Pengenalan Karet
Kamis, 11 September 2014
Tambah Komentar
BAB VIII KARET
8.1 Pengenalan Karet
Tanaman karet (Havea
brasiliensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber
utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum tanaman karet ini
dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti: Amerika Serikat, Asia
dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah
yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae).
Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman
karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil
lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan
secara besar-besaran (Nazarudin dkk, 1992).
Pohon karet para pertama kali hanya tumbuh di Amerika
Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini
berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini
banyak dikembangkan; sekarang Asia merupakan sumber karet alami (www.wikipedia.org).
1.
Sejarah Karet di Indonesia
Tahun 1864 untuk pertama kalinya tanaman karet
diperkenalkan di Indonesia yang pada waktu itu masih jajahan belanda. Mula-mula
karet ditanam di kebun raya bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi,
karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan
komersil. Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji coba penanaman
karet adalah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis yang pertama kali
diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah species Ficus elastica atau karet rembung. Jenis karet Havea brasiliensis baru ditanam di Sumatera bagian timur pada tahun
1902 dan di Jawa pada tahun 1906. (Tim Penebar Swadaya, 2008).
Akibat peningkatan permintaan akan karet di pasar
internasional, maka pemerintahan Nedherland Indies menawarkan peluang penanaman
modal bagi investor luar. Perusahaan Belanda–Amerika, Holland Amerikaance Plantage Matschappij (HAPM) pada tahun
1910-1911 ikut menanamkan modal dalam membuka perkebunan karet di Sumatera.
Perluasan perkebunan karet di Sumatera berlangsung mulus berkat tersedianya
transportasi yang memadai. Para investor asing dalam mengelola perkebunan
mengerahkan biaya, teknik budidaya yang ilmiah dan modern, serta teknik
pemasaran yang modern. (Tim Penebar Swadaya, 2008).
Perkebunan karet rakyat di Indonesia juga berkembang
seiring dengan naiknya permintaan karet dunia dan kenaikkan harga. Hal-hal lain
yang ikut menunjang dibukanya perkebunan karet antara lain karena pemeliharaan
tanaman karet relatif mudah. Pada masa itu, penduduk umumnya membudidayakan
karet sambil menanam padi. Jika tanah yang diolah kurang subur, mereka pindah
mencari lahan baru. Namun, mereka tetap memantau pertumbuhan karet yang telah
ditanam secara berkala hingga dapat dipanen. (Setiawan dan Handoko, 2005).
2.
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Karet
Struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai
berikut (APP,2008) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Havea brasiliensis
Dalam genus Havea, hanya species Havea brasiliensis Muell
Arg. Yang dapat menghasilkan lateks unggul, dimana sebanyak 90 % karet alam
dihasilkan oleh spesies tersebut. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh
tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter.
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi.
Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring
kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama
lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun.
Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan
pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada
sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung
meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang
buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah
ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan
bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman
karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh
tinggi dan besar (www.wikipedia.org).
Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit
yang keras) yang sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya.
Buah karet dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat
kulit yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi
tempurung, setelah tua warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan
kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari
kotaknya. Tiap buah tersusun atas dua sampai empat kotak biji. Pada umumnya
berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak terdapat satu biji. Tanaman karet
mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun dan akan semakin banyak setiap
pertambahan umur tanaman.
8.2 Budidaya Karet
Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering
beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
komoditas lainnya, yaitu: (1) dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis
lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur,
(2) mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan
kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi lahan
kritis, (3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang
mengusahakannya, dan (4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena
kebutuhan karet dunia semakin meningkat setelah China membuka pasar baru bagi
karet Indonesia.
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan
teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut
(Chairil Anwar, 2001)
1. Syarat
Tumbuh Tanaman Karet
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di sekitar
equator antara 10 LU dan 10 LS. Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila
ditanam pada ketinggian 0 – 200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m
dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Curah hujan
berkisar antara 2500-4000 mm pertahun atau hari hujan berkisar antara 100 s/d
150 HH/tahun. Suhu harian yang cocok untuk tanaman karet rata-rata 25 – 30 C. Syarat
lain yang dibutuhkan tanama karet adalah sinar matahari dengan intensitas yang
cukup lama yaitu 5 – 7 jam (Supijatno dan Iskandar, 1988)
Curah hujan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman
karet. Curah hujan yang tinggi ini mengakibatkan produktivitas tanaman karet
menjadi relatif lebih rendah. Selain faktor utama curah hujan yang tinggi,
penyebab rendahnya produktivitas tanaman karet karena inefisiesi fotosintesis
akibat rendahnya intensitas/lama penyinaran matahari, dan rendahnya populasi
tanaman per hektar akibat rusaknya tanaman karet yang merupakan pengaruh
langsung dari tingginya kecepatan angin selama hujan.
2.
Klon-klon Karet Rekomendasi
Kegiatan
pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul
sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada
Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan
klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan
IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas
secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang
baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat
sekunder lainnya.
3. Bibit
Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah
bibit/bahan tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari
tanaman karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakukan paling tidak 1,5 tahun
sebelum penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu
disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood),
dan okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam.
4.
Persiapan Tanam dan
Penanaman
Dalam
pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan
secara sistematis mulai dari pembukaan lahan (land clearing), persiapan lahan penanaman dan seleksi dan penanaman
bibit.
Dalam penanaman harus
diperhatikan jarak tanam dan kerapatan tanaman karena akan berpengaruh terhadap
produktivitas. Jarak yang lebih sempit akan berdampak negatif dengan beberapa
kelemahannya. Beberapa kerusakan yang akan terjadi akibat jarak yang lebih
sempit adalah: Kerusakan mahkota tajuk oleh angin Kematian pohon karena
penyakit menjadi lebih tinggi Tercapainya lilit batang sadap lebih lambat Hasil
getahnya akan berkurang Oleh sebab itu, dalam melakukan penanaman, sangat tidak
dianjurkan terlalu rapat jarak antara satu pohon dengan pohon yang lainnya.
Melihat hal tersebut diatas, maka dewasa ini kepadatan kerapatan pohon setiap
hektarnya tidak melebihi dari jumlah 400 sampai dengan 500 pohon. Hal itu
berarti jarak tanamnya perhektar adalah 7x3 m, 7, 14x 3, 33 m atau 8x2,5 m.
5. Pemeliharaan
Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan
tanaman karet meliputi :
- Pengendalian Gulma
Areal
pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah
menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium dan lainnya sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik.
- Pemupukkan
Selain pupuk dasar yang telah
diberikan pada saat penanaman, program pemupukkan secara berkelanjutan pada
tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian
dalam setahun
- Pemberantasan penyakit tanaman
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan
karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat
kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian secara terpadu
dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu dilakukan.
Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Penyakit
tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya
8.3 Pola Penyebaran Tanaman Karet di Indonesia
Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya
di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala
keluarga (KK), komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai
salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan
penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di
wilayah-wilayah pengembangan karet.
(http://regionalinvestment.com)
Gambar 1. Peta Sebaran Karet Di Indonesia
Tanaman karet banyak tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, terutama di pulau Sumatera, dan juga di pulau lain yang diusahakan
baik oleh perkebunan negara, swasta maupun rakyat. Sejumlah areal di Indonesia
memiliki keadaan yang cocok dimanfaatkan untuk perkebunan karet yang kebanyakan
terdapat di Sumatera dan beberapa ada di Jawa. Perkebunan karet di pulau Sumatera
meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Dalam
skala yang lebih kecil perkebunan karet didapatkan pula di Jawa, Kalimantan dan
Indonesia bagian Timur.
Terdapat
3 jenis perkebunan karet yang ada di Indonesia, yaitu Perkebunan Rakyat (PR),
Perkebunan Besar Negara (PBN) da Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga
jenis perkebunan tersebut, PR mendominasi dari luas lahan yang mencapai 2,84
juta hektar atau sekitar 85% dari lahan perkebunan karet. Dengan sedemikian
luasnya perkebunan karet yang dikelola rakyat, keterkaitan penyerapan tenaga
kerja dan sebagai sumber pendapatan rakyat diharapkan dapat ditingkatkan dengan
pengelolaan yang terpadu. Perkebunan besar diharapkan dapat menjalin program
kemitraan dengan petani agar nilai tambah dari pengelolaan perkebunan rakyat
dapat optimal diantaranya dengan kemitraan di bidang pemasaran, pembinaan
produksi hingga pembiayaan yang berkesinambungan (Parhusip, 2008).
Salah
satu langkah yang dapat mendorong peningkatan produksi perkebunan karet adalah
peremajaan lahan karet yang sebagian besar telah memasuki tahapan tidak produktif
(tanaman berusia di atas 20 tahun) di samping tetap melakukan perluasan lahan.
Strategi peremajaan lahan karet dinilai cukup baik dengan luas lahan karet saat
ini mencapai 3,4 juta hektar sehingga apabila lahan tersebut dioptimalkan
melalui peremajaan diharapkan tingkat produksi akan meningkat sekitar 20-30 %
(Parhusip, 2008).
Tabel 1. Luas Lahan dan
Produktivitas Karet (Data Tahun 2006)
No
|
Provinsi
|
Luas (Ha)
|
Produktivitas (Ton)
|
1
|
Bali
|
95
|
180
|
2
|
Bangka Belitung
|
28.845
|
19.151
|
3
|
Banten
|
23.507
|
11.005
|
4
|
Bengkulu
|
71.334
|
49.980
|
5
|
Irian Barat
|
34
|
25
|
6
|
Jambi
|
636.907
|
292.653
|
7
|
Jawa Barat
|
52.336
|
57.572
|
8
|
Jawa Tengah
|
30.315
|
29.419
|
9
|
Jawa Timur
|
25.180
|
23.965
|
10
|
Kalimantan Barat
|
379.038
|
256.751
|
11
|
Kalimantan Selatan
|
129.946
|
104.216
|
12
|
Kalimantan Tengah
|
255.657
|
189.372
|
13
|
Kalimantan Timur
|
58.105
|
24.465
|
14
|
Kepulauan Riau
|
30.929
|
21.296
|
15
|
Lampung
|
81.466
|
68.366
|
16
|
NAD
|
117.711
|
83.368
|
17
|
Papua
|
4.619
|
1.573
|
18
|
Riau
|
369.911
|
350.808
|
19
|
Sulawesi Barat
|
1.209
|
1.263
|
20
|
Sulawesi Selatan
|
19.475
|
7.979
|
21
|
Sulawesi Tengah
|
3.160
|
3.567
|
22
|
Sumatera Barat
|
124.256
|
90.468
|
23
|
Sumatera Selatan
|
648.754
|
517.799
|
24
|
Sumatera Utara
|
456.983
|
427.872
|
http://regionalinvestment.com)
8.4 Data Statistik Karet
Menurut data statistik perkebunan Indonesia yang
diterbitkan oleh Ditjen perkebunan tahun 2007, hanya ada 9 provinsi dari 33
provinsi di Indonesia yang tidak ditemui tanaman karet yaitu DKI-Jakarta, NTB,
NTT, SULUT, Gorontalo, SULTRA, Maluku dan Maluku Utara.
Tabel 2. Wilayah Sebaran Karet di Indonesia
No
|
Provinsi
|
Sebaran Wilayah
|
1
|
Bali
|
Kab. Klungkung
|
2
|
Bangka Belitung
|
Kab. Bangka,
Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Belitung, Bangka Belitung Timur
|
3
|
Banten
|
Lebak,
Pandeglang
|
4
|
Bengkulu
|
Bengkulu
Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Kepahiang, Lebong, Muko-muko, Rejang lebong,
Seluma, Kota Bengkulu
|
5
|
Irian Barat
|
Fak-Fak,
Manokwari
|
6
|
Jambi
|
Batang Hari,
Muaro Bungo, Kerinci, Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung
Jabung Timur
|
7
|
Jawa Barat
|
Kab. Bandung,
Bogor, Ciamis, Cianjur, Purwakarta, Subang, Sukabumi, Sumedang, Tasikmalay.
|
8
|
Jawa Tengah
|
Kab. Banyumas,
Batang, Cilacap, Jepara, Karanganyar, Kendal, Pati, Pekalongan, Semarang,
Kota Semarang
|
9
|
Jawa Timur
|
Kab.
Banyuwangi, Blitar, Jember, Jombang, Kediri, Lumajang, Madiun, Malang, Ngawi,
Tulung Agung
|
10
|
Kalimantan
Barat
|
Kab.
Bengkayang, Kapuas Hulu, Ketapang, Landak, Melawi, Sambas, Sanggau, Sekadau,
Sintang, Kota Pontianak, Kota Singkawang
|
11
|
Kalimantan
Selatan
|
Kab. Balangan;
Banjar; Hulu Sungai Selatan, Tengah dan Utara; Kota Baru, Tabalong, Tanah
Bumbu, Tanah Laut
|
12
|
Kalimantan
Tengah
|
Kab. Barito
Selatan, Timur, dan Utara; Gunung Mas, Kapuas, Katingan, Kota Waringin Barat
dan Timur, Lamandau, Marungkaya, Pulau Pisang, Seruyan, Sukamara dan Kota
Palangkaraya
|
13
|
Kalimantan
Timur
|
Kab. Berau,
Kutai Barat dan Timur, Kutai Kartanegara, Pasir, Kota Balikpapan dan Kota
Samarinda
|
14
|
Kepulauan Riau
|
Kabupaten
Karimun, Kepri dan Natuna
|
15
|
Lampung
|
Lampung
Selatan, Tengah, Timur, Utara; Tenggamus, Tulang Bawang, Waykanan.
|
16
|
NAD
|
Kab. Aceh
Barat, Barat Daya, Selatan, Tenggata, Timur, Utara; Aceh Besar, Aceh Jaya,
Nagan Raya, Pidie, Semeuleu, Langsa
|
17
|
Papua
|
Kab. Merauke
|
18
|
Riau
|
Kab. Bengkalis,
Indragiri Hilir dan Hulu, Kampar, Kuansing, Pelalawan, Rokan Hilir dan Hulu,
Siak, Kota Dumai
|
19
|
Sulawesi Barat
|
Kab. Mamuju
|
20
|
Sulawesi
Selatan
|
Kab. Bulukumba,
Sinjai
|
21
|
Sulawesi Tengah
|
Morowali
|
22
|
Sumatera Barat
|
Kab. Agam,
Dharmasraya, Kep. Mentawai, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan, Sawahlunto/Sijunjung, Solok, Solok Selatan, Tanah
Datar, Kota Padang, Sawahlunto, Solok
|
23
|
Sumatera
Selatan
|
Ka. Banyuasin,
Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Oran Ilir, Ogan Komering Ilir,
Ogan Komering Hulu, Lubuk Linggau, Kota Pagar Alam dan Prabumulih
|
24
|
Sumatera Utara
|
Kab. Asahan,
Dairi, Deli Serdang, Humbang, Hasundutan, Karo, Labuan Batu, Langkat,
Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Pakpakbharat, Serdang Berdagai,
Simalungun, Tapanuli Selatan, Utara dan Tengah; Toba Samosir
|
http://regionalinvestment.com)
Tabel 3. Data Luas Areal dan Produksi
Perkebunan Karet Seluruh Indonesia Menurut Pengusaha Tahun 2004-2009
Tahun
|
Luas Areal (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
||||||
PR
|
PBN
|
PBS
|
Jumlah
|
PR
|
PBN
|
PBS
|
Jumlah
|
|
2004
|
2.747.899
|
239.118
|
275.250
|
3.262.267
|
1.662.016
|
196.088
|
207.713
|
2.065.817
|
2005
|
2.747.021
|
237.216
|
274.758
|
3.279.391
|
1.838.670
|
209.837
|
222.384
|
2.270.891
|
2006*
|
2.796.251
|
237.869
|
275.352
|
3.309.472
|
1.916.538
|
218.724
|
231.802
|
2.367.064
|
2007**
|
2.840.991
|
241.675
|
279.758
|
3.362.424
|
1.986.382
|
226.695
|
240.250
|
2.453.327
|
2008**
|
2.886.447
|
245.542
|
284.234
|
3.416.222
|
2.055.095
|
234.537
|
248.560
|
2.538.192
|
2009**
|
2.932.630
|
249.470
|
288.781
|
3.470.882
|
2.123.629
|
242.358
|
256.849
|
2.622.836
|
Keterangan
PR : Perkebunan Rakyat, PBN : Perkebunan
Nesar Nasional, PBS : Perkebunan Besar Swasta
*) Angka
Sementara, **) Angka Estimasi
Sumber :Http://ditjenbun.depan.go.id
8.5 Pohon
Industri Karet
Sumber
: Direktorat Jendral Industri Agro dan kimia Departemen Perindustrian
8.6 Pemanfaatan Karet Untuk Saat Ini
Hasil utama dari pohon karet
adalah lateks yang dapat dijual/diperdagangkan oleh masyarakat
berupa latek segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin. Selajutnya
produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet
Remah yang menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir. Karet digunakan untuk mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen
yang terbuat dari karet seperti aneka ban kendaraan, conveyor belt,
penggerak mesin, sepatu karet, sabuk, penggerak mesin, pipa karet dan sebagai
isolator kabel. Bahan baku karet juga banyak digunakan untuk membuat
perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan
getaran misalnya shock absorbers. Karet
juga bisa digunakan untuk tahanan dudukan mesin, dipakai sebagai lapisan karet
pada pintu, kaca, dan pada alat-alat lain sehingga terpasang kuat dan tahan
getar serta tidak tembus air.
Untuk mengantisipasi kekurangan karet alam yang akan
terjadi, diperlukan suatu inovasi baru dari hasil industri karet dengan
mengembangkan nilai tambah yang bisa di peroleh dari produk karet itu sendiri. Nilai tambah produk karet
dapat diperoleh melalui pengembangan industri hilir dan pemanfaatan
kayu karet sebagai bahan baku industri kayu. Menunjuk dari pohon industri
berbasis karet. Terlihat bahwa cukup banyak ragam produk
yang dapat dihasilkan dari karet, namun sampai saat ini potensi kayu karet tua belum
dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kayu karet merupakan peluang
baru untuk meningkatkan margin keuntungan dalam industri karet.
Kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan rehabilitasi
kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya
kayu karet yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua
yang dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet
dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu
gergajian untuk alat rumah tangga (furniture). Kayu karet sebenarnya juga banyak diminati oleh konsumen
baik dari dalam negeri maupun luar negeri, karena warnanya yang cerah dan
coraknya seperti kayu ramin. Di samping itu, kayu karet juga merupakan salah
satu kayu tropis yang memenuhi persyaratan ekolabeling karena komoditi ini
dibudidayakan (renewable) dengan kegunaan yang cukup luas, yaitu sebagai
bahan baku perabotan rumah tangga, particle board, parquet, MDF (Medium Density
Fibreboard) dan lain sebagainya. (www.depperin.go.id)
Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan kebun
karet tua dapat dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program
penanaman tanaman hutan seperti sengon atau akasia sebagai
bahan pulp/pembuat kertas. Areal tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan
atau lahan‐lahan milik petani serta lahan‐lahan kritis
sekitar pemukiman.
Hasil samping lain dari perkebunan karet yang selama ini kurang
dimanfaatkan dan nyaris terbuang adalah biji karet. Dilihat dari komposisi
kimianya ternyata kandungan protein biji karet 27 % dari setiap 100 gram bahan.
Selain kandungan proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga
sangat baik. Semua asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh terkandung
didalammya. Agar biji karet dapat dimanfaatkan maka harus diolah terlebih dahulu
menjadi konsentrat.
Sebagai salah satu komoditi industri, produksi karet
sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan
proses produksinya. Produk industri karet perlu
disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Status industri
karet Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi
pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih
tinggi dengan melakukan pengeolahan lebih lanjut dari hasil
karet. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi industri yang lengkap, yang
mana diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan
teknologi yang dibutuhkan. Indonesia
dalam hal ini telah memiliki
lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi
dan inovasi di bidang perkaretan (www.depperin.go.id)
8.7 Prospek Pengembangan Karet sebagai Bahan
Baku Bioenergi
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi, dimana alam Indonesia menyimpan sejumlah potensi
ketersediaan bahan baku biodiesel yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hal ini
juga didukung oleh kondisi lahan di Indonesia yang relatif subur, sehingga
memungkinkan proses budidaya tanah-tanaman yang menjadi bahan baku biodiesel
dapat berlangsung dengan baik.
Berdasarkan jumlah kandungan minyak yang dimiliki,
tanaman kelapa dan kelapa sawit memiliki kandungan minyak yang tinggi. Akan
tetapi, kandungan minyak yang dimiliki merupakan minyak pangan (edible oil). Jika penggunaan diarahkan
sebagai bahan baku biodiesel, maka dikhawatirkan terjadinya kompetensi
penggunaan untuk kepentingan pangan. Oleh karena itu, sangatlah baik dipilih
jika dipilih tanaman yang memiliki kandungan minyak yang tinggi dan merupakan
jenis minyak non pangan (nonedible oil)
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Pemilihan tanaman karet (biji karet) sebagai bahan baku
biodiesel juga dikarenakan ketersediaan bahan bakunya yang melimpah di
Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai areal
perkebunan karet yang luas, dimana selain dari perkebunan karet inilah selain
menghasilkan getah (lateks), juga menghasilkan biji karet yang merupakan hasil
samping yang belum termanfaaatkan secara optimal. Selama ini biji karet tidak
dimanfaatkan dan hanya dibuang. Padahal satu pohon karet bisa menghasilkan
seribu biji atau sekitar 3,5 Kg. Dari jumlah itu, yang digunakan untuk
pembenihan hanya 10 persen saja, selebihnya tidak dimanfaatkan. Di Indonesia
sendiri, perkebunan karet tersebar dimana-mana. Bisa dibayangkan kalau luasnya
berhektar-hektar, berapa bahan baku biji karet yang tersedia. Harganya, tentu
saja murah karena biji karet selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Rendemen
minyak biji karet (kering) yaitu 40-50% (Biodiesel. Encyclopedia.
Columbia University Press. 2004) dan mempunyai prospek sangat bagus karena
tidak akan mengurangi komsumsi pangan.
Bobot biji karet sekitar 3-5 gram, tergantung dari
varietas, umur biji dan kadar air. Biji karet berbentuk bulat telur dan rata
pada salah satu sisinya. Biji karet terdiri atas 45 – 50 % kulit biji yang
keras berwarna coklat dan 50-55 % daging biji berwarna putih (Nadarajah,1969).
Minyak biji karet
Minyak biji karet
adalah minyak yang diekstrak dari biji pohon karet.Kandungan minyak biji karet
atau inti biji karet yaitu sebesar 45 – 50 % , dengan komposisi 18,9% asam
lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat dan stearat serta asam lemak tidak
jenuh sebesar 80,9 % yang terdiri atas asam oleat, linoleat dan linolenat. (http://en.wikipedia.org)
Tabel 4. Komposisi Asam-asam Lemak didalam Minyak Biji Karet
Jenis Asam Lemak
|
Persentase
|
Asam Palmitat
|
10,2
|
Asam Stearat
|
8,7
|
Asam Oleat
|
24,6
|
Asam Linoleat
|
39,6
|
Asam Linolenat
|
16,3
|
Aigbodion dan Pillai 2000
Minyak biji karet
merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang
mempunyai sifat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi
lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di
udara terbuka (Ketaren, 1986).
Mengingat kandungan
asam lemak bebas (FAA) di dalam minyak biji karet yang tinggi, yaitu sekitar
12,19 % maka proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet lebih efektif
dan efisien dilakukan dengan proses estran, yaitu proses dua tahap esterifikasi
dan transesterifikasi dengan menggunakan katalis yang sesuai. (Geo, V. E, et. al., 2008)
Berikut ini adalah tabel perbandingan karakteristik minyak karet (RSO)dan metil ester dari minyak
karet (RSOME) dengan diesel.
Tabel 5. Perbandingan Karakteristik antara Diesel dengan Biodiesel
Minyak Biji Karet
Kandungan
|
Rubber Seed Oil
|
Rubber Seed Oil Metil Ester
|
Diesel
|
Specific Gravity
|
0,922
|
0,8812
|
0,83
|
Kinematic Viscosity at 40 ͦC cST
|
33,91
|
5,96
|
3,8
|
Cetane Number
|
37
|
49
|
47
|
Heating Value MJ/Kg
|
37,5
|
41,07
|
42,9
|
Flash Point
|
198
|
140
|
50
|
Iodine Value
|
135,3
|
135,3
|
38,3
|
Acid Value
|
23,8
|
0,18
|
0,062
|
(Geo, V. E. et. al., 2008)
Daftar Pustaka
Anonymous. 2009. Biodiesel. Encyclopedia.
Columbia University Press.
Anonymous.
2009. Gambaran Sekilas Industri Karet. www.depperin.go.id/PaketInformasi/Karet.pdf. Tanggal Akses : 12 April 2009.
Anonymous.
2009. Karet. http://ditjenbun.deptan.go.id/images/stories/testing/karet.pdf
Tanggal Akses : 12 April 2009.
Anonymous. 2009. Karet.
http://www.wikipedia.org/wiki/Karet. Tanggal
Akses : 20 April 2009
Anonymous.
2009. Komoditas Karet. http://regionalinvestment.com/sipid/id/commodity.php?ic=4.
Tanggal Akses: 22 April 2009
Anonymous. 2009. Rubber
Seed Oil. http://en.wikipedia.org/wiki/Rubber_seed_oil.
Tanggal Akses : 20 April 2009.
Anonymous. 2009. Tentang
Karet. http://korannias.wordpress.com/2007/09/03/tentang-karet/. Tanggal Akses : 12 April 2009.
Aigbodion, A.I dan C.K.S. Pillai. 2000. Preparation, Analysis and Aplication of
Rubber Seed Oil and Its Derivatives as Surface Coating Material. Progress
in Organic Coatings 38 : 187-192
Anwar, Chairil. 2001. Manajemen dan Budidaya Karet, Pusat
Penelitian Karet. Medan.
BPPP DEPTAN. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Karet. Edisi 2, 2007.
Edwin Geo V, Chithirailingam P, Nagarajan G. 2008. Studies on dual fuel operation of rubber
seed oil and its bio-diesel with hydrogen as the inducted fuel. Int J Hydrogen Energy Volume 33, Issue 21
November 2008. Pages 6357-6367
Harsono,
S.S. 2006. Performance Mesin Diesel Melalui
Pemanfaatan Biodiesel dari Minyak Biji Karet dan Bekatul Padi. In Agung H., Sardjono, TW Widodo, P Nugroho dan Cicik S. Proc. Seminar Nasional
Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk Pembangunan Industri Pertanian. Bogor
29-30 Nov 2006.
Iskandar, S.H. Pengantar Budidaya Karet. Program
Diploma I. Jurusan PLPT Perkebunan-IPB. Bogor. 1983.
Ketaren,
S. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak
Pangan. UI-Press, Jakarta. 1986.
Nadarajah,
M. The Collection and Utilization of
Rubber Seed in Ceylon. RRIC Bulletin, 4 : 23. 1969.
Parhusip, Adhy Basar. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review No. 213. September
2008.
Setiawan, H. D dan Andoko, A. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2005
Supijanto dan Iskandar, H. S. Budidaya dan Pengolahan Karet, Dalam Rangka Pelatihan Guru Sekolah
Menengah Teknologi Pertanian. IPB. 46 hal. 1988.
Tim Penebar Swadaya. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya.
Jakarta. 2008
Belum ada Komentar untuk " Pengenalan Karet"
Posting Komentar