Menyusun Rencana Penelitian Metode Penelitian Administrasi Negara



1. Pendahuluan
Rencana penelitian adalah rencana, struktur dan strategi penyelidikan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga melaluinya diperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Melalui rencana penelitian pula dapat ditangani dan ditafsirkan kelainan (variance) yang diperoleh dari lapangan. Rencana diartikan sebagai skema atau program keseluruhan dari penelitian. Rencana mencakup segala sesuatu yang akan dilakukan oleh penyelidik mulai dari merumuskan masalah, merancang teorisasi, merumuskan hipotesis serta implikasi operasinya sampai  pada analisa dan interpretasi data. Struktur penelitian lebih khusus. Struktur adalah garis besar, skema, model pola (paradigm) dari operasi variabel. Jika kita membuat diagram yang memberikan garis besar variabel dan hubungan serta penjajaran mereka, maka kita telah membuat skema struktur untuk melaksanakan tujuan operasi penelitian. Strategi juga lebih khusus dari rencana. Strategi mencakup metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data. Dengan kata lain, strategi berarti bagaimana mencapai tujuan penelitian dan bagaimana mengatasi masalah-masalah dalam melaksanakan penelitian (Kerlinger, 1964 : 275)
Berikut ini akan dibicarakan unsur-unsur (rubrikasi) rencana penelitian yang terdiri atas 13 topik , yaitu Latar Belakang Masalah, Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Hipotesis, Definisi Konsep, Definisi Operasional, Rincian Data, Metode Pengumpulan Data, Sampel Dan Populasi, Metode Pengujian Hipotesis, dan Sistematika Laporan.

2. Latar Belakang Masalah
Dalam rubrik latar belakang yang harus disajikan adalah menyangkut soal-soal bagaimana, dimana dan mengapa masalah yang sedang diajukan perlu dibicarakan. Informasi atau uraian yang perlu disajikan dalam rubrik ini adalah bagian belakang pada "potret" permasalahan. Jika kita hendak melakukan penelitian menyangkut issue pelayanan umum di sebuah rumah sakit, maka perlu terlebih dahulu disajikan gambaran tentang bagaimana proses pelayanan umum dilaksanakan di rumah sakit yang menjadi sasaran penelitian. Gambaran yang diberikan bisa menyangkut jenis pelayanan umum yang diberikan selain pelayanan  pengobatan orang sakit, seperti penyediaan obat-obatan, konsultasi dan sebagainya. Selanjutnya perlu diberikan gambaran tentang bagaimana proses (tahapan atau langkah-langkah) pelayanan diberikan. Untuk setiap tahapan pada setiap jenis pelayanan perlu diberikan gambaran. Dari gambaran itu, akan dapat dilihat pada bidang mana pelayanan umum mengandung masalah. Sebagai contoh: Data tentang jumlah orang yang antri pada setiap harinya, informasi tentang lamanya orang harus antri hingga mendapat pelayanan, kualitas pelayanan dan sebagainya. Selanjutnya perlu juga dijelaskan tentang implikasi dari kondisi pelayan terhadap upaya-upaya peningkatan kesehatan masyarakat sebagai salah satu bidang dalam pembangunan sosial. Terpenting dalam hal ini, harus diupayakan agar dalam setiap deskripsi (gambaran) yang diberikan tersedia data empiris sehingga tidak ada kesan bahwa masalah yang hendak diajukan berupa "karangan" atau rekaan semata.

3. Masalah
Salah satu kesulitan yang sering dihadapi oleh mahasiswa ketika harus mengajukan  rencana penelitian untuk bahan skripsi adalah merumuskan masalahnya secara sederhana, jelas dan lengkap. Terdapat kemungkinan mahasiswa masih hanya memiliki gagasan umum, belum terfokus, dan bahkan sama sekali belum memiliki masalah. Ini memang merupakan kompleksitas penelitian ilmiah yang tidak bisa dihindari dan harus dilalui oleh mahasiswa. Untuk menyelesaikan persoalan ini, diperlukan penjelajahan atau eksplorasi secara serious  pemikiran-pemikiran para ahli atau hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil penjelajahan tersebut, diharapkan  mahasiswa dapat menyatakan dengan jelas pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperoleh jawabannya.
Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa adanya pernyataan (statement) yang memadai tentang masalah penelitian adalah salah satu di antara sekian bagian-bagian terpenting dalam penelitian. Kalaupun  masalah penelitian belum segera dapat dinyatakan secara memuaskan, pada suatu saat, hal itu tidak usah membuat kita menutup mata terhadap kenyataan bahwa pernyataan masalah semacam itu memang diperlukan.
Dengan mengingat kesulitan ini, dapat kita kemukakan sebuah prinsip mendasar: Jika kita hendak memecahkan suatu masalah, kita harus secara umum mengetahui apa masalahnya. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar pemecahannya terletak pada pengetahuan kita tentang hal yang sedang kita coba kerjakan. Sebagian lainnya terletak pada pengetahuan tentang sifat hakikat suatu masalah, khususnya tentang sifat- hakikat suatu masalah ilmiah.
Bagaimanakah pernyataan masalah yang baik itu?
Kendati masalah penelitian sangat beraneka, dan tidak satu cara tunggal yang mutlak  benar untuk menyatakan suatu masalah , namun ciri-ciri tertentu dari masalah dan  cara menyatakan suatu masalah dapat dipelajari. Untuk memulainya, marilah kita ambil dua atau tiga contoh masalah penelitian yang diterbitkan, dan mengkaji karakteristiknya. Pertama, kita ambil masalah : Apakah akibat dari berbagai insentif terhadap hasil belajar siswa? Perhatikanlah bahwa masalahnya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Di sini cara paling mudah adalah yang paling baik. Perhatikan pula bahwa masalah itu menyatakan suatu hubungan antara variabel-variabel, dalam hal ini antara variabel insentif dengan variabel hasil belajar siswa (prestasi). Perhatikan, bahwa yang dimaksud suatu variabel adalah nama fenomen, atau konstruk, yang nantinya untuk menjelaskannya dilengkapi dengan sederetan harga/nilai numerikal.
Dengan demikian, suatu masalah adalah sebuah kalimat tanya atau pernyataan yang menanyakan: Hubungan apakah yang terdapat antara dua variabel atau lebih? Jawabannya pertanyaan itulah yang dicari  melalui penelitian. Pada kebanyakan kasus, suatu masalah memiliki dua variabel atau lebih. Dalam contoh tentang masalah di atas, pernyataan masalah menanyakan tentang kaitan antara insentif dengan hasil belajar siswa.
Suatu masalah lain, misalnya: Apakah sikap terhadap nonpribumi mempengaruhi penilaian tentang effektivitas kebijakan ekonomi publik? Variabel yang satu ialah sikap, sedangkan variabel kedua adalah penilaian tentang kebijakan ekonomi publik.
Ada tiga kriteria untuk menentukan permasalahan yang baik dan pernyatan masalah yang baik. Pertama, masalah itu harus mengukapkan suatu hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan demikian, masalah itu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah A berhubungan dengan B? Bagimanakah A dan B berhubungan dengan C? Bagaimanakah  antara A dengan B dalam kondisi  p dan kondisi  q ?
Kedua, masalahnya harus dinyatakan secara jelas dan tidak mendua. Kita tidak membuat pernyataan seperti: "Masalahnya adalah..." atau "Maksud kajian ini adalah ...", melainkan mengajukan pertanyaan. Pentingnya pertanyaan ialah karena  melaluinya diajukan soal atau masalahnya secara langsung. Tujuan kajian tidak mesti sama dengan masalah yang dikaji itu. Tujuan telaah contoh pertama di atas misalnya, adalah untuk menjelaskan tentang penggunaan insentif dalam sekolah. Masalahnya adalah pertanyaan tentang hubungan antara insentif  dan prestasi. Sekali lagi, cara paling sederhana adalah cara yang terbaik: ajukan pertanyaan !!!  Ketiga, biasanya sulit dipenuhi, yaitu  masalah harus dirumuskan dengan cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan pengujian empiris. Suatu masalah yang tidak mengandung implikasi pengujian hubungan atau hubungan-hubungan yang dinyatakannya, bukanlah masalah  ilmiah. Ini tidak hanya berarti adanya pernyataan tentang suatu hubungan aktual, melainkan juga tentang adanya kemungkinan pengukuran variabel-variabel hubungan itu dengan sesuatu cara tertentu. Banyak pertanyaan menarik dan penting yang bukan pertanyaan ilmiah, karena tidak dapat diuji. Pertanyaan-pertanyaan filosofis dan teologis tertentu, kendati mungkin penting bagi individu-individu yang memperhatikannya, tidak dapat diuji secara empiris sehingga tidak menarik minat ilmuwan. Pertanyaan epistemologis "Bagaimanakah kita tahu?" adalah salah satu pertanyaan macam itu. Di dunia pendidikan, banyak pertanyaan penting namun tidak ilmiah. Misalnya, "Apakah pendidikan yang demokratis meningkatkan proses belajar pemuda?" "Apakah proses-proses kelompok baik bagi anak-anak?" Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dikatakan bersifat metafisis dalam arti bahwa pertanyaan itu-sekurang-kurangnya dalam bentuk pernyataannya-tidak memiliki kemungkinan pengujian empiris. Kesulitan-kesulitan utama ialah bahwa beberapa di antaranya bukan merupakan hubungan, dan kebanyakan diantara konstruk-konstruknya sangat sulit atau tak mungkin ditetapkan dengan sesuatu cara hingga memungkinkan pengujian.
Secara psikologis, terdapat dua tahapan yang dialami ketika berhadapan dengan masalah. Pertama, adanya suatu kejadian (peristiwa). Misalnya: Kita baca di koran berita tentang dipotongnya dana bantuan desa oleh oknum tertentu. Berdasarkan berita itu kita kemudian menganggap perlu untuk mengetahui bagaimana komitmen pejabat tentang upaya pemberantasan kemiskinan pada masyarakat pedesaan.  Pada tahap ini berarti kita telah menemukan variabel terikat masalah yang dapat diajukan menjadi suatu penelitian, yaitu: Komitmen Pejabat atas Program Pemberantasan Kemiskinan di Pedesaaan. Kedua, aktivitas  psikologis ketika kita mulai bertanya tentang faktor-faktor apakah yang berhubungan  dengan atau mempengaruhi komitmen pejabat atas program pemerintah. Pada tahapan ini berarti kita mulai mencoba mengidentifikasi variabel-variabel bebas untuk penelitian tentang komitmen pejabat yang dimaksud.

4. Tujuan Penelitian
Dalam rubrik tujuan penelitian kita mengajukan pernyataan-pernyataan yang menjelaskan tentang sasaran penelitian. Melalui pernyataan-pernyataan yang dimaksud kita menjelaskan tentang sasaran  akhir (goal) aktivitas penelitian yang akan dilakukan.
Contoh : Untuk sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada Instansi X terhadap Kualitas Pelayanan Publik, dituliskan dalam rubrik tujuan penelitian sebagai berikut:
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengukur Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada Instansi X
2. Mengukur Kualitas Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Instansi X
3. Mengukur keeratan hubungan dan pengaruh  Tingkat Kesejahteraan Pegawai Instansi X terhadap Kualitas Pelayanan Publik yang diselenggarakan instansi X.

5. Manfaat Penelitian
Dalam Rubrik ini dikemukakan tentang penggunaan hasil penelitian. Konkritnya, rubrik ini mengemukakan uraian yang isinya adalah untuk menjawab pertanyaan : "Untuk apa hasil penelitian ini digunakan?". Ilmu bermata dua : Dapat digunakan untuk  hal yang baik maupun untuk hal yang buruk. Pernyataan tentang manfaat penelitian sebaiknya dimulai dengan kata-kata "hasil penelitian ini dapat digunakan untuk..."
Contoh: Dari penelitian yang berjudul Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada Instansi X terhadap Kualitas Pelayanan Publik,  pada rubrik manfaat penelitiannya sebagai berikut:
Hasil-hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk:
1. Bahan masukan bagi perencanaan peningkatan kesejahteraan pegawai  instansi X
2. Bahan masukan bagi evaluasi pelayanan publik yang diselenggarakan instansi X

6. Kerangka Teori
Kejadian yang ditanyakan adalah variabel terikat kita. Dalam rubrik kerangka teori kita bahas pendapat-pendapat para ahli yang mengemukakan tentang penyebab (=variabel bebas) masalah kita (=kejadian yang kita tanyakan). "Pendapat" yang kita kutip tersebut disebut teori. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa sering terdapat kekeliruan dalam menafsirkan apa yang dimaksud dengan teori. Pendapat yang hanya mengemukakan uraian dan penjelasan tentang satu konsep bukanlah teori. Teori harus memperlihatkan variabel-variabel, dan sekaligus hubungan-logisnya.
Salah satu tujuan ilmu adalah menemukan penyebab dari sesuatu akibat. Penemuan sebab-akibat disebut penjelasan umum. Penjelasan umum ini sering disebut dengan teori. Berdasarkan penemuan ini kemudian ilmu dapat memberikan  deskripsi (description) penjelasan (explanation) dan atau prediksi (prediction).  Lebih lanjut akan dapat diberikan  rekomendasi bagi kebijakan (policy).
Menurut Kerlinger,  teori adalah segugus konsep, definisi dan proposisi yang saling berhubungan yang menyatakan suatu pandangan  sistematis tentang suatu gejala dengan memerinci hubungan antar variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. ( Lihat Kerlinger, 1964 ; 11).
Bertitik tolak dari rumusan diatas dapat dikemukakan 4 (empat) komponen teori sebagai berikut :
1. Setiap teori mempunyai variabel terikat (=sesuatu yang dijelaskan atau akibat), sesuatu yang menjadi masalah.
2. Setiap teori mempunyai harus merinci variabel bebas (=penyebab).
3. Setiap teori mempunyai tertib logika (logical order), yaitu bagaimana teori itu menata hubungan antara varibel bebas dengan variabel terikat.  Berdasarkan tertib logika itu kita dapat menjabarkan berbagai hipotesis-yaitu pernyataan tentang kondisi perubahan tertentu pada variabel terikat.
Jika kita memadukan sejumlah hipotesa kedalam suatu sistem terorganisasikan, maka kita sebut itu dengan model. Misalnya, kita mempunyai 3 (tiga) hipotesis sebagai berikut :
1. Jumlah investasi swasta mempengaruhi tingkat kesempatan kerja.
2. Jumlah pengeluaran pemerintah mempengaruhi tingkat kesempatan kerja.
3. Volume perdagangan luar negeri  mempengaruhi tingkat kesempatan kerja.  
Jika kita merumuskan interaksi antar ketiga determinan itu dalam hubungannya dengan tingkat kesempatan kerja menurut logika maka sebenarnya kita telah menemukan model. Namun, tertib logika atau penataan logis belum berakhir jika kita telah menemukan model-model kompleks. Model-model ini berakar dalam sejumlah definisi, assumsi dan postulat.  Hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat investasi  menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak, bergantung pada assumsi  bahwa tenaga kerja tergugah untuk memberikan respons yang positif terhadap peningkatan upah. Definisi, assumsi dan postulat seperti itu disebut kerangka teori. Suatu hipotesis baru dapat dipahami jika diletakkan dalam suatu kerangka teori. Dengan kata lain, hipotesis dan model seharusnya dijabarkan dari kerangka teori.
4. Implisit atau eksplisit setiap teori harus menetapkan dengan alat apa kita dapat mengukur hubungan atau pengaruh dalam teori itu. Dengan kata lain, metode penelitiannya.          
Dengan demikian, membahas teori adalah menilai teori berdasarkan keempat komponen teori sebagaimana disebut di atas. Kita dapat menolak teori  dilihat dari salh satu komponennya. Teori yang didukung adalah teori yang yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Kita dapat mengambil satu atau lebih komponen sesuatu teori, tergantung pada pertanyaan penelitian yang kita rumuskan.

7. Hipotesis
Hipotesis yang hendak kita uji adalah hasil pembahasan kita atas teori-teori yang dianggap dapat menjawab pertanyaan penelitian kita. Hipotesis adalah kesimpulan deduktif. Hipotesis kita mesti lebih "benar" dari teori yang kita bahas. Hipotesis adalah suatu kalimat berita yang menyatakan dugaan tentang hubungan  antara 2 (dua)  variabel atau lebih. Dengan demikian, hipotesis baru dianggap hipotesis jika menyatakan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Hipotesis dapat dirumuskan sebagi berikut:

"Semakin.........................................,semakin ........................................................."
"Jika.................................................,maka.....................mempengaruhi................."
"Dalam keadaan.............................., maka  ...……….…mempengaruhi....…........." 

Variabel adalah konsep atau konstruk. Namun, perlu ditambahkan penjelasan bahwa konsep yang dimaksud telah atau akan memiliki variasi nilai ketika dikenakan kepada objek penelitian.
Konsep atau konstruk adalah "kata" yang mengungkapkan suatu abstraksi yang diperoleh dengan membuat generalisasi dari hal-hal khusus. "Politik" adalah kata yang mengungkapkan  abstraksi  yang diperoleh dengan membuat generalisasi dari hal-hal : membentuk partai politik, mencalonkan wakil partai politik dalam pemilihan umum, menempatkan anggota partai politik dalam Dewan Perwakilan Rakyat, mengajukan individu (figur yang diunggulkan) menjadi wakil  Presiden atau Presiden dan lain-lain. Konstruk sedikt berbeda dengan konsep. Dalam konstruk terdapat arti buatan. Memang , kontruk adalah kata-kata ilmiah (= istilah). Sementara itu, konsep semata-mata adalah kata sebagaimana berkembang dalam bahasa (sebagaimana terdapat dalam kamus), namun konsep juga adalah abstraksi.

Variabel, konstruk dan konsep adalah abstraksi, bukan konkrit , bukan perilaku, bukan fenomen. Masalah adalah konkrit. Masalah adalah kejadian yang ditanyakan. Variabel  sedikit berbeda  dengan konstruk. Konstruk tidak mengandung "pengukur tingkat", "hal-hal khusus" yang diabstraksikannya. Variabel tidak hanya suatu generalisasi (abstraksi) dari hal-hal khusus, melainkan juga menunjukkan sifat (yang menampakkan dirinya dalam nilai) dari hal khusus yang diabstraksikannya. Karena itu, variabel dirumuskan sebagai lambang -lambang dari konstruk- yang dapat dilekati dengan bilangan -bilangan (score) atau nilai. Inilah sebabnya mengapa ia disebut dengan variabel (yang arti sebenarnya adalah berubah-ubah, karena angka-angka yang dilekatkan kepadanya dapat berubah-ubah).

Politik adalah konstruk. "Politik" sebagai variabel dapat dilambangkan denga "p". Jika kita ingin, misalnya mengatakan bahwa "hal-hal khusus yang diabstraksikannya adalah pembentukan partai politik, maka kita dapat melekatkan bilangan "2" kepada "p" sehingga kita memperoleh variabel p2. Lambang apa yang kita  gunakan untuk menyatakan variabel, bilangan berapa yang kita berikan, tergantung pada kebutuhan analisis kita.
Dapat dikemukakan  3(tiga) macam variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas, adalah penyebab anggapan.
2. Variabel Terikat, adalah akibat anggapan.
3. Variabel  Antara (Intervening Variable), adalah variabel yang "terletak" antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Tentang hipotesis dan pernyataan hipotesis yang baik, terdapat dua kriteria. Kriteria itu sama dengan yang berlaku untuk masalah dan pernyataan masalah. Pertama, hipotesis adalah pernyataan tentang relasi antara variabel-variabel. Kedua, hipotesis mengandung implikasi-implikasi yang jelas terhadap cara atau metode pengujian hubungan-hubungan yang dinyatakan itu. Maka, kriteria ini berarti bahwa pernyataan hipotesis mengandung dua variabel atau lebih yang dapat diukur, atau berkemungkinan untuk dapat diukur, dan bahwa pernyataan hipotesis menunjukan secara jelas dan tegas cara variabel-variabel itu berhubungan.

8. Definisi Konsep
Definisi konsep dari suatu konstruk (atau variabel yang terdapat dalam hipotesis) adalah definisi yang mendefinisikan konstruk dengan konstruk lain. Misalnya definisi konsep dari  "pendidikan" adalah "sosialisasi", "pembangunan" adalah "peningkatan  penghidupan". Disini konstruk "pendidikan" dan "pembangunan" dirumuskan dengan konstruk lain , yaitu : sosialisasi dan  penghidupan.

Variabel
Secara agak longgar ilmuwan menyebut konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang mereka pelajari sebagai "variabel'. Contoh-contoh variabel yang penting dalam sosiologi, psikologi, dan pendidikasn ialah; jenis kelamin, penghasilan, klas sosial, produktivitas organisasi, mobilitas pekerjaan, tingkat aspirasi, bakat/kecakapan verbal, kecemasan, afiliasi agama, preferensi politik, pembangunan/perkembangan politik (menyangkut sesuatu bangsa/negara), orientasi kerja, sikap/paham antisemit, koformitas, daya ingat (recall memory), daya kenal (recognition memory), dan prestasi. Dapat dikatakan bahwa variabel ialah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai. Kalau diungkap itu memberikan kita gagasan intuitif tentang variabel; tetapi masih dibutuhkan wawasan yang lebih umum namun sekaligus lebih tepat.
Variabel adalah simbol/lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Misalnya, x adalah sebuah variabel; ia adalah suatu simbol/lambang yang padanya kita lekatkan nilai beruap angka. Variabel x ini dapat memiliki sebaranghimpunan nilai-misalnya, skor uji/tes kecerdasan atau skala sikap (attitude scale). Dalam hal kecerdasan, pada x kita lekatkan sehimpunan nilai berupa angka yang didapatkan dari prosedur yang digariskan dalam suatu uji kecerdasan tertentu. Himpunan nilai ini mencakup dari rendah hingga tinggi; misalnya 50 sampai 150.
Akan tetapi, suatu variabel dapat hanya memiliki dua niali. Jika konstruk yang sedang kita kajin adalah jenis kelamin, maka nilai  yang dapat  dilekatkan pada x ialah 1 dan 0; nilai 1 untuk salah satu jenis kelamin, nilai 0 untuk jenis yang astunya lagi. Contoh-contoh lain untuk variabel dua nilai adalah hidup-mati; Republik-Demokrat; klas menengah-klas bawah; guru-bukan guru; warga negara-bukan warga negara; dan lain-lain. Variabel-variabel itu disebut dikotomi atau variabel dikotomis.
Ada beberapa variabel dalam penelitian behavioral yang merupakan dikotomi sejati; artinya:variabel-variabel itu ditandai dengan ada atau tidanya suatu sifat; misalnya: pria-wanita; hidup-mati; bekerja-menganggur. Beberapa variabel lain merupakan politomi. Contoh yang baik adalah anutan agama: Protestan, Katolik, Jahudi, lainnya. Akan tetapi kebanyakan  variabel  dalam teori dapat memiliki nilai kontinu. Dalam penelitian behavioral, sudah lazim orang mengkonversikan variabel kontinu menjadi dikotomi ataupun politomi. Misalnya, kecerdasan, yang merupakan variabel kontinu, dibagi-bagi menjadi kecerdasan tinggi dan rendah atau tinggi, sedang, dan rendah. Variabel-variabel seperti kecemasan, ntroversi, dan ototarinisme punm diperlukan demikian. Variabel dikotomis sejati jenis kelamin, tidak  mungkin dikonversikan menjadi variabel kontinu; sebaliknya variabel kontinu selalu mungkin dikonversikan menjadi dikotomi atau politomi. Seperti akan kita lihat nanti, konversi macam itu dapat membantu tercapainya tujuan konseptual yang bermanfaat, tetapi ini meruapakn praktek yang buruk dalam kerja analisis karena membuang-buang informasi.


9. Definisi Operasional
Defini operasional adalah definisi yang merinci kegiatan kegiatan peneliti dalam mengukur variabel. Definisi operasional menentukan gejala/hal-hal khusus/indikator dari sesuatu vaiabel  dan bagaimana kita mengukur gejala  itu.
Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara mentapkan kegiatan-kegiatan  atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu.
Kemungkinan lainnya, suatu defenisi operaional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Alhasil, defenisi operasional berbunyi:"kerjakan ini dan itu dengan cara begini dan begitu". Singkatnya, defenisi macam ini memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan menrinci hal yang harus dikerjakan  oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.
Contoh defenisi operasional yang terkenal, walaupun ekstrem, adalah ini: Inteligensi (atau kecemasan, prestasi, dan lain-lain) ialah skor yang dicapai pada tes inteligensi X; atau: inteligensi ialah ihwal yang diukur oleh tes inteligensi X. Defenisi ini memberitahukan  kepada kita hal yang harus kita lakukan untuk mengukur inteligensi. Sama sekali tiada ditinjau tingkat kebaikan pengukuran inteligensi dengan instrumen yang disebutkan itu. (Keadektuatan tes tersebut tentunya sudah terjamin sebelum peneliti menggunakannya). Dalam penggunaan ini, suatu definisi operasional merupakan ekuasi (persamaan) yang berbunyi: "Mari kita tetapkan bahwa kecerdasan sama dengan skor yang dicapai untuk tes inteligensi X". Juga kita katakan,  "Arti inteligensi (dalam penelitian ini) dinayatkan dengan skor tes inteligensi X".
Secara umum, ada dua macam defenisi operasional: (1) terukur dan (2) eksperimental. Defenisi yang dipaparkan di atas lebih erat berkait dengan definisi-terukur daripada dengan definisi eksperiemntal. Definisi operasioanl terukur memaparkan cara pengukuran suatu variabel. Contohnya, prestassi dapat didwefinisikan dengan suatu tes baku mengenai prestasi, dengan tes prestasi yang dibaut oleh guru, atau dengan tingkatan (grade). Hiller, Fisher, dan Kaess yang mengkaji pengajran dengan mengatakan secara tegas kata-kata dan frase-frase yang menyebabkan pelajaran menjadi tidak jelas, misalnya "beberapa", "kadang-kadang", "semuanya ini", "tidak terlalu", "cukup banyak". Rekaman video pelajaran-pelajaran yang diselenggarakn dianalisis dengan menggunakan  "definisi" kekaburan itu serta variabel-variabel verbal lainnya yang diberi batasan operasional, misalnya minat, informasi, dan kelancaran verbal. Dalam suatu kajian, barangkali digunakan pertimbangan (consideration) sebagai variabel. "Pertimbangan" ini dapat didefinisikan secara operasional dengan mencatat tingkah laku anak-anak yang dianggap sebagi tingkah laku dengan pertimbangan dan kemudian guru diminta menilai anak-anak itu dengan lima tingkatan nilai. Tingkah laku demikian mungkin dapat dilihat ketika anak-anak mengatakan satu sama lain: "Wah, sayang ya!", atau "maaf", ketika anak lain itu menmintanya (tetapi tidak lantaran ancaman agresi), atau ketika seorang anak membantu anak lain mengerjakan tugas.
Sebuah definisi operasional eksperimental menyebutkan rincian-rincian hal yang dilakukan penyelidik dalam memanipulasi sesuatu variabel. Definisi operasional untuk "penguat" (reinforcement) dapat diberikan dengan menyatakan secara rinci bagaimana subyek-subyek diberi penguat (imbalan) dan tidak diberi penguat (tidak diberi imbalan) karena melaksnakan tingkah-laku tertentu. Misalnya, dalam kajian Hurlock yang dibicarakan di depan, beberapa anak dipuji, beberapa anak lain dicela, dan beberapa anak lain tidak diacuhkan. Dollard dan kawan-kawan mendefenisikan frustasi sebagai keterhambatan dari pencapaian sesuatu tujuan, atau "...intereferensi dengan kemunculan suatu respon tujuan yang didorong, pada saat yang tepat dalam runtunan (sequence) tingkah laku". Definisi ini mengandung implikasi yang jelas untuk manipulasi dalam eksperimennya. Freedman, Wallington, dan Bless memberikan definisi operasional untuk rasa bersalah (guilt) dengan membujuk subyek untuk berdusta. Dianggap bahwa berdusta akan mengakibatkan timbulnya rasa bersalah. Contoh-contoh lain  untuk kedua jenis definis operasional ini akan disajikan nanti.
Para peneliti ilmiah cepat atau lambat pasti menghadapi keharusan untuk mengukur variabel dalam relasi yang dipelajarinya. Pengukuran itu kadang-kadang mudah, kadang-kadang sulit. Pengukuran jenis kelamin atau klas sosial adalah hal mudah; adapun pengukuran kretivitas, konservatisme, atau efektivitas organisasi merupakan hal yang lebih sulit. Ia merupakan unsur yang niscaya terdapat dalam penelitian ilmiah, sebab memungkinkan peneliti untuk mengukur variabel, dan observasi mustahil bial tidak ada petunjuk yang jelas serta cukup rinci tentang hal yang diamati dan cara pengamatannya. Defenisi operasioanl adalah petunjuk demikian.
Sungguhpun merupakan sesuatu yang niscaya harus ada, definisi operasional hanyalah mengandung arti yang terbatas tentang konstruk. Tidak satu pun definisi operasional yang mampu mengungkapkan segala seluk-beluk suatu variabel. Misalnya saja, tidak satu pun defenisi operasional yang mampu mengungkapkan prasangka manusia dengan segala seginya yang banyak dan berbagai-bagai itu. Ini berarti bahwa variabel-variabel yang diukur oleh ilmuwan selalu mengandung arti yang terbatas dan spesifik. "Kreativitas" yang dikaji oleh psikolog bukanlah "kreativitas" seperti yang dimaksudkan oleh seniman, sungguhpun antara keduanya tentu saja terdapat unsur-unsur yang sama.
Ada beberapa ilmuwan tertentu yang menyatakan bahwa arti operaional yang terbatas itu merupakan satu-satunya arti "maknawi"; mereka katakan bahwa semua definisi lain hanyalah omong kosong metafisik. Menurut para ilmuwan itu, pembahsan tentang kecemasan adlah isapan jempol metafisik, kecuali jika ada definisi operasional yang memadai tentang kecemasan, dan definisi ini digunakan dalam kajian itu. Itu adalah wawasan yang ekstrem, walaupun memang mengadung segi-segi yang sehat. Jika kita menekankan agar setiap istilah yang kita gunakan dalam wacana ilmiah didefinisikan secara operasional, yang  akan muncul ialah   pandangan yang terlalu sempit, terlalu terbatas, dan dari segi ilmiah tak sehat.
Operasionalisme yang ekstrem memang berbahaya. Akan tetapi, dengan aman dapat dinyatakan bahwa selama ini pengaruhnya sehat karena seperti yang dikatakan Skinner, "Lepas dari segala kekurangannya, sikap operasionalisme merupakan hal yang baik dalam sebarang ilmu khususnya psikologi; sebab terdapat perbendaharaan kata yang demikian luas dan berasal dari sumber purba yang non ilmiah". Jika kita berbicara tentang istilah-istilah yang digunakan dibidang ilmu pendidikan, jelaslah bahwa pendidikan pun menggunakan perbendahaaraan istilah yang purba dan non ilmiah. Ingatlah ini misalnya: anak yang utuh; pemerkayaan horizontal dan vertikal; memenuhi kebutuhan siswa; kurikulum inti; penyesuaian emosional; dan pemerkayaan kurikurel.

10. Rincian Data
Rubrik ini merincikan data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang diperlukan adalah gejala-gejala yang menjadi indikator varibel-variabel yang dinyatakan dalam hipotesis penelitian. Suatu hipotesis yang menyatakan variabel variabel yang kemudian ternyata tidak mempunyai indikator/gejala (kita tidak dapat merumuskan indikatornya) harus diganti.
Misalnya, variabel kita adalah "pembangunan". Kita telah merumuskan definisi konsep "pembangunan" sebagai "peningkatan penghidupan". Dan kita telah merumuskan pula definisi operasional "peningkatan penghidupan" dengan mengukur pendapatan. Telah kita tentukan pula , misalnya, bahwa yang memperoleh pendapatan di atas Rp. 100.000,- digolongkan berpendapatan rendah dan variabelnya kita lambangkan dengan "p3", yang berpendapatan di atas Rp.100.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- kita golongkan berpendapatan "sedang" dan dilambangkan dengan "p2", dan diatas Rp.1.000.000,- digolongkan berpendapatan "tinggi" serta dilambangkan dengan "p1".
Definisi operasional di atas tentang pembangunan menunjukkan bahwa data yang kita perlukan adalah data tentang besar pendapatan dari sampel kita.

11. Metode Pengumpulan Data    
Data yang kita perlukan telah kita ketahui. Sekarang, dengan apakah data tentang besar pendapatan di atas kita kumpulkan ? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh uaian dalam rubrik ini. Data diatas dapat dikumpulkan dengan  kuessioner atau wawancara, ataupun dengan dokumen yang telah tersedia di Jawatan Pajak. Metode pengumpulan data yang lain adalah observasi.

12. Sampel dan Populasi
Sampel dan variabel adalah substansi dari penelitian. Sampel menunjukkan sumber data serta populasi menunjukkan batas-batas berlakunya hasil penelitian, dan variabel menunjukkan data apa yang akan kita gali dari sumbernya. Kedua substansi ini menentukan implementasi rencana penelitian.
Menentukan sampel adalah mengambil sebagian dari populasi sebagai wakil dari populasi. Populasi adalah terdiri atas semua satuan-satuan yang mempunyai ciri tertentu yang menjadi tempat/wadah penggeneralisasian penemuan peneliti.

13. Metode Pengujian Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menunjukkan apakah dugaan atau ramalan didukung atau tidak didukung data. Didukung data atau membuktikan hipotesis adalah mengukur apakah variabel-variabel yang dinyatakan dalam hipotesis mempunyai hubungan atau tidak. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan metode pengujian hipotesis adalah alat-alat statistik  un tuk mengukur hubungan yang dinyatakan dalam hipotesis.
Alat-alat statistik atau pengukur mana yang digunakan tergantung pada tingkat pengukuran (skala pengukuran). Kita ketahui  bahwa terdapat 4 (empat) skala pengukuran, yaitu : nominal, ordinal, interval dan ratio. Masing-masing skala ini membutuhkan pengukur-pengukur hubungan sendiri-sendiri. Perhatikan tabel berikut :







Beberapa Teknik Analisis untuk Penelitian Sosial


Variabel Terpengaruh
Variabel Pengaruh
Nominal
Ordinal
Interval
Dikotomi
Politomi
Nominal
Dikotomi
1.  Difference of proportion test
2.  Chi-Square
3.  Fisher’s exact test
4.  Phi coefficient

1.   Kruskal-Wallis
2.   Friedman’s 2 way analysis of variance
1.Logistic Multiple regression
2.Discriminant analysis
Politomi
1.  Chi-Square
2.  Kendall’s VCT
1.Chi-Square
2.Kendall’s VCT


Ordinal
1.     Man-Whitney
2.     Smirnov-Kolmogorov

1.   Rank order correlation
2.   Kendall’s tau
3.   Gamma
4.   Coefficient of concordance
Ubah var. ordinal menjadi var. nominal dan pakai logistic multiple regression dan discriminant analysis atau ubah var. interval menjadi var. ordinal dan pakai statistik non parametrik
Interval
1.     Analysis of variance
2.     Difference of mean test (scheffe test)
3.     Sign test
4.     M test
5.     U test
6.     Cross-classification Analysis
1.  Analysis of variance with interclass correlation
2.  Dummy variables Multiple regression
3.  Multiple classification analysis
4.  Cross classification analysis
Ubah var. ordinal menjadi var. nominal dan pakai A of variance, DVMR, MCA atau ubah var. interval menjadi ordinal dan pakai statistik non parametrik
1.  Correlation atau regression
2.  Multiple correlation atau multiple regression
3.  Pat analysis
4.  Partial regression
(Dikutip dari Masri Singarimbun; 1991)

14. Sistematika Laporan
Rubrik ini menyajikan semua susunan (organisasi) dari laporan penelitian. Apa diuraikan dimana, inilah yang disajikan disini. Bab1, misalnya, membicarakan apa, Bab2 apa,  dan seterusnya.
Perlu diingat bahwa rubrik ini bukanlah daftar isi. Rubrik ini menguraikan logika dari daftar isi. Daftar  isi adalah merupakan output atau produk rubrik ini.



DAFTAR BACAAN

1.            Ida Bagus Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
2.            J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Jilid 1, (Jakarta : LP. Fak. Ekonomi UI, 1996)
3.            Gopal K. Kaanji, 100 Statistical Tests, (London: Sage Publications, 1993)
4.            Arun Kumar Singh, Test Measurement and Research Methods in Behavioral Sciences, (New Delhi: Tata McGraw-Hill Co. Ltd, 1993)
5.            Consuelo G. Sevilla, Cs, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993)
6.            Fred N. Kerlinger, Azas-azas Penelitian Behavioral, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992)
7.            Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Eds), Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1991)
8.            Muhtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, (Jakarta: LP3ES, 1990)
9.            Nicholas Henry, Administrasi Negara dan Masalah-masalah Kenegaraan, (Jakarta: Pen. Rajawali, 1988)
10.        Mary Grisez Kweit and Robert W. Kweit, Konsep dan Metode Analisa Politik, (Jakarta: Bina Aksara, 1986)
11.        Labovit dan Hagedorn, Metode Riset Sosial, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1982)
12.        Richard J. Stillman, Public Administration, Concepts and Cases, (Boston: Houghton Miffin Co., 1980)
13.        Fred N. Kerlinger and Elazar J. Pedhazur, Multiple Regression in Behavioral Research, (New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc, 1973)
14.        Usman Tampubolon, Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Kelompok Penelitian Sosial, 1977)
15.        H.G. Surie, Ilmu Administrasi Negara, (Jakarta: Gramedia, 1987)
16.        James L. Price, Handbook of Management Measurement, (Lexington: DC Heath & Co., 1972)
17.        Fred N. Kerlinger, Foundations of Behavioral Research, (Tokyo: Holt-Saunders Japan Ltd., 1973)

Belum ada Komentar untuk "Menyusun Rencana Penelitian Metode Penelitian Administrasi Negara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel