)
Perlakuan

Rerata
W1
W2
W3
Populasi (P)
Bobot Biji Perhektar (ton)
P1
3,93 a
3,90 a
5,05 b
4,30
P2
6,54 d
4,84 ab
5,92 bc
5,77
P3
6,58 d
6,41 cd
8,23 d
7,07
Rerata
5,68
5,05
6,40

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji jarak Duncan.


III.             NKL (Nilai Kesetaraan Lahan)

            Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) merupakan salah satu cara untuk menghitung produktivitas lahan dari dua atau lebih tanaman yang ditumpangsarikan. Pada umumnya sistem tumpangsari menguntungkan dibandingkan sistem monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari dapat dievaluasi dengan cara menghitung NKL (Turmudi,2002).
Berdasarkan tabel 13 dibawah d, dapat diketahui bahwa pola tanam tumpangsari pada penelitian ini belum menguntungkan. Keuntungan dengan sistem tumpangsari dapat dilihat dari nilai rata-rata NKL = 1, nilai ini menggambarkan kurang efisiensi lahan.






Tabel 13. Nilai Kesetaraan Lahan  Tanaman Kedelai (Ton/ha)
Perlakuan
NKL
P1W1 (3 kedelai 1 jagung, ditanam bersamaan)
0.94
P1W2 (2 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah kedelai )
0.85
P1W3 (1 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah jagung)
0.94
P2W1 (3 kedelai 1 jagung, ditanam bersamaan)
1.07
P2W2 (2 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah kedelai )
0.85
P2W3 (1 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah jagung )
1.05
P3W1 (3 kedelai 1 jagung, ditanam bersamaan)
1.01
P3W2 (2 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah kedelai )
1.06
P3W3 (1 kedelai 1 jagung, ditanam dua minggu setelah jagung )
1.25
Rerata
1,00


B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, perlakuan populasi yang tinggi memberikan pengaruh yang nyata terhadap fase generatif tanaman atau hasil yaitu bobot 100 biji, bobot biji per petak, pada tanaman kedelai maupun jagung. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa pada populasi tinggi terdapat hasil yang lebih tinggi seperti perlakuan P1 (populasi 3 kedelai 1 jagung) memberikan pengaruh lebih baik atau tertinggi pada tanaman kedelai dibanding perlakuan lainnya dan juga perlakuan P3 pada tanaman jagung.
Hal ini dikarenakan pada populasi 3 kedelai 1 jagung, dalam satuan luas lahan terdapat lebih tinggi populasi  kedelai daripada tanaman jagung maupun perlakuan populasi lainnya, sehingga kedelai bisa mendapatkan cahaya matahari lebih banyak yang sangat dibutuhkan dalam proses  fotosintesis juga  berkurangnya kompetisi dalam menyerap cahaya matahari, air, dan hara dari tanah. Sehingga tanaman kedelai mampu tumbuh dengan baik dan jumlah cabangnya semakin banyak sehingga mampu  berproduksi lebih baik begitu juga sebaliknya tanaman jagung pada perlakuan P3. Pada umumnya produksi tiap satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum diawal pertumbuhan dan tanaman memberikan respon dengan mengurangi ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu (Harjadi, 1988).
Perlakuan waktu tanam kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai dan jagung, hal ini dikarenakan tumpangsari mengakibatkan lamanya kedelai ternaungi akan berbeda-beda dan periode penaungan juga berbeda untuk setiap perlakuan.
Dari hasil pengamatan didapat bahwa perlakuan selang waktu tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai, jumlah buku subur ,panjang tongkol, jumlah biji per tongkol, serta bobot biji per petak dan per hektar. Selang waktu tanam W3 (dua minggu setelah tanam jagung mampu meningkatkan tinggi tanaman pada awal pertumbuhan yaitu 2 MST dan 4 MST. Hal ini disebabkan pada pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yang ditanam dua minggu setelah tanam jagung  mengalami etiolasi, karena adanya naungan tanaman jagung yang menyebabkan tanaman kedelai berusaha mencari cahaya matahari sehingga terjadi pemanjangan batang (Fahmi, 2003). Selain itu juga adanya penurunan dalam intensitas dan perubahan dalam kualitas cahaya. Kualitas cahaya yang akhirnya jatuh pada tanaman yang dinaungi akan lebih banyak sinar infra merah sehingga banyak tanaman jika hanya disinari oleh sinar ini akan memperlihatkan pemanjangan batang. Pengaruh naungan tanaman jagung secara tidak langsung mempengaruhi iklim mikro sekitar tanaman kedelai yaitu kelembaban udara menjadi lebih tinggi dan radiasi matahari  lebih rendah (Khali, 2000).
Perlakuan selang waktu tanam secara umum W3 (dua minggu setelah tanam jagung) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil jagung, seperti panjang tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot biji per petak dan per hektar. Hal ini dikarenakan perakaran jagung dapat menyerap air dan hara serta cahaya yang cukup untuk proses fotosistesis yang dibutuhkan  pertumbuhan dan pembentukan biji. Selain itu juga diduga karena kacang kedelai telah mampu menyumbangkan N hasil fiksasi kedalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh jagung. Sesuai dengan Marthiana (1991) yang menyatakan perembesan nitrogen dan bintil akar nyata pengaruhnya terhadap penambahan hasil biji jagung yang ditanam dengan leguminosa.
Berdasarkan tabel 3 dan 9 secara keseluruhan perlakuan populasi dan selang waktu tanam menunjukkan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan kedelai maupun jagung, namun tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap tanaman kedelai. Sehingga didapat  hasil jagung lebih baik daripada hasil kedelai yang disebabkan terjadinya gagal pada pengisian polong. Rendahnya produksi kedelai atau tingginya persentasi polong hampa pada penelitian ini diduga karena terbatasnya unsur hara, antar tanaman terjadi persaingan yang kuat dalam unsur hara. Pengaruh-pengaruh ini diakibatkan kurangnya hasil fotosintesis pada masa vegetatif dan generatif, dimana hasil fotosintesis daun yang ternaungi menjadi sedikit sehingga pada suatu saat dimana sangat dibutuhkan untuk pengisian dan perkembangan polong, asimilat tidak mencukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Baharsjah (1990), yang menyatakan bahwa penaungan pada kacang tanah dan kedelai pada masa sebelum pembungaan akan mengganggu pertumbuhan akar dan penaungan pada masa pembungaan akan menggugurkan bunga serta penaungan pada awal pengisian polong akan menghambat laju pengisian polong.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman tersebut seperti keadaan lingkungan yaitu iklim atau curah hujan dan tanah.  Pengaruh naungan tanaman jagung secara tidak langsung mempengaruhi iklim mikro sekitar tanaman kedelai yaitu kelembaban udara menjadi lebih tinggi dan radiasi matahari  lebih rendah menyebabkan tanaman mengalami etiolasi. Sehingga seperti pada perlakuan W3 terdapat pertumbuhan kedelai yang baik yaitu pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hama juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman seperti penyebab gagal pembentukan biji seperti kepik piezodorus (Piezodorus rubrofasciatus Fabricius) dan kepik polong (Riptortus linearis Fabricius) menyerang dengan menusuk polong dan biji serta mengisap cairan biji pada stadia pertumbuhan polong dan biji (Marwoto, 2006).
            Tingginya persentase jumlah polong hampa diduga karena dosis kapur yang diaplikasikan  sebelum tanam kurang mencukupi yaitu 2 ton/ha, hal ini dapat dilihat dari hasil analisi tanah dimana kandungan Aldd sebesar 0,88 me/100 g sehingga dibutuhkan pengapuran sebanyak 7,44 ton/ha (Lampiran 8). Akar tanaman diselaputi oleh Al dan akar tanaman tidak dapat menyerap hara. Hara P dalam tanah maupun yang ditambahkan tidak tersedia karena diikat oleh Al sedangkan K tidak tersedia karena terdesak oleh Al. Selain itu kejenuhan Al akan rendah apabila kadar Al tanah tinggi. Batas toleransi tanaman jagung dan kedelai terhadap kejenuhan Al adalah 30 dan 15%, sehingga kapur untuk jagung dan kedelai sebaiknya diberikan apabila kejenuhan Al lebih dari 30 dan 15%. Selain itu pengapuran juga diberikan karena pH tanah rendah (pH < 5,5). Pada tanah yang mempunyai pH rendah ketersediaan hara bagi tanaman menurun, aktivitas biologi tanah berkurang, dan keracunan Al meningkat (Roesmarkam dan Yuwono, 2002).
            Selama periode penanaman ini kebutuhan air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sudah mencukupi karena adanya curah hujan yang merata (Lampiran 7). Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong (Prihatman, 2000).
Pendapat ini didukung oleh Harjono (1998), bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman tidak hanya dipengaruhi faktor internal, melainkan saling berkaitan dengan faktor lainnya diantaranya adalah status air dalam jaringan tanaman, areal lahan tanaman, keadaaan tanah, hara  dan intensitas cahaya matahari. Bila salah satu faktor tersebut tidak mendukung, unsur hara yang diberikan menjadi tidak berguna bagi pertumbuhan dan hasil tanaman.
Berdasarkan hasil analisis Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL), bahwa pada tumpangsari kedelai dengan jagung perlakuan yang menguntungkan adalah P3W3 (satu baris kedelai satu baris jagung ditanam dua minggu setelah tanam jagung), hal ini dapat dilihat dari nilai NKL= 1,25 artinya untuk mendapatkan hasil yang sama dengan satu hektar diperluksn 1,25 hektar pertanaman secara monokultur.




KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
1.      Tumpangsari yang menguntungkan adalah perlakuan P1W1 untuk kedelai dan P3W3 untuk tanaman jagung.
2.      Populasi tanaman memberikan hasil yang baik terhadap bobot 100 biji, bobot biji perpetak pada tanam kedelai, jumlah  biji pertongkol. Bobot biji perpetak daot biji perhektar.
3.      ang waktu tanam memberikan hasil yang baik terhadap tinggi tanaman 2 MST, 4 MST dan jumlah buku subur tanaman kedelai, jumlah biji pertongkol, bobot biji perpetak bobot 100 biij, bobot biji perhektar tanaman jagung.

B.     Saran
Perlu dilakukan penelitian menggunakan perlakuan yang lain atau menggunakan komoditi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Asadi, D.et al. 1997. Pemuliaan Kedelai Untuk Toleran Naungan dan Tumpangsari. Buletin Agrobio 1 (2) : 15-20
Barus , W . Afriani. 2004. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang   ditumpangsarikan dengan jagung derhadap pengaturan saat tanam dan jarak tanam. Jurnal. Medan : Agronomi , Fakultas pertanian, Universitas Amir Hamzah.
BPS Sumatera Selatan . 2010. Statistik Kedelai Sumatera selatan
Djafar, Z.R at all. 1990. Dasar-dasar Agronomi. BKS-B. Palembang
Harjadi, S.S.,1988. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Harjono, D. 1994.Bercocok Tanam Umum. Andi Offset, Yogyakarta. 21 Halaman.
Hudgens, R. E. and D. E. Mc. Cloud. 1994. The effect of low light intensity on flowering, yield and kernel size of f10runner peanut. Reprinted from soil and crop sci. Soc. Of Florida. Proc. 34:176-178.
Indriati, T. R . 2009 .Pengaruh Pupuk Organik dan Populasi Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tumpangsari Kedelai dan Jagung.Tesis. Surakarta: Agronomi,Program Pascasarjana, Universitas sebelas Maret.dan Dosis Pupuk Posfat Terhadap Pertumbuhan, Hasil Kacang Tanah dan Jagung. Dalam Sistem Tumpangsari. Agrista. Vol : 4 No 3.
Khali, M. 2000. Penentuan Waktu Tanam Kacang Tanah dan Dosis Pupuk Posfat Terhadap Pertumbuhan, Hasil Kacang Tanah dan Jagung. Dalam Sistem Tumpangsari. Agrista. Vol : 4 No 3.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura. Teori Budidaya dan Pasca Panen. Raja Grafindo Persada.Jakarta
Marthiana, M. dan Baharsyah. 1991. Pengaruh Waktu Tanam Kedelai (Glycogen Max (L) Merrill. Terhadap Hasil dan Komponen Hasil Kedua Tanaman. Bull. Agron. XIII (1) : 24 – 34.
Marwoto, et al. 2006. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara Pada Tanaman Kedelai. Departemen Pertanian, Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor.
Subhan. 1989. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan Posfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Jogo. Penelitian Hortikultura. 18(2):51-66
Thahir dan Hatmadi, 1986. Tumpang Gilir (Multiple Cropping). Direktorat Penyuluhan Pertanian Pasar Minggu, Yakarta
Turmudi,E. 2002. Kajian pertumbuhan dan hasil tanaman sistem tumpangsari jagung dengan empat kultivar kedelai pada berbagai waktu tanam. pada http://Agribisnis. deptan. go. id/ layanan info/ view php, diakses pada tanggal 15 April 2010



[1]Disampaikan pada Senibar Hasil Penelitian Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
2Berturut-turut Mahasiswa Penelitian, Dosen Pembimbing I dan II


Belum ada Komentar untuk "PENGARUH POPULASI DAN SELANG WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN JAGUNG"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel