Konflik dan Kisruh, Dualisme PSSI dan Sanksi FIFA Yang Menanti



Nama : Wandi Napitupulu
NIM   : 110903047
Pengembangan Organisasi


Konflik dan Kisruh, Dualisme PSSI dan Sanksi FIFA Yang Menanti

           Semakin lengkap sudah, kisruh di persepakbolaan Indonesia ini, selain hasil buruk yang menimpa Tim Nasional Indonesia, induk organisasi sepakbola tertinggi di negeri tercinta ini pun kini menjadi dua.
Konflik sepakbola Indonesia ini bermula ketika terjadi krisis kepemimpinan PSSI di era Nurdin Halid hingga munculnya Breakaway League, Liga Primer Indonesia (LPI).
Kemudian berlanjut dengan digelarnya Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Komite Normalisasi yang dibentuk oleh FIFA, setelah sebelumnya terjadi kekisruhan di dalam Kongres yang digelar oleh PSSI.
KLB yang digelar di Solo itu pun menghasilkan kepengurusan baru, yakni di bawah kepemimpinan Djohar Arifin. Ancaman sanksi dari FIFA pun hilang seiring adanya kepengurusan baru.
          Namun, belum juga program-program PSSI dijalankan, kontroversi mulai terjadi.
Yang pertama adalah dipecatnya
Alfred Riedl dari kursi kepelatihan Timnas Indonesia dengan alasan kontrak yang tak jelas, namun setelah Riedl memberikan bukti kontrak asli yang dipegangnya, alasan PSSI pun terbantahkan.
Selanjutnya, kontroversi kembali terjadi ketika digantinya Indonesia Super League sebagai kasta tertinggi dengan Indonesian Premier League dan sedikit memaksakan untuk masuknya beberapa klub yang sebelumnya tak terdaftar sebagai anggota PSSI.
           Entah kebijakan ini salah atau benar, yang pasti berubahnya liga tertinggi ini mengakibatkan munculnya dualisme klub. Persija Jakarta, PSMS Medan, Arema Indonesia, Persebaya Surabaya dan Persis Solo menjadi beberapa klub yang terkena imbasnya.
Tak berhenti di situ, beberapa anggota Komite Eksekutif yang tak puas dengan kebijakan PSSI pun mulai melakukan manuvernya, buntutnya mereka dipecat.
Toni Apriliani, La Nyalla Mahmud Mattaliti, Robertho Rouw dan Edwin Budiawan yang dibuang oleh PSSI pun akhirnya membentuk sebuah organisasi tandingan dengan nama Komite Penyelamat Sepakbola PSSI, yang didalamnya juga terdapat Benny Dollo, mantan pelatih Timnas dan beberapa tokoh lainnya.
Konflik dan dualisme tersebut mulai berimbas kepada Tim Garuda, hasil buruk di Pra Piala Dunia 2014 termasuk kekalahan terbesar sepanjang sejarah, yakni 10-0 dari Bahrain.
Selain itu, Indonesia pun gagal di SEA Games dan hanya menjadi runner up setelah gagal menundukkan Malaysia dalam adu penalti.
Selanjutnya, sebuah harapan sempat membuncah kala Timnas U-21 tampil menawan di Hassanal Bolkiah Trophy. Namun, Garuda Muda ternyata berhasil dipermalukan oleh tim yang sebelumnya terkena sanksi dari FIFA dan juga negara yang hampir tak pernah mendapat hasil baik ketika bertemu Indonesia, Brunei Darussalam.


ANALISIS :

Dalam hal ini PSSI tidak mampu menunjukkan bahwa mereka adalah organisasi yang memiliki otoritas tertinggi karena dalam hal yang dibidanginya mereka tak mampu menjadikan bahwa mereka satu-satunya organisasi yang berwenang penuh dalam bidang sepakbola, sehingga organisasi lain muncul dan menimbulkan dualisme kepengurusan dalam bidang pengurusan sepakbola. PSSI harusnya cepat mencegah hal tersebut dan melaporkan permasalahan itu kepada kementerian.


SARAN :

Kementerian olahraga dalam hal ini harus dengan tegas dan cepat menyelesaikan permasalahan ini sebagai otoritas tertinggi dalam kepengurusan olahraga di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.





Belum ada Komentar untuk "Konflik dan Kisruh, Dualisme PSSI dan Sanksi FIFA Yang Menanti"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel