Tugas Analisis Kebijakan Publik



Konflik Pertanahan Antara Petani Hutan Kemenyan di Humbang Hasundutan dengan PT. Toba Pulp Lestari

Disusun
Oleh:

                       
WANDI  S . SIAGIAN                                             110903003
WANDI NAPITUPULU                                           110903047
VIRGINIA BASANA L S                                         110903049




DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013









BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
            Kemenyan merupakan salah satu mata pencaharian utama masyarakat Humbang Hasundutan.  Pohon kemenyan  ditananam masyarakat di lahan yang tidak ditanami tanaman pertanian. Pohon Kemenyan yang dihasilkan masyarakat di daerah ini kemudian dipasarkan di sentra perdagangan kemenyan. Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki hutan kemenyan kurang lebih seluas 5.593 ha.

            Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada 02001’ – 02020’ Lintang Utara (LU) dan 98010’ – 98038’ Bujur Timur (BT). Kabupaten ini terletak pada bagian tengah Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah kabupaten Humbang Hasundutan mencapai 251.765,93 ha yang meliputi daratan dan perairan. Adapun daratan memiliki luasan 250.271,02 ha dan perairan berupa danau (bagian dari Danau Toba) seluas 149,91 ha. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah yang berada pada deretan pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian berada pada kisaran antara 330 – 2.072 m di atas permukaan air laut. Topografi lahan Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri sangat bervariasi mulai dari datar, landai, miring dan curam. Sebaran luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya didominasi oleh hutan produksi yang mencapai 64%, diikuti hutan lindung 33% dan hutan produksi terbatas (HPT) sebanyak 3% dari luas kawasan hutan total. Pengelolaan hutan produksi yang ada di wilayah administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan sebagian besar telah melibatkan pihak swasta dengan membangun hutan tanaman sebagai bahan baku bubur kertas (pulp).
           Hutan kemenyan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sarana meningkatkan pendapatan petani kemenyan secara langsung dan meningkatkan perekonomian pedesaan secara tidak langsung. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan manfaat dari hutan kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan ini diperlukan penelitian-penelitian baik dari aspek ekologi maupun sosial-ekonomi petani pengelolanya.
           Pemanfaatan kemenyan oleh masyarakat di beberapa daerah telah menjadi sumber pendapatan mereka terutama petani kemenyan yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
            Salah satu potensi yang diharapkan yaitu didirikannya perusahaan industri pengolah getah kemenyan di Kab. Humbang Hasundutan. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap pengembangan kota Dolok Sanggul dimana faktor produksi dan jasa yang akan diperoleh semakin besar sehingga masyarakat secara keseluruhan dapat merasakan dampak dari komoditi ini. Dengan adanya industri pengolah getah kemenyan masyarakat pengelola pohon kemenyan dapat merasakan akses pasar yang cepat dan mengetahui harga pasar tanpa agen pemasaran. Getah kemenyan merupakan komoditi ekspor yang memiliki peminat di pasar internasional. Harga dan peluang pasarnya yang cukup prospektif seharusnya memberikan motivasi bagi berbagai pihak untuk mengembangkan tanaman kemenyan ini. Oleh karena itu, kemenyan diharapkan dapat dijadikan komoditi unggulan dalam pengembangan hutan rakyat dan hutan tanaman.
       Salah satu permasalahan dalam pengelolaan pohon kemenyan adalah rendahnya pendapatan masyarakat dari usaha kehutanan serta belakangan ini muncul konflik antara petani kemenyan denga PT. Toba Pulp Lestari ( TPL) Mengenai Persengketaan lahan dimana PT. TPL yang memiliki wilayah sektor terbesar di Kab. Humbang Hasundutan. Sektor PT.TPL memasuki wilayah hutan kemenyan masyarakat sehingga sering terjadi konflik antar kedua bela pihak. Pihak TPL akan menanami pohon eukaliptus di hutan rakyat sebagai bahan baku pulp sehingga menyebabkan konflik antara PT. TPL dengan masyarakat petani kemenyan yang memperoleh penghasilan dari pertanian kemenyan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, kami tertarik untuk membahas tentang konflik yang terjadi antara Petani kemenyan di Humbang Hasundutan dengan PT. Toba Pulp Lestari.

1.2  PERUMUSAN MASALAH
                   Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas maka rumusan masalah yang timbul dan akan di jawab melalui penelitian adalah: Apa yang menyebabkan terjadinya Konflik antara Petani kemenyan di Humbang Hasundutan dengan PT. Toba Pulp Lestari? “







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Luas Hutan kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan

             Menurut data dari BPS Kab. Humbang Hasundutan (2009) tanaman kemenyan tersebar di 7 kecamatan dari sepuluh kecamatan secara keseluruhan artinya tidak semua kecamatan memiliki kebun kemenyan. Perbandingan sebaran luas tanaman kemenyan beserta produksinya pada masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran tanaman kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan
No       Nama Kecamatan                  Luas Tanaman Kemenyan (ha)           Produksi Kemenyan (ton)
1          Pakkat                                                57,00                                                 16,53
2          Onan Ganjang                        1.039,00                                             294,25
3          Sijamapolang                          592,00                                                125,25
4          Lintong Nihuta                      0,00                                                    0,00
5          Paranginan                             0,00                                                    0,00
6          Dolok Sanggul                        1.403,50                                             416,99
7          Pollung                                    284,00                                                 84,21
8          Parlilitan                                  818,50                                                357,09
9          Tarabintang                             27,00                                                   10,50
10        Baktiraja                                  0,00                                                     0,00
                TOTAL                               4.221,00                                              1.304,82
Sumber: BPS Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2009
Tombak Haminjon merupakan sumber hidup utama, (60% rakyat Kab.Humbahas petani kemenyan);
•         Dari sektor pertanian/perkebunan, haminjon merupakan komoditi unggulan daerah dengan jumlah produksi + 60 ton/bulan.
•         Data Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan, produksi kemenyan pada tahun 2004 sebesar 1.129,30 ton dan 4.559,28 ton pada tahun 2005, dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai Rp 2,1 Miliar tiap minggunya.
•         Untuk kecamatan Pollung, berdasarkan data Dinas Pertanian Humbang Hasundutan, Produksi Tanaman kemenyan tahun 2005 sebesar 14, 64 ton.

            Haminjon (Kemenyan) merupakan tanaman endemik (hanya tumbuh di tempat tertentu di bumi); karena itu harus diselamatkan dari kepunahan.Tombak Haminjon merupakan hulu sungai-sungai (Binanga Bolon, Aek Sigarang-garang, Aek Sisaetek, Aek Pollung, Aek Pansurbatu. Kelima aliran sungai ini bertemu di Aek Silang yang selanjutnya mengalir ke kecamatan Bakti Raja dan akhirnya bermuara di Danau Toba. Selain itu ada beberapa sungai lainnya yakni Aek Simonggo yang mengalir ke arah kecamatan Parlilitan dan Tarabintang; Aek Sibundong yang mengalir ke kecamatan Doloksanggul-Sijamapolang dan Onan Ganjang, aek Hirta yang mengalir ke kecamatan Pakkat, Tara Bintang, Parlilitan, Onan Ganjang, Sijamapolang, Doloksanggul, dan Bakti Raja. Selain hulu sungai, kawasan ini juga merupakan DTA Danau Toba. Haminjon tumbuh dan menghasilkan kalau ada tanaman pelindung (kayu alam lainnya).Tombak Haminjon merupakan identitas diri masyarakat adat dua huta. Haminjon berfungsi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik, upacara ritual adat dan keagamaan.

2.2 Gambaran Konfil yang terjadi antara Petani Kemenyan di Humbang Hasundutan
       dengan PT. Toba Pulp Lestari
·         Petani Kemenyan Bentrok dengan Karyawan TPL

Rabu, 27 Februari 2013
MEDAN (Suara Karya): Puluhan petani kemenyan di Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Polung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, kembali terlibat bentrok dengan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Bentrokan itu terjadi karena puluhan warga keberatan lahan hutan kemenyan yang mereka anggap sebagai hak ulayat dimasuki karyawan perusahaan, yang hendak melakukan penebangan. Sebanyak 14 petani ditangkap petugas Brimob dalam bentrokan tersebut.
Informasi diperoleh dari masyarakat setempat, bentrok bermula saat puluhan petani memblokir jalan menuju hutan ekaliptus. Langkah itu diambil berdasarkan kesepakatan petani, TPL, kontraktor, Kapolres Humbang Hasundutan, serta Camat Polung, pada 20 Februari 2013, yang menetapkan area itu sebagai kawasan berkonflik.
Namun, pada 23 Februari 2013, petani kembali menemukan karyawan TPL memasuki kawasan tersebut secara beramai-ramai dan melakukan penebangan. Meski para karyawan menanami kembali pohon yang mereka tebang, tapi warga tetap tidak terima. Mereka lantas mengajukan keberatan secara langsung ke TPL, didampingi sejumlah aktivis. Keesokan harinya, petani yang berjaga juga kembali menemukan karyawan TPL melakukan penebangan, sehingga bentrok nyaris pecah. Bentrok baru terjadi pada Senin (25/2). Para petani datang dengan jumlah lebih banyak. Sekitar 250 orang mendatangi wilayah tombak di Dolok Ginjang untuk mengusir para pekerja TPL.
Ke-14 petani yang ditahan berasal dari Desa Sipituhuta yakni Hanup Marbun (37), Leo Marbun (40), Onri Marbun (35), Jusman Sinambela (50), Jaman Lumbanbatu (40), Roy Marbun (35), Fernando Lumban Gaol (30), Filter Lumban Batu (45) dan Daud Marbun (35). Lalu dari Desa Pandumaan yakni Elister Lumban Gaol (45), Janser Lumban gaol (35), Poster Pasaribu (32), Madilaham Lumban Gaol (32), Tumpal Pandiangan (40).
Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Sumut, Suryati Simanjuntak, yang mengadvokasi kelompok tani ekaliptus, menyesalkan sikap TPL yang seolah tidak konsisten dengan kesepakatan yang telah dibuat. TPL dinilai telah mengangkangi para pengambil kebijakan di Humbahas, yang ikut serta dalam kesepakatan tersebut.
Dia juga mengaku heran dengan sikap polisi yang cenderung berpihak pada perusahaan pengolahan bubur kertas itu. Saat protes berlangsung, petani justru berhadapan dengan polisi.


·         Pertahankan Pohon Kemenyan, 21 Petani Ditangkap
Rabu, 27 Februari 2013 02:49 WIB
Berita Terkait
* Sengketa Lahan

MEDAN - Konflik kepemilikan lahan kembali berujung bentrok antara petani dengan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas), Sumut. Sedikitnya 21 petani ditangkap dalam dua operasi terpisah ketika mempertahankan tanaman kemenyan dari perusahaan yang memroduksi kertas itu.

Penangkapan itu langsung menimbulkan reaksi keras karena polisi dianggap tidak adil. Sebab kata Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Suryati, bentrokan itu diawali aktivitas PT TPL di lahan adat yang selama ini dikenal hutan kemenyan. “Petani cuma mempertahankan haknya. Dan setelah bentrok terjadi, kenapa hanya dari kelompok petani yang ditangkap,” kata Suryati, Selasa (26/2).

Bentrokan itu pecah Senin (25/2) sore yang berujung penangkapan 16 petani. Selanjutnya pada Selasa (26/2) dini hari, polisi menyeweeping pemukiman penduduk dan kembali menangkap lima petani lainnya. Suryati mengatakan para petani itu umumnya penduduk Desa Pandumaan, dan Desa Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Humbahas.

“Kami akan mengadvokasi mereka agar segera dibebaskan. Aparat kita ini terlalu tegas kepada kaum lemah,” ujarnya.

Ketegangan itu sendiri diakuinya sudah terjadi awal Januari 2013 ketika ada informasi PT TPL mendapat izin rencana kerja tahunan (RKT) 2013 untuk mengelolah lahan seluas 3.000 hektar di lokasi itu. Warga yang tak ingin tanaman kemenyan ditumbangkan untuk diganti  dengan tanaman eucalyptus langsung bersiaga penuh.

Suryati menilai apa yang dilakukan petani sangat wajar, karena hutan adat itu telah menjadi sumber kehidupan selama ini. Justru dalam kasus ini Suryati meminta polisi mengusut kronologis keluarnya izin operasional PT TPL yang merambah hingga ke hutan adat.

Pihak kepolisian sendiri belum memberikan keterangan apapun mengenai ketegangan itu. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Heru Prakoso sama sekali tak menanggapi permasalahan itu ketika dikonfirmasi.(mad)


·         Petani Kemenyan Demo di Mapoldasu
Submitted by harianmandiri on Wed, 24/10/2012 - 12:34

MEDAN, MANDIRI:Ratusan petani di Desa Pandumaan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) menggelar aksi demo, di depan Mapoldasu meminta agar rekan mereka yang ditangkap segera di bebaskan, Selasa (23/10).
Kordinator aksi, P Marbun dalam orasinya mengatakan, penangkapan delapan orang petani yang dilakukan oleh polisi sangatlah tidak mendasar dan terkesan memihak kepada pihak perusahaan, karena jelas-jelas pihak perusahaan PT TPL (Toba Pulp Lestari) merebut tanah rakyat.
Dia menjelaskan, masyarakat hanyalah mempertahankan haknya yaitu mengelola lahan hutan kemenyan yang telah dikelola dari ratusan tahun yang lalu, dan tanah tersebut merupakan tanah adat yang dimiliki nenek moyang kami.
"Kami minta delapan warga yang ditangkap segera dibebaskan, karena lahan yang dikelola sebanyak 4100 ha adalah milik warga, bukan milik perusahaan," katanya.
Disebutkan, polisi tidak berani menangkap dan menutup PT TPL yang melakukan aktifitas penebangan pohon (illegal loging, red). Apakah karena polisi mendapatkan setoran setiap bulannya. "Diduga polisi menerima upeti dari perusahaan," bilangnya.
Dalam tuntutannya, pendemo meminta agar polisi menutup dan mencabut izin PT TPL, bebaskan delapan warga yang ditangkap, tarik personil  Sat Brimob dari tanah rakyat Pandumaan dan Sipituhuta, selamatkan hutan kemenyan dari penebangan PT TPL,  dan mendesak pemerintah menyelesaikan konflik agraria.Berdasarkan pantauan, massa aksi yang tergabung dari beberapa elemen yaitu Bakumsu, KSPPM, LBH Medan, Kontras, dan GMKI Medan menutup pintu keluar Mapoldasu Jalan Sisingamangaraja Km 10,5 Medan, sehingga membuat aktifitas keluar masuk menjadi terhambat.
·         Poldasu Didemo Petani Hutan Kemenyan Humbahas
Laporan: Jhonson Susanto

Poldasu diminta tidak membawa konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Petani Hutan Kemenyan Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), keranah hukum. Pasalnya, konflik itu masih menunggu  jawaban dari Kementerian Kehutanan terkait desakan melalui surat Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012.

"Kementerian Kehutanan RI seharusnya mempercepat mengeluarkan keputusan sesuai surat Bupati Humbahas dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012, agar tanah/wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan Negara. Dan sesuai Keputusan DPRD Humbahas Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Humbahas. Poldasu harus bijak dan bukan menjawab hukum semata apalagi menahan 16 warga Humbahas, karena masih dalam menunggu keputusan Kementerian Kehutanan," tegas Koordinator Tim Advokad Masyarakat Korban PT TPL (Tamak TPL), Mangaliat Simarmata SH saat mendatangi Mapoldasu bersama masyarakat Petani Hutan Kemenyan di Jalan Sisingamangaraja Km 10,5, Medan, Selasa (5/3/2013).

Mangaliat Simarmata SH dan Tamak TPL menyebutkan, ratusan masyarakat Desa Pandumaan dan Desa Sipituhuta, Humbahas serta kelompok elemen mahasiswa yang mengatasnamakan Serikat Bersama (Sekber) Tutup PT TPL mendatangi Poldasu ini dengan tegas meminta 16 warga Desa Pandumaan dan Desa Sipituhuta, Humbahas dibebaskan dari tahanan.

16 warga yang ditahan di Direktorat Tahanan dan Titipan Barang Bukti (Dit Tahti) Poldasu yakni Zaman Lumbanbatu, Tumpal Pandiangan, Mampu Lumbangaol, Bitler Lumbanbatu, Leo Lumbanbatu, Madilaham Lumbangaol, Irianto Lumbangaol, Ranap Lumbangaol, Giot Tariper Lumbangaol, Gaol Lumbangaol, Roy Marbun, Karson Pasaribu, Janter Lumbangaol, Jusman Sinambela, Elister Lumbangaol dan seorang pendeta yakni Pdt Haposan Sinambela.

Menurut Mangaliat, konflik itu memanas pada, Senin (25/02/2013), dimana kondisi ini karena TPL mulai menanam Kayu Putih (Eucalyptus) di wilayah Hutan Kemenyan di Dolok Ginjang, padahal sesuai kesepakatan proses tanam menanam dihentikan dahulu. Warga protes hingga terjadi bentrok dengan massa karyawan TPL.

Parahnya, petugas Brimob yang menjaga perusahaan menangkapi sekitar 31 warga, 16 orang ditetapkan tersangka dan 15 dibebaskan dengan alasan tidak terbukti bersalah.

Diterangkannya, kejadian penangkapan ini berawal, Rabu (20/02/13), ada pertemuan di Hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, dihadiri puluhan orang terdiri dari Petani Hutan Kemenyan, TPL, kontraktor, Kapolres dan Camat Pollung. Pertemuan menyepakati, sementara karyawan TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi kemenyan yang dipandang warga bermasalah.

"Yang disesalkan, Sabtu (23/02/2013), petani hutan kemenyan memergoki karyawan TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai. Mereka menebangi kemenyan dan segera menanami. Warga yang tidak terima protes, tetapi tidak diindahkan TPL," bebernya.

Lanjut Mangaliat, Minggu (24/02/2013), bentrokan antara massa karyawan TPL dengan warga desa terjadi di hutan kemenyan. Kalah jumlah, warga desa pulang ke perkampungan.

"Senin (25/02/13), pukul 08.00 WIB, sekitar 250 laki-laki pergi ke Tombak di Dolok Ginjang menyusul informasi mengatakan TPL menebang dan menanam serta memupuk kayu putih," cerita Mangaliat.

Katanya, pada hari yang sama sekitar pukul 13.52 WIB, warga Desa Pandumaan membunyikan lonceng gereja.

Berdasarkan kabar dari Tombak bahwa Roy Lumbanbatu, pemuda dari Sipituhuta, ditangkap Brimob. Mobil polisi lewat Marade, sebuah persimpangan jalan menuju lokasi konflik.

Kaum ibu memberhentikan mobil dengan kayu. Namun, mobil Brimob tidak berhenti dan mobil itu hampir menabrak ibu-ibu ini. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Kaum ibu mundur dan dua mobil pun meneruskan perjalanan.

"Parahnya lagi, penangkapan yang dilakukan oknum anggota Brimob, seakan-akan masyarakat yang melakukan kejahatan. Cara penangkapan yang sadis, diseret hingga berujung kekerasan terhadap wanita yang dilakukan oknum Brimob. Seharusnya polisi melihat kronologis kasus tersebut kenapa bisa terjadi bentrok antara warga dan PT TPL. Dengan kasus ini, kita menilai kinerja Polri bukan lagi melayani, mengayomi, melindungi masyarakat dan penegakan hukum, namun ada kuat indikasi keberpihakan kepada pengusaha," tegasnya.

Tampak para anggota keluarga diperkenankan bertemu dengan suami dan anak yang di tahan. Namun desakan untuk pembebasan tahanan tersebut belum dikabulkan. Pasalnya, pihak Poldasu masih melakukan proses yang harus dipenuhi.

Sekadar mengingatkan, konflik dilatarbelakangi keberadaan TPL yang telah mendapatkan konsesi hingga 200.000 hektar. Padahal hutan kemenyan telah turun menurun, sejak 1800, menjadi tumpuan hidup warga.

Berbagai upaya dilakukan masyarakat, mengadukan persoalan ini di daerah sampai pusat. Terakhir, bersama Pansus DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan sudah pemetaan menentukan tapal batas.

Hasil dari pemetaan ini pun sudah disampaikan ke Kementerian Kehutanan melalui Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012.

Isinya, agar tanah atau wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan negara dan ini juga sesuai Keputusan DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan dari Kementerian Kehutanan. [ans]

·         TPL Bantah Langgar Kesepakatan dengan Petani Kemenyan

Wahyudi Siregar - Okezone
Kamis, 28 Februari 2013 14:49 wib
Browser anda tidak mendukung iFrame
Ilustrasi
Ilustrasi
MEDAN - Penangkapan 31 petani kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, oleh petugas Kepolisian di areal konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL), pada Senin, 25 Februari lalu berbuntut panjang.

Petani yang ditangkap karena dianggap merusak kendaraan operasional serta tanaman di lahan konsesi, balik menuding perusahaan dan Kapolres Humbas ingkar dengan kesepakatan yang dibuat pada 20 Januari. Kesepakan itu menyebutkan lahan konsesi yang menjadi subjek konflik berstatus stanvas.

Direktur Badan Bantuan Hukum Sumut, Benget Silitonga, mengatakan, perusahaan pengelola bubur kertas tersebut memang kerap ingkar janji. Pada 1986 ketika masih berlaberl Indorayon, perusahan pernah membuat kesepakatan di depan masyarakat untuk menghentikan operasional, tapi nyatanya kegiatan tetap dilakukan.

Dia melanjutkan, DPRD Sumut telah merekomendasikan agar Kementerian Kehutanan mengeluarkan tanah sengeketa yang ada di konsesi TPL, namun perusahaan membandel lantaran memegang SK Menhut sebagai dasar untuk beroperasi. Ironisnya Menhut sendiri tidak pernah turun tangan berupaya menyelesaikan sengketa tersebut dan tidak menanggapi rekomandasi dari DPRD Sumut.

Sehingga menurutnya, pembakaran kendaraan perusahaan oleh para petani merupakan bentuk kekecewaan dari persoalan yang berkepanjangan. "Kasus ini bukan persoalan baru dan sudah ada rekomendasi dari DPRD Sumut agar Menhut mengeluarkan tanah yang dipersengketakan dari konsesi TPL," jelas Benget Silitonga kepada
Okezone di Medan Kamis, (28/2/2013).

Sementara itu, PT Toba Pulp Lestari bersikeras bila operasional mereka di lahan yang disebut masyarakat petani sebagai hak ulayatnya, memiliki dasar hukum. Kepala Divisi Humas TPL, Chairudin dalam keterangan persnya mengatakan, jika kesepakatan yang ditandatangi TPL bersama petani di depan Polresta Humbahas adalah kesepakatan untuk menghentikan operasional selama seminggu bukan seterusnya.

Dia menerangkan, konsesi HTI kita berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992 tanggal 1 Juni 1992, jo SK No 58/Menhut-II/2011 tanggal 28 Februari 2011. RKU (Rencana Kerja Umum)-nya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No SK 109/VI-BHt/2010, dan Rencana Kerja Tahunan (RKT)-nya untuk 2012 berdasarkan Keputusan No.427/TPL-Um/V/2012 tanggal 30 Mei 2012.

Toba Pulp adalah pemegang sertifikat PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) berdasarkan sertifikat nomor PHPL 00001 tanggal 25 Oktober 2010, dan izin Self Approval dari Dirjen Bina Usaha Kehutanan No. S 693/BUHT-3/2011 tanggal 22 Desember 2011.

"Jadi kita punya dasar hukum. Memang pernah ada kesepakatan penghentian produksi, tapi itu hanya untuk seminggu karena untuk menghindari  bentrokan,” bantahnya.

 


·         Buntut Bentrokan Antara Karyawan TPL Dengan Petani Kemenyan
Ratusan Warga Humbahas Gelar Kebaktian di Depan Polres
27 February, 2013
DOLOKSANGGUL- Ratusan warga Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan (Humbahas), mendatangi Polres Humbahas. Kedatangan warga tersebut untuk mendesak di bebaskannya 31 warga dari 2 desa yang ditahan Polres Humbahas, akibat insiden dengan pihak PT Tuba Pulb Lestari (TPL).
Kedatangan para petani kemenyan ini langsung menggelar kebaktian massal di depan kantor Polres Humbahas. Aksi ibadah massal itu mereka gelar di badan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Humbahas dan langsung dipimpin beberapa pendeta dari Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), gereja Katolik dan Praeses HKBP Humbahas. Tanpa memperdulikan hujan turun pelaksanaan ibadah massal ini mereka lakukan dengan tertib dan hikmat.
Selain menuntut pelepasan 31 warga yang ditahan, PGI juga sangat menyesalkan aksi penyerangan yang dilakukan Polres Humbahas ke perkampungan warga pada Selasa dini hari (26/2) kemarin. “Laporan kejadian ini kami dapat dari jemaat gereja di Pollung. Kami sangat menyesalkan sikap kepolisian yang demikian,” ujar Ketua PGI Humbahas, Jendyaman Gultom.
Petinggi lainnya juga menilai, tindakan yang dilakukan aparat kepolisian adalah bentuk tekanan atas sejumlah kepentingan para pemodal. Polisi juga diminta memahami letak dasar persoalan. Pasalnya warga juga tidak menginginkan terjadinya insiden kekerasan antara masyarakat adat dengan pekerja TPL.
“Masyarakat tidak memiliki kekuatan hukum, karena adanya alasan izin menteri dan sejumlah peraturan pendukung lainnya. Kami juga menyesalkan Pemkab yang tidak memberikan dukungan hukum atas perjuangan masyarakat adat, seperti pembuatan perda tanah adat,” ujar Erikson Simbolon perwakilan Khatolik.
Sebelumnya, aksi warga dipicu ketika para petani kemenyan mengetahui adanya pengerjaan lahan di kawasan hutan kemenyan yang sudah dikelola warga secara turun temurun hingga 26 generasi.
Warga masuk ke kawasan hutan dan meminta para pekerja perusahaan pembuburan kayu tersebut untuk menghentikan aktivitas. Lantaran tidak terima, maka adu mulut pun terjadi yang berujung dengan kontak fisik antara warga dengan pekerja. Akibat aksi tersebut, satu unit truk PT TPL dibakar massa.
Dalam aksi itu, 16 orang ditahan pihak kepolisian. Karena ada pemblokade-an yang dilakukan aparat polisi disusul dengan penangkapan 15 warga lainnya. Hingga saat ini total warga yang ditahan mencapai 31 orang dengan keseluruhannya laki-laki.
Usai pelaksanaan ibadah, Benson Lumbanbatu menjelaskan bahwa setelah melakukan penangkapan terhadap 16 warga, Kapolres Humbahas turun langsung bersama anggotanya ke 2 desa untuk melakukan penyisiran. Dalam penyisiran tersebut banyak rumah warga yang dirusak, bahkan lemari salah seorang warga juga dirusak sehingga warga tersebut kehilangan 10 gram emas.
Dalam setuasi tersebut warga dari 2 desa tetap bertahan didepan Mapolres Humbahas, tanpa memperdulikan cuaca dingin dan hujan. Sementara pihak Polres Humbahas belum dapat dimintai keterangan seputar peristiwa tersebut. (mag 20)

           
BERITA - sumatera.infogue.com - MEDAN, -dot-dot-com - PT Toba Pulp Lestari untuk sementara diminta tidak menebangi pohon kemenyan di hutan-hutan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Selama ini, petani kemenyan di Humbang Hasundutan resah oleh penebangan pohon kemenyan secara sporadis oleh PT Toba Pulp Lestari.

Dalam pertemuan yang difasilitasi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumatera Utara (Sumut) PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan beserta DPRD setempat di Medan, Selasa (14/7), diputuskan, untuk sementa ra waktu PT TPL dilarang menebangi pohon kemenyan di wilayah hutan Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurut Anggota DPD asal Sumut Parlindungan Purba, petani kemenyan di Humbang Hasundutan selama ini mengeluhkan penebangan yang dilakukan TPL secara sporadis.

Sementara masyarakat Humbang Hasundutan penghasilannya sangat bergantung getah kemenyan yang mereka sadap. "Selama ini memang tidak jelas, mana kemenyan milik masyarakat dengan pohon kemenyan yang masuk dalam wilayah RKT (rencana kerja tahunan) HTI PT TPL di Humbang Hasundutan," ujar Parlindungan.

Untuk itu, kata Parlindungan, pertemuan PT TPL dengan Pemkab Humbang Hasundutan dan DPRD setempat bisa dianggap positif. "Karena sebelumnya memang PT TPL, Pemkab Humbang Hasundutan dan DPRD tidak pernah duduk bersama membicarakan, mana saja pohon kemenyan yang boleh ditebang," katanya.

Menurut Asisten I Pemkab Humbang Hasundutan Onggung Silaban, masyarakat di wilayahnya memang turun temurun menjadi petani kemenyan. Masyarakat tidak mempermasalahkan izin HTI PT TPL di Kabupaten Humbang Hasundutan. "Mereka hanya meminta PT TPL memiliki hati nurani, agar tidak mematikan sumber penghidupan masyarakat sebagai petani kemenyan," ujar Onggung.

Selain itu, penebangan pohon kemenyan di wilayah hutan Kabupaten Humbang Hasundutan kata Onggung membawa dampak lain, selain semakin berkurangnya sumber penghasila masyarakat. Penebangan oleh PT TPL membawa dampak lain berupa menyusutnya air sungai di hutan-hutan tersebut. "Dan sekarang dampak tersebut sudah sangat dirasakan masyarakat," katanya.

Pemkab Humbang Hasundutan menurut Onggung dalam posisi menyampaikan aspirasi warganya yang mengeluhkan penebangan pohon kemenyan oleh PT TPL. Selama ini kami memang tidak secara resmi bertemu dengan PT TPL. "Apa yang kami sampaikan ini merupakan keluhan warga," katanya.

Tak menebang

Menurut Direktur PT TPL Juanda Panjaitan, pada prinsipnya PT TPL tak berkeberatan dengan keluhan petani kemenyan. Dia mengatakan, PT TPL sudah memberhentikan operasi di wilayah-wilayah yang menjadi sengketa dengan masyarakat. Namun Juanda menyatakan, PT TPL juga meminta agar masyarakat maupun Pemkab Humbang Hasundutan melihat dengan jelas fakta di lapangan, terkait wilayah RKT HPHTI PT TPL.

"Kami tidak asal menjalankan operasi, karena ada aturan dan ketentuannya dari Departemen Kehutanan. Kalau memang kami sudah memberhentikan operasi di satu wilayah, jangan juga kemudian ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi ini dengan menyebarkan isu kami melakukan penebangan kemenyan malam-malam," kata Juanda.

Juanda mengatakan, PT TPL siap melakukan mapping bersama Pemkab Humbang Hasundutan, DPRD dan masyarakat, melihat dimana pohon-pohon kemenyan yang telah disadap masyarakat. "Kami tidak akan menebang pohon-pohon yang telah disa dap masyarakat, meski pohon-pohon tersebut masuk dalam wilayah HP HTI PT TPL," katanya.

·         MEDAN, KOMPAS.com — Sekitar 100 orang warga Pandumaan dan Siputuhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, bersama puluhan aktivis di Sumatera Utara mendemo Polda Sumatera Utara, Selasa (5/3/2013).
Mereka meminta pembebasan 16 warga dua desa yang ditangkap karena konflik lahan kemenyan dengan PT Toba Pulp Lestari.
Benget Silitonga, salah seorang orator mengatakan, dirinya tahu hukum sehingga menuntut pembebasan warga. "Kami tidak mau polisi menjadi centeng korporasi," tuturnya.
Bentrokan terjadi di lahan yang masih status quo. Petani mempertahankan lahan kemenyan  yang ditanami pohon ekaliptus oleh perusahaan. Polisi dinilai lebih berpihak kepada perusahaan.
Pengunjuk rasa minta bertemu dengan Kapolda Sumut, tetapi Kapolda belum muncul.
Mereka juga membakar kemenyan selama demonstrasi. Bau harum kemenyan ikut mewarnai demonstrasi.
Konflik lahan kemenyan warga Sipituhuta dan Pandumaan dengan PT TPL telah berlangsung sejak tahun 2009. Dewan Kehutanan Nasional bahkan telah merekomendasikan dikeluarkannya lahan itu dari kawasan hutan dan konsesi perusahaan. Namun, hingga kini rekomendasi tidak dijalankan.
·         Petani Kemenyan Serbu DPRD Humbahas, Tolak RUU Pertanahaan
Massa yang mengatasnamakan aliansi masyarakat adat kabupaten Humbahas tampak duduk bersama dengan DPRD Humbahas. Rabu 21 September 2011. Massa yang duduk bersama dengan DPRD, meminta agar menolak RUU pertanahaan karena akan menghancurkan masyarakat petani khususnya petani Humbahas ini.
Tidak setuju atas rancangan undang-undang pertanahaan yang kini masih digodok di, DPR RI. Ratusan masyarakat petani kemenyan ‘serbu’ kantor, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Humbahas menuntut dalam penolakkan rancangan undang-undang pertanahaan, Rabu 21 September 2011 sekira pukul 09.45 WIB.
Menurut kedatangan masyarakat ini, bahwasanya apabila terjadi undang-undang tersebut akan menghancurkan tanah seluruh, Indonesia dan juga tanah adat di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Sehingga, akan bagi pemodal sesukanya untuk melakukan pembangunan tanpa memikirkan rakyat.
“Salah satunya kami yang merasa terus dirugikan akibat ulah perusahaan raksasa (PT TPL), tanah adat yang sudah lama kami fungsikan dalam pertanian kemenyan tak kunjung dapat di selesaikan. Hingga hal ini, kami meminta kepada bapak-bapak dewan agar menolak rancangan  undang-undang pertanahaan tersebut. Karena, hal itu benar-benar merugikan masyarakat dan apabila terjadi sehingga tanah adat kami yang sudah kami usahai sampai saat ini akan hilang," kata salah seorang masyarakat dalam orasinya di depan kantor DPRD.
Petani kemenyan ini ‘menyerbu’ kantor wakil rakyat di Humbahas ini terlebih dahulu kampanye keliling kota Doloksanggul dengan menaiki mobil angkutan dan mobil truk serta ada yang menaiki sepeda motor.
Anggota dewan Marganda Pasaribu  mengatakan Ketua DPRD sedang berada di Dirjen Kehutanan yang bersama-sama dengan komisi C bagian kehutanan. "Kami yang hadir disini tetap merespon apa keluhan masyarakat dan akan dibahas," katanya.
Beberapa tuntutan mereka antara lain, penolakkan rancangan undang-undang pertanahaan, menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan partai-partai politik pendukung neoliberalisme karena hanya akan memunculkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung agenda neoliberalisme yang tidak berpihak kepada rakyat, mendesak pemerintah untuk menghapus atau mencabut kebijakan-kebijakan lainnya yang bertentangan dengan UUPA, menuntut pemerintah agar segera menyelesaikan konflik-konflik pertanian dan mengembalikan tanah-tanah petani yang dulunya merupakan lahan pertanian dan perkampungan kepada petani, mempercepat penyelesaian konflik  tanah hutan kemenyan dan hutan adat yang ada di Humbang Hasundutan seperti di Pandumaan, Sipituhuta, Aek Lung dan Parlilitan sekitarnya, penyelesaian kasus-kasus percepat penyusunan perda pengakuan tanah adat humbahas.
·         PDIP Tolak RUU Pertanahaan
Marganda Pasaribu menegaskan, persoalan RUU ini sudah diperbincangkan dimana-mana baik itu dikalangan DPRD lainnya maupun di kalangan DPR RI. Malahaan, katanya, yang paling mengotot agar RUU tersebut ditolak adalah dari partai PDI Perjuangan.
“Bagi siapa bapak-bapak dewan ini dari partai PDI Perjuangan pasti turut juga akan penolakan itu. Namun kalau memang itu dubutuhkan, kami bisa menyiapkan apa isi RUU tersebut, apakah bapak dewan ini memiliki flesdis kalau tidak buka saja di situs internet pasti ada,” bebernya.
Sumber: http://eksposnews.com/












BAB III
PENUTUP

3.1 Analisis Terhadap Konflik yang Terjadi antara Petani Hutan Kemenyan di Humbang Hasundutan dengan PT. Toba Pulp Lestari

Berdasarkan data  dan informasi yang diperoleh dari berbagai media, maka dapat dianalisis faktor – faktor apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara petani kemenyan Humbang hasundutan dengan PT. Toba Pulp Lestari.

Hutan kemenyan di Humbang Hasundutan
 menjadi kekhawatiran bagi para petani kemenyan karena  status hutan kemenyan yang mereka kuasai sejak ratusan tahun yang lalu ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan negara. Petani merasa takut dan khawatir bahwa dengan status ini menjadikan lahan mereka akan diambil alih oleh negara dan mereka akan dipindahkan dari wilayah itu. Kekhawatiran ini diperkuat dengan kehadiran pihak swasta yang diberi izin oleh pemerintah untuk mengelola hutan. Kejadian ini sudah terjadi di beberapa desa dimana pihak swasta sudah mulai menebangi tanaman kemenyan untuk perluasan areal penanaman hutan tanaman industry (HTI). Batas-batas lahan antara kawasan hutan negara dan lahan milik masyarakat tidak ditemukan di lapangan. Pada umumnya yang terjadi sekarang ini adalah masyarakat mengklaim bahwa lahan yang dikelola sekarang merupakan tanah milik mereka sementara dari pihak pemerintah menetapkan statusnya sebagai kawasan hutan negara. Dualisme status lahan ini diperkeruh dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Negara. Masyarakat memiliki posisi yang lemah karena lahan mereka tidak disertai dengan sertifikat yang sah. Hadirnya pihak swasta dalam pengelolaan hutan produksi di daerah Humbang Hasundutan telah menimbulkan keresahan bagi petani kemenyan khususnya pada petani yang lokasi kemenyannya masuk dan/atau berbatasan langsung dengan areal konsesi perusahaan. Dengan izin yang diberikan oleh pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), pihak perusahaan melakukan perluasan areal penanaman hutan tanaman insdustri. Demi kepentingan perusahaan, hutan kemenyan yang masuk dalam areal konsesi perusahaan ditebangi dan diganti dengan eucalyptus sebagai bahan baku industri pulp. Situasi seperti ini sudah terjadi dibeberapa lokasi dan berpeluang terjadi di lokasi-lokasi lain di Humbang Hasundutan. Sehingga para petani Kemenyan melakukan aksi perlawanan terhadap para pekerja PT.TPL yang menebangi pohon kemenyan yang sebelumnya sudah disepakati sebagai kawasan berkonflik.
       Ancaman ini tentunya sangat merugikan petani selain karena akan hilangnya sumber mata pencaharian ditandai dengan menurunnya jumlah komoditas kemenyan, mereka juga harus terpinggirkan (dalam hal pengelolaan lahan).

Belum ada Komentar untuk "Tugas Analisis Kebijakan Publik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel