PENGALAMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA



PENGALAMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 

Usaha-usaha perencanaan pembangunan di indonesia dimulai dari perencanaan ekonomi yang mulai dilakukan di Indonesia sejak tahun 1947 setelah berjuang mempertahankan kemerdekaan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dilatarbelakangi oleh keadaan politik, keadaan administrasi ekonomi yang berbeda-beda di wilayah negara Republik Indonesia.

Pada tanggal 12 April 1947 presiden membentuk suatu Badan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi Atau disebut juga sebagai “Brain Trust.” Panitia pemikir tersebut telah berhasil merumuskan rencana sementara yang berjudul “Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia (Bintoro, 1985:34).[1]” Panitia ini diketuai oleh Mohammad Hatta, Wakil Presiden ketika itu, dengan wakil ketua A. K. Gani, Mohammad Roem, dan Sjafrudin Prawiranegara.

Pemikiran tersebut dapat dikatakan sebagai usaha yang paling awal dari suatu perencanaan di bidang ekonomi. Masa perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan nasional tidak memungkinkan untuk melaksanakannya secara baik Namun demikian, pada tahun 1947 itu juga, tepatnya di bulan Juli dimulai suatu perencanaan beberapa sektor ekonomi. Perencanaan ini dirumuskan di bawah pimpinan I. J. Kasimo. Judul rencana tersebut adalah Plan Produksi Tiga Tahun RI, yang dimaksudkan meliputi tahun 1948, 1949, dan 1950. Rencana ditujukan terhadap bidang-bidang pertanian, peternakan, perindustrian, dan kehutanan.

Kemudian sejak tahun 1952 suatu usaha perencanaan yang lebih bersifat menyeluruh, walaupun inti utamanya tetap merupakan sektor publik. Bentuk usaha perencanaan tersebut tertuang dalam suatu program bernama Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I) disusun dan dimulai pelaksanaannya sejak 1 April 1969 dimana paradigma pembangunan ekonomi melalui stabilisasi, kebijaksanaan pembangunannya bersifat moneter, berorientasi pada pemulihan ekonomi makro, dan mekanisme perencanaan pembangunan bersifat top down. Setelah Pelita I kemudian diikuti dengan Repelita II pada tanggal 1 April 1974. Pada Pelita II paradigma pembangunan nasional menitikberatkan pada pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan, dengan kebijaksanaan pembanguan di bidang pertanian dimana orientasi pembangunannya pada pemenuhan kebutuhan pokok, dan mekanisme perencanaan pembangunan top down transisi bottom up.

Pada Pelita III paradigma pembangunan nasional Indonesia menitikberatkan pada pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan, dengan orientasi pembangunan pemenuhan kebutuhan pokok, menyediakan lapangan pekerjaan. Sedangkan mekanisme perencanaan pembangunannya adalah top down transisi bottom up. Pelita IV, paradigma pembangunan nasional menitikberatkan pada pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan dan pemerataan. Sedangkan orientasi pembangunannya yaitu untuk memenuhi kebutuhan pokok dan penguasaan IPTEK, dan mekanisme perencanaan pembagunan top down transisi bottom up.

Paradigma pembangunan nasional pada Pelita V, menitikberatkan pada pembangunan ekonomi melalui pemerataan. Orientasi pembangunan yang ingin dicapai adalah pemenuhan kebutuhan pokok dan penguasaan IPTEK, mengatasi masalah kesenjangan, dan mekanisme perencanaan pembangunan adalah keseimbangan top down dan bottom up. Pada Pelita VI, paradigma pembangunan nasional menitikberatkan pada pembangunan ekonomi melalui pemerataan yang lebih luas, pembangunan manusia, pembangunan resource based. Sedangkan orientasi pembangunan yang ingin dicapai adalah penanggulangan masalah kesenjangan, terutama kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Dan mekanisme perencanaan pembangunan adalah bottom up prioritas dan top down melengkapi. Setelah Pelita VI, Indonesia mengalami masa krisis, dimana paradigma pembangunan nasional beralih menjadi pembangunan ekonomi melalui penyelamatan dan pemulihan. Sedangkan orientasi pembangunan yang ingin dicapai adalah menyediakan kebutuhan pokok yang terjangkau, sumber pendapatan yang memadai, peningkatan kegiatan ekonomi rakyat, pelayanan kesehatan, dan pendidikan dasar. Dan mekanisme perencanan pembangunan pada masa ini adalah bottom up prioritas dan top down melengkapi. Runtuhnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan rezim Reformasi berimplikasi terhadap perubahan dalam sistem perencanaan pembangunan. Pemerintah di Era Reformasi dengan UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mencoba menerapkan Propenas (Program Pembangunan Nasional untuk tingkat nasional dan Propeda (program Pembangunan Daerah) serta Rencana Strategis (Renstra) pembangunan. Setiap daerah harus memiki visi misi pembangunan yang jelas dan berorientasi pada penanganan pembangunan secara prioritas. Daerah-daerah dari propinsi hingga Kabupaten/Kota menyusun rencana strategis pembangunan dan semuanya telah memiliki visi pembangunan daerah, namun dalam penyelenggaraanya, pencapaian visi pembangunan daerah tidaklah menjadi pekerjaan utama. Dokumen rencana pembangunan yang telah disusun, namun pada akhirnya tidak fungsional dan tidak dijadikan tolok ukur penyelenggaraan pembangunan di setiap daerah, dan tidak menjadi panduan kerja pembangunan daerah sehari-hari.

Pada tahun 2004, Pasca dikeluarkan nya UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah sebagai pengganti UU No 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional perencanaan (SPPN) sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS).

UU 25 tahun 2004 tentang SPPN memberi pengertian sebagai berikut SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Perencanaan Pembangunan dalam perspektif UU No. 25 Tahun 2004 tersebut memiliki landasan filosofis sebagai berikut :
  1. Cita-cita Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
  2. Tujuan Nasional dengan dibentuknya pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
  3. Tugas Pokok Setelah Kemerdekaan adalah menjaga kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;
  4. Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan.

Problematika pembangunan di Negara berkembang memang sangat kompleks. Kompleksitas masalah yang muncul dipermukaan dan dapat dihindari tersebut diyakini berasal dari banyaknya kesenjangan yang bersifat multi dimensi di antara warga Negara Langkah-langkah pemerintahan nasional pun akan segera terbatas ketika suatu Negara-misalnya-mempunyai jumlah penduduk yang sangat massif. Efektivitas langkah pemerintahan nasional dalam perencanaan pembangunan pun menjadi terbatas. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dengan menentukan azas-azas dan tujuan Perencanaan Nasional. Adapun azas dan tujuan perencanaan nasional tersebut adalah sebagai berikut:[2]
  1. Pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional.
  2. Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
  3. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan negara :
    1. Asas  kepastian hukum
    2. Asas  tertib penyelenggaraan negara
    3. Asas kepentingan umum
    4. Asas keterbukaan
    5. Asas  proporsionalitas
    6. Asas  profesionalitas
    7. Asas akuntabilitas

  1. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk :
    1. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
    2. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah;
    3. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
    4. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
    5. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,  berkeadilan, dan berkelanjutan.


[1] Bintoro Tjokroamidjojo, Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1985, hal. 34.
[2] UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Belum ada Komentar untuk "PENGALAMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel