Menyusun Rencana Penelitian Metode Penelitian Administrasi Negara
Kamis, 04 September 2014
Tambah Komentar
1.
Pendahuluan
Rencana penelitian adalah rencana,
struktur dan strategi penyelidikan yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga melaluinya diperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Melalui
rencana penelitian pula dapat ditangani dan ditafsirkan kelainan (variance) yang
diperoleh dari lapangan. Rencana diartikan sebagai skema atau program
keseluruhan dari penelitian. Rencana mencakup segala sesuatu yang akan
dilakukan oleh penyelidik mulai dari merumuskan masalah, merancang teorisasi,
merumuskan hipotesis serta implikasi operasinya sampai pada analisa dan interpretasi data.
Struktur penelitian lebih khusus. Struktur adalah garis besar, skema, model
pola (paradigm) dari operasi variabel. Jika kita membuat diagram yang
memberikan garis besar variabel dan hubungan serta penjajaran mereka, maka kita
telah membuat skema struktur untuk melaksanakan tujuan operasi penelitian. Strategi
juga lebih khusus dari rencana. Strategi mencakup metode yang digunakan
untuk mengumpulkan dan menganalisa data. Dengan kata lain, strategi berarti
bagaimana mencapai tujuan penelitian dan bagaimana mengatasi masalah-masalah
dalam melaksanakan penelitian (Kerlinger, 1964 : 275)
Berikut ini akan dibicarakan unsur-unsur
(rubrikasi) rencana penelitian yang terdiri atas 13 topik , yaitu Latar
Belakang Masalah, Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka
Teori, Hipotesis, Definisi Konsep, Definisi Operasional, Rincian Data, Metode
Pengumpulan Data, Sampel Dan Populasi, Metode Pengujian Hipotesis, dan
Sistematika Laporan.
2.
Latar Belakang Masalah
Dalam rubrik latar belakang yang harus
disajikan adalah menyangkut soal-soal bagaimana, dimana dan mengapa masalah
yang sedang diajukan perlu dibicarakan. Informasi atau uraian yang perlu
disajikan dalam rubrik ini adalah bagian belakang pada "potret"
permasalahan. Jika kita hendak melakukan penelitian menyangkut issue pelayanan
umum di sebuah rumah sakit, maka perlu terlebih dahulu disajikan gambaran tentang
bagaimana proses pelayanan umum dilaksanakan di rumah sakit yang menjadi
sasaran penelitian. Gambaran yang diberikan bisa menyangkut jenis pelayanan
umum yang diberikan selain pelayanan
pengobatan orang sakit, seperti penyediaan obat-obatan, konsultasi dan
sebagainya. Selanjutnya perlu diberikan gambaran tentang bagaimana proses (tahapan
atau langkah-langkah) pelayanan diberikan. Untuk setiap tahapan pada setiap
jenis pelayanan perlu diberikan gambaran. Dari gambaran itu, akan dapat dilihat
pada bidang mana pelayanan umum mengandung masalah. Sebagai contoh: Data
tentang jumlah orang yang antri pada setiap harinya, informasi tentang lamanya
orang harus antri hingga mendapat pelayanan, kualitas pelayanan dan sebagainya.
Selanjutnya perlu juga dijelaskan tentang implikasi dari kondisi pelayan
terhadap upaya-upaya peningkatan kesehatan masyarakat sebagai salah satu bidang
dalam pembangunan sosial. Terpenting dalam hal ini, harus diupayakan agar dalam
setiap deskripsi (gambaran) yang diberikan tersedia data empiris sehingga
tidak ada kesan bahwa masalah yang hendak diajukan berupa "karangan"
atau rekaan semata.
3. Masalah
Salah satu kesulitan
yang sering dihadapi oleh mahasiswa ketika harus mengajukan rencana penelitian untuk bahan skripsi adalah
merumuskan masalahnya secara sederhana, jelas dan lengkap. Terdapat kemungkinan
mahasiswa masih hanya memiliki gagasan umum, belum terfokus, dan bahkan sama
sekali belum memiliki masalah. Ini memang merupakan kompleksitas penelitian
ilmiah yang tidak bisa dihindari dan harus dilalui oleh mahasiswa. Untuk
menyelesaikan persoalan ini, diperlukan penjelajahan atau eksplorasi secara
serious pemikiran-pemikiran para ahli
atau hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil
penjelajahan tersebut, diharapkan mahasiswa dapat menyatakan dengan jelas
pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperoleh jawabannya.
Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa
adanya pernyataan (statement) yang memadai tentang masalah penelitian
adalah salah satu di antara sekian bagian-bagian terpenting dalam penelitian.
Kalaupun masalah penelitian belum segera
dapat dinyatakan secara memuaskan, pada suatu saat, hal itu tidak usah membuat
kita menutup mata terhadap kenyataan bahwa pernyataan masalah semacam itu
memang diperlukan.
Dengan mengingat kesulitan ini, dapat
kita kemukakan sebuah prinsip mendasar: Jika kita hendak memecahkan suatu
masalah, kita harus secara umum mengetahui apa masalahnya. Dapat dikatakan
bahwa sebagian besar pemecahannya terletak pada pengetahuan kita tentang hal
yang sedang kita coba kerjakan. Sebagian lainnya terletak pada pengetahuan
tentang sifat hakikat suatu masalah, khususnya tentang sifat- hakikat suatu
masalah ilmiah.
Bagaimanakah pernyataan masalah yang
baik itu?
Kendati masalah penelitian sangat
beraneka, dan tidak satu cara tunggal yang mutlak benar untuk menyatakan suatu masalah , namun
ciri-ciri tertentu dari masalah dan cara
menyatakan suatu masalah dapat dipelajari. Untuk memulainya, marilah kita ambil
dua atau tiga contoh masalah penelitian yang diterbitkan, dan mengkaji
karakteristiknya. Pertama, kita ambil masalah : Apakah akibat dari
berbagai insentif terhadap hasil belajar siswa? Perhatikanlah bahwa masalahnya
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Di sini cara paling mudah adalah yang
paling baik. Perhatikan pula bahwa masalah itu menyatakan suatu hubungan antara
variabel-variabel, dalam hal ini antara variabel insentif dengan variabel
hasil belajar siswa (prestasi). Perhatikan, bahwa yang dimaksud suatu
variabel adalah nama fenomen, atau konstruk, yang nantinya untuk menjelaskannya
dilengkapi dengan sederetan harga/nilai numerikal.
Dengan demikian, suatu masalah adalah
sebuah kalimat tanya atau pernyataan yang menanyakan: Hubungan apakah yang
terdapat antara dua variabel atau lebih? Jawabannya pertanyaan itulah yang
dicari melalui penelitian. Pada
kebanyakan kasus, suatu masalah memiliki dua variabel atau lebih. Dalam contoh
tentang masalah di atas, pernyataan masalah menanyakan tentang kaitan antara
insentif dengan hasil belajar siswa.
Suatu masalah lain, misalnya: Apakah
sikap terhadap nonpribumi mempengaruhi penilaian tentang effektivitas kebijakan
ekonomi publik? Variabel yang satu ialah sikap, sedangkan variabel
kedua adalah penilaian tentang kebijakan ekonomi publik.
Ada tiga kriteria untuk menentukan permasalahan yang baik
dan pernyatan masalah yang baik. Pertama, masalah itu harus mengukapkan
suatu hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan demikian, masalah itu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah A berhubungan dengan B?
Bagimanakah A dan B berhubungan dengan C? Bagaimanakah antara A dengan B dalam kondisi p dan kondisi q ?
Kedua, masalahnya harus dinyatakan secara jelas dan tidak
mendua. Kita tidak membuat pernyataan seperti: "Masalahnya adalah..."
atau "Maksud kajian ini adalah ...", melainkan mengajukan pertanyaan.
Pentingnya pertanyaan ialah karena
melaluinya diajukan soal atau masalahnya secara langsung. Tujuan kajian
tidak mesti sama dengan masalah yang dikaji itu. Tujuan telaah contoh pertama
di atas misalnya, adalah untuk menjelaskan tentang penggunaan insentif dalam
sekolah. Masalahnya adalah pertanyaan tentang hubungan antara
insentif dan prestasi. Sekali lagi,
cara paling sederhana adalah cara yang terbaik: ajukan pertanyaan !!! Ketiga, biasanya sulit dipenuhi,
yaitu masalah harus dirumuskan dengan
cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan pengujian empiris. Suatu
masalah yang tidak mengandung implikasi pengujian hubungan atau
hubungan-hubungan yang dinyatakannya, bukanlah masalah ilmiah. Ini tidak hanya berarti adanya
pernyataan tentang suatu hubungan aktual, melainkan juga tentang adanya
kemungkinan pengukuran variabel-variabel hubungan itu dengan sesuatu cara
tertentu. Banyak pertanyaan menarik dan penting yang bukan pertanyaan ilmiah,
karena tidak dapat diuji. Pertanyaan-pertanyaan filosofis dan teologis
tertentu, kendati mungkin penting bagi individu-individu yang memperhatikannya,
tidak dapat diuji secara empiris sehingga tidak menarik minat ilmuwan.
Pertanyaan epistemologis "Bagaimanakah kita tahu?" adalah
salah satu pertanyaan macam itu. Di dunia pendidikan, banyak pertanyaan penting
namun tidak ilmiah. Misalnya, "Apakah pendidikan yang demokratis
meningkatkan proses belajar pemuda?" "Apakah proses-proses kelompok
baik bagi anak-anak?" Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dikatakan
bersifat metafisis dalam arti bahwa pertanyaan itu-sekurang-kurangnya dalam
bentuk pernyataannya-tidak memiliki kemungkinan pengujian empiris.
Kesulitan-kesulitan utama ialah bahwa beberapa di antaranya bukan merupakan
hubungan, dan kebanyakan diantara konstruk-konstruknya sangat sulit atau tak
mungkin ditetapkan dengan sesuatu cara hingga memungkinkan pengujian.
Secara psikologis, terdapat dua tahapan
yang dialami ketika berhadapan dengan masalah. Pertama, adanya suatu
kejadian (peristiwa). Misalnya: Kita baca di koran berita tentang dipotongnya
dana bantuan desa oleh oknum tertentu. Berdasarkan berita itu kita kemudian
menganggap perlu untuk mengetahui bagaimana komitmen pejabat tentang upaya
pemberantasan kemiskinan pada masyarakat pedesaan. Pada tahap ini berarti kita telah menemukan variabel
terikat masalah yang dapat diajukan menjadi suatu penelitian, yaitu: Komitmen
Pejabat atas Program Pemberantasan Kemiskinan di Pedesaaan. Kedua, aktivitas psikologis ketika kita mulai bertanya tentang
faktor-faktor apakah yang berhubungan
dengan atau mempengaruhi komitmen pejabat atas program pemerintah. Pada
tahapan ini berarti kita mulai mencoba mengidentifikasi variabel-variabel
bebas untuk penelitian tentang komitmen pejabat yang dimaksud.
4.
Tujuan Penelitian
Dalam rubrik tujuan penelitian kita
mengajukan pernyataan-pernyataan yang menjelaskan tentang sasaran penelitian.
Melalui pernyataan-pernyataan yang dimaksud kita menjelaskan tentang
sasaran akhir (goal) aktivitas
penelitian yang akan dilakukan.
Contoh : Untuk sebuah penelitian yang
berjudul Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada Instansi X terhadap
Kualitas Pelayanan Publik, dituliskan dalam rubrik tujuan penelitian sebagai
berikut:
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Mengukur
Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada Instansi X
2. Mengukur Kualitas Pelayanan Publik
yang diselenggarakan oleh Instansi X
3. Mengukur keeratan hubungan dan
pengaruh Tingkat Kesejahteraan Pegawai
Instansi X terhadap Kualitas Pelayanan Publik yang diselenggarakan instansi X.
5.
Manfaat Penelitian
Dalam Rubrik ini
dikemukakan tentang penggunaan hasil penelitian. Konkritnya, rubrik ini mengemukakan
uraian yang isinya adalah untuk menjawab pertanyaan : "Untuk apa hasil penelitian
ini digunakan?". Ilmu bermata dua : Dapat digunakan untuk hal yang baik maupun untuk hal yang buruk.
Pernyataan tentang manfaat penelitian sebaiknya dimulai dengan kata-kata
"hasil penelitian ini dapat digunakan untuk..."
Contoh: Dari
penelitian yang berjudul Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Pegawai Negeri pada
Instansi X terhadap Kualitas Pelayanan Publik,
pada rubrik manfaat penelitiannya sebagai berikut:
Hasil-hasil
penelitian ini dapat dipergunakan untuk:
1. Bahan masukan
bagi perencanaan peningkatan kesejahteraan pegawai instansi X
2. Bahan masukan
bagi evaluasi pelayanan publik yang diselenggarakan instansi X
6.
Kerangka Teori
Kejadian yang ditanyakan adalah variabel
terikat kita. Dalam rubrik kerangka teori kita bahas pendapat-pendapat para
ahli yang mengemukakan tentang penyebab (=variabel bebas) masalah kita (=kejadian
yang kita tanyakan). "Pendapat" yang kita kutip tersebut disebut
teori. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa sering terdapat kekeliruan dalam
menafsirkan apa yang dimaksud dengan teori. Pendapat yang hanya mengemukakan
uraian dan penjelasan tentang satu konsep bukanlah teori. Teori harus
memperlihatkan variabel-variabel, dan sekaligus hubungan-logisnya.
Salah satu tujuan ilmu adalah menemukan
penyebab dari sesuatu akibat. Penemuan sebab-akibat disebut penjelasan umum.
Penjelasan umum ini sering disebut dengan teori. Berdasarkan penemuan ini
kemudian ilmu dapat memberikan deskripsi
(description) penjelasan (explanation) dan atau prediksi (prediction). Lebih lanjut akan dapat diberikan rekomendasi bagi kebijakan (policy).
Menurut Kerlinger, teori adalah segugus konsep, definisi dan
proposisi yang saling berhubungan yang menyatakan suatu pandangan sistematis tentang suatu gejala dengan
memerinci hubungan antar variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena. ( Lihat Kerlinger, 1964 ; 11).
Bertitik tolak dari rumusan diatas dapat
dikemukakan 4 (empat) komponen teori sebagai berikut :
1. Setiap teori
mempunyai variabel terikat (=sesuatu yang dijelaskan atau akibat), sesuatu yang
menjadi masalah.
2. Setiap teori
mempunyai harus merinci variabel bebas (=penyebab).
3. Setiap teori mempunyai tertib logika (logical
order), yaitu bagaimana teori itu menata hubungan antara varibel bebas
dengan variabel terikat. Berdasarkan
tertib logika itu kita dapat menjabarkan berbagai hipotesis-yaitu pernyataan
tentang kondisi perubahan tertentu pada variabel terikat.
Jika kita memadukan sejumlah hipotesa
kedalam suatu sistem terorganisasikan, maka kita sebut itu dengan model. Misalnya,
kita mempunyai 3 (tiga) hipotesis sebagai berikut :
1. Jumlah investasi
swasta mempengaruhi tingkat kesempatan kerja.
2. Jumlah pengeluaran
pemerintah mempengaruhi tingkat kesempatan kerja.
3. Volume perdagangan
luar negeri mempengaruhi tingkat
kesempatan kerja.
Jika kita merumuskan interaksi antar
ketiga determinan itu dalam hubungannya dengan tingkat kesempatan kerja menurut
logika maka sebenarnya kita telah menemukan model. Namun, tertib logika atau
penataan logis belum berakhir jika kita telah menemukan model-model kompleks.
Model-model ini berakar dalam sejumlah definisi, assumsi dan postulat. Hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat
investasi menciptakan kesempatan kerja
yang lebih banyak, bergantung pada assumsi
bahwa tenaga kerja tergugah untuk memberikan respons yang positif
terhadap peningkatan upah. Definisi, assumsi dan postulat seperti itu disebut
kerangka teori. Suatu hipotesis baru dapat dipahami jika diletakkan dalam suatu
kerangka teori. Dengan kata lain, hipotesis dan model seharusnya dijabarkan
dari kerangka teori.
4. Implisit atau eksplisit setiap teori
harus menetapkan dengan alat apa kita dapat mengukur hubungan atau pengaruh
dalam teori itu. Dengan kata lain, metode penelitiannya.
Dengan demikian, membahas teori adalah
menilai teori berdasarkan keempat komponen teori sebagaimana disebut di atas.
Kita dapat menolak teori dilihat dari
salh satu komponennya. Teori yang didukung adalah teori yang yang dapat
menjawab pertanyaan penelitian. Kita dapat mengambil satu atau lebih komponen sesuatu
teori, tergantung pada pertanyaan penelitian yang kita rumuskan.
7.
Hipotesis
Hipotesis yang hendak kita uji adalah
hasil pembahasan kita atas teori-teori yang dianggap dapat menjawab pertanyaan
penelitian kita. Hipotesis adalah kesimpulan deduktif. Hipotesis kita mesti
lebih "benar" dari teori yang kita bahas. Hipotesis adalah suatu
kalimat berita yang menyatakan dugaan tentang hubungan antara 2 (dua) variabel atau lebih. Dengan demikian,
hipotesis baru dianggap hipotesis jika menyatakan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat.
Hipotesis dapat dirumuskan sebagi
berikut:
"Semakin.........................................,semakin
........................................................."
"Jika.................................................,maka.....................mempengaruhi................."
"Dalam
keadaan.............................., maka
...……….…mempengaruhi....…........."
Variabel adalah konsep atau konstruk.
Namun, perlu ditambahkan penjelasan bahwa konsep yang dimaksud telah atau akan
memiliki variasi nilai ketika dikenakan kepada objek penelitian.
Konsep atau konstruk adalah
"kata" yang mengungkapkan suatu abstraksi yang diperoleh dengan
membuat generalisasi dari hal-hal khusus. "Politik" adalah kata yang
mengungkapkan abstraksi yang diperoleh dengan membuat generalisasi
dari hal-hal : membentuk partai politik, mencalonkan wakil partai politik dalam
pemilihan umum, menempatkan anggota partai politik dalam Dewan Perwakilan
Rakyat, mengajukan individu (figur yang diunggulkan) menjadi wakil Presiden atau Presiden dan lain-lain.
Konstruk sedikt berbeda dengan konsep. Dalam konstruk terdapat arti buatan. Memang
, kontruk adalah kata-kata ilmiah (= istilah). Sementara itu, konsep
semata-mata adalah kata sebagaimana berkembang dalam bahasa (sebagaimana
terdapat dalam kamus), namun konsep juga adalah abstraksi.
Variabel, konstruk dan konsep adalah
abstraksi, bukan konkrit , bukan
perilaku, bukan fenomen. Masalah adalah konkrit. Masalah adalah kejadian yang
ditanyakan. Variabel sedikit
berbeda dengan konstruk. Konstruk tidak
mengandung "pengukur tingkat", "hal-hal khusus" yang
diabstraksikannya. Variabel tidak hanya suatu generalisasi (abstraksi) dari
hal-hal khusus, melainkan juga menunjukkan sifat (yang menampakkan dirinya dalam
nilai) dari hal khusus yang diabstraksikannya. Karena itu, variabel dirumuskan
sebagai lambang -lambang dari konstruk- yang dapat dilekati dengan bilangan
-bilangan (score) atau nilai. Inilah sebabnya mengapa ia disebut dengan
variabel (yang arti sebenarnya adalah berubah-ubah, karena angka-angka yang
dilekatkan kepadanya dapat berubah-ubah).
Politik adalah konstruk.
"Politik" sebagai variabel dapat dilambangkan denga "p".
Jika kita ingin, misalnya mengatakan bahwa "hal-hal khusus yang
diabstraksikannya adalah pembentukan partai politik, maka kita dapat melekatkan
bilangan "2" kepada "p" sehingga kita memperoleh variabel
p2. Lambang apa yang kita gunakan untuk
menyatakan variabel, bilangan berapa yang kita berikan, tergantung pada
kebutuhan analisis kita.
Dapat dikemukakan 3(tiga) macam variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas, adalah penyebab
anggapan.
2. Variabel Terikat, adalah akibat
anggapan.
3. Variabel Antara (Intervening Variable), adalah
variabel yang "terletak" antara variabel bebas dengan variabel
terikat.
Tentang hipotesis dan pernyataan
hipotesis yang baik, terdapat dua kriteria. Kriteria itu sama dengan yang
berlaku untuk masalah dan pernyataan masalah. Pertama, hipotesis adalah
pernyataan tentang relasi antara variabel-variabel. Kedua, hipotesis
mengandung implikasi-implikasi yang jelas terhadap cara atau metode pengujian
hubungan-hubungan yang dinyatakan itu. Maka, kriteria ini berarti bahwa
pernyataan hipotesis mengandung dua variabel atau lebih yang dapat diukur, atau
berkemungkinan untuk dapat diukur, dan bahwa pernyataan hipotesis menunjukan
secara jelas dan tegas cara variabel-variabel itu berhubungan.
8.
Definisi Konsep
Definisi konsep dari suatu konstruk
(atau variabel yang terdapat dalam hipotesis) adalah definisi yang
mendefinisikan konstruk dengan konstruk lain. Misalnya definisi konsep dari "pendidikan" adalah "sosialisasi",
"pembangunan" adalah "peningkatan penghidupan". Disini konstruk "pendidikan"
dan "pembangunan" dirumuskan dengan konstruk lain , yaitu
: sosialisasi dan penghidupan.
Variabel
Secara agak longgar ilmuwan menyebut
konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang mereka pelajari sebagai
"variabel'. Contoh-contoh variabel yang penting dalam sosiologi,
psikologi, dan pendidikasn ialah; jenis kelamin, penghasilan, klas sosial,
produktivitas organisasi, mobilitas pekerjaan, tingkat aspirasi,
bakat/kecakapan verbal, kecemasan, afiliasi agama, preferensi politik,
pembangunan/perkembangan politik (menyangkut sesuatu bangsa/negara), orientasi
kerja, sikap/paham antisemit, koformitas, daya ingat (recall memory), daya
kenal (recognition memory), dan prestasi. Dapat dikatakan bahwa variabel ialah
suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai. Kalau diungkap itu memberikan
kita gagasan intuitif tentang variabel; tetapi masih dibutuhkan wawasan yang
lebih umum namun sekaligus lebih tepat.
Variabel adalah simbol/lambang yang
padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Misalnya, x adalah sebuah variabel;
ia adalah suatu simbol/lambang yang padanya kita lekatkan nilai beruap angka.
Variabel x ini dapat memiliki sebaranghimpunan nilai-misalnya, skor uji/tes
kecerdasan atau skala sikap (attitude scale). Dalam hal kecerdasan, pada
x kita lekatkan sehimpunan nilai berupa angka yang didapatkan dari prosedur
yang digariskan dalam suatu uji kecerdasan tertentu. Himpunan nilai ini
mencakup dari rendah hingga tinggi; misalnya 50 sampai 150.
Akan tetapi, suatu variabel dapat hanya
memiliki dua niali. Jika konstruk yang sedang kita kajin adalah jenis kelamin,
maka nilai yang dapat dilekatkan pada x ialah 1 dan 0; nilai 1
untuk salah satu jenis kelamin, nilai 0 untuk jenis yang astunya lagi.
Contoh-contoh lain untuk variabel dua nilai adalah hidup-mati;
Republik-Demokrat; klas menengah-klas bawah; guru-bukan guru; warga
negara-bukan warga negara; dan lain-lain. Variabel-variabel itu disebut
dikotomi atau variabel dikotomis.
Ada beberapa variabel dalam penelitian behavioral yang
merupakan dikotomi sejati; artinya:variabel-variabel itu ditandai dengan ada
atau tidanya suatu sifat; misalnya: pria-wanita; hidup-mati;
bekerja-menganggur. Beberapa variabel lain merupakan politomi. Contoh yang baik
adalah anutan agama: Protestan, Katolik, Jahudi, lainnya. Akan tetapi
kebanyakan variabel dalam teori dapat memiliki nilai kontinu.
Dalam penelitian behavioral, sudah lazim orang mengkonversikan variabel kontinu
menjadi dikotomi ataupun politomi. Misalnya, kecerdasan, yang merupakan
variabel kontinu, dibagi-bagi menjadi kecerdasan tinggi dan rendah atau tinggi,
sedang, dan rendah. Variabel-variabel seperti kecemasan, ntroversi, dan
ototarinisme punm diperlukan demikian. Variabel dikotomis sejati jenis kelamin,
tidak mungkin dikonversikan menjadi
variabel kontinu; sebaliknya variabel kontinu selalu mungkin dikonversikan
menjadi dikotomi atau politomi. Seperti akan kita lihat nanti, konversi macam
itu dapat membantu tercapainya tujuan konseptual yang bermanfaat, tetapi ini
meruapakn praktek yang buruk dalam kerja analisis karena membuang-buang
informasi.
9.
Definisi Operasional
Defini operasional adalah definisi yang
merinci kegiatan kegiatan peneliti dalam mengukur variabel. Definisi
operasional menentukan gejala/hal-hal khusus/indikator dari sesuatu
vaiabel dan bagaimana kita mengukur
gejala itu.
Definisi operasional melekatkan arti
pada suatu konstruk atau variabel dengan cara mentapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk
mengukur konstruk atau variabel itu.
Kemungkinan lainnya, suatu defenisi
operaional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu
variabel atau memanipulasikannya. Suatu definisi operasional merupakan semacam
buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Alhasil, defenisi operasional
berbunyi:"kerjakan ini dan itu dengan cara begini dan begitu".
Singkatnya, defenisi macam ini memberikan batasan atau arti suatu variabel
dengan menrinci hal yang harus dikerjakan
oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.
Contoh defenisi operasional yang
terkenal, walaupun ekstrem, adalah ini: Inteligensi (atau kecemasan, prestasi,
dan lain-lain) ialah skor yang dicapai pada tes inteligensi X; atau:
inteligensi ialah ihwal yang diukur oleh tes inteligensi X. Defenisi ini
memberitahukan kepada kita hal yang
harus kita lakukan untuk mengukur inteligensi. Sama sekali tiada ditinjau
tingkat kebaikan pengukuran inteligensi dengan instrumen yang disebutkan itu.
(Keadektuatan tes tersebut tentunya sudah terjamin sebelum peneliti
menggunakannya). Dalam penggunaan ini, suatu definisi operasional merupakan
ekuasi (persamaan) yang berbunyi: "Mari kita tetapkan bahwa kecerdasan sama
dengan skor yang dicapai untuk tes inteligensi X". Juga kita katakan, "Arti inteligensi (dalam penelitian ini)
dinayatkan dengan skor tes inteligensi X".
Secara umum, ada dua macam defenisi
operasional: (1) terukur dan (2) eksperimental. Defenisi yang dipaparkan di
atas lebih erat berkait dengan definisi-terukur daripada dengan definisi
eksperiemntal. Definisi operasioanl terukur memaparkan cara pengukuran suatu
variabel. Contohnya, prestassi dapat didwefinisikan dengan suatu tes baku mengenai prestasi,
dengan tes prestasi yang dibaut oleh guru, atau dengan tingkatan (grade).
Hiller, Fisher, dan Kaess yang mengkaji pengajran dengan mengatakan secara
tegas kata-kata dan frase-frase yang menyebabkan pelajaran menjadi tidak jelas,
misalnya "beberapa", "kadang-kadang", "semuanya
ini", "tidak terlalu", "cukup banyak". Rekaman video
pelajaran-pelajaran yang diselenggarakn dianalisis dengan menggunakan "definisi" kekaburan itu serta
variabel-variabel verbal lainnya yang diberi batasan operasional, misalnya minat,
informasi, dan kelancaran verbal. Dalam suatu kajian, barangkali digunakan
pertimbangan (consideration) sebagai variabel. "Pertimbangan" ini
dapat didefinisikan secara operasional dengan mencatat tingkah laku anak-anak
yang dianggap sebagi tingkah laku dengan pertimbangan dan kemudian guru diminta
menilai anak-anak itu dengan lima
tingkatan nilai. Tingkah laku demikian mungkin dapat dilihat ketika anak-anak
mengatakan satu sama lain: "Wah, sayang ya!", atau "maaf",
ketika anak lain itu menmintanya (tetapi tidak lantaran ancaman agresi), atau
ketika seorang anak membantu anak lain mengerjakan tugas.
Sebuah definisi operasional
eksperimental menyebutkan rincian-rincian hal yang dilakukan penyelidik dalam
memanipulasi sesuatu variabel. Definisi operasional untuk "penguat"
(reinforcement) dapat diberikan dengan menyatakan secara rinci bagaimana
subyek-subyek diberi penguat (imbalan) dan tidak diberi penguat (tidak diberi
imbalan) karena melaksnakan tingkah-laku tertentu. Misalnya, dalam kajian Hurlock
yang dibicarakan di depan, beberapa anak dipuji, beberapa anak lain dicela, dan
beberapa anak lain tidak diacuhkan. Dollard dan kawan-kawan mendefenisikan
frustasi sebagai keterhambatan dari pencapaian sesuatu tujuan, atau
"...intereferensi dengan kemunculan suatu respon tujuan yang didorong,
pada saat yang tepat dalam runtunan (sequence) tingkah laku". Definisi ini
mengandung implikasi yang jelas untuk manipulasi dalam eksperimennya. Freedman,
Wallington, dan Bless memberikan definisi operasional untuk rasa bersalah
(guilt) dengan membujuk subyek untuk berdusta. Dianggap bahwa berdusta akan
mengakibatkan timbulnya rasa bersalah. Contoh-contoh lain untuk kedua jenis definis operasional ini
akan disajikan nanti.
Para peneliti ilmiah cepat atau lambat pasti menghadapi
keharusan untuk mengukur variabel dalam relasi yang dipelajarinya. Pengukuran
itu kadang-kadang mudah, kadang-kadang sulit. Pengukuran jenis kelamin atau
klas sosial adalah hal mudah; adapun pengukuran kretivitas, konservatisme, atau
efektivitas organisasi merupakan hal yang lebih sulit. Ia merupakan unsur yang
niscaya terdapat dalam penelitian ilmiah, sebab memungkinkan peneliti untuk
mengukur variabel, dan observasi mustahil bial tidak ada petunjuk yang jelas
serta cukup rinci tentang hal yang diamati dan cara pengamatannya. Defenisi
operasioanl adalah petunjuk demikian.
Sungguhpun merupakan sesuatu yang
niscaya harus ada, definisi operasional hanyalah mengandung arti yang terbatas
tentang konstruk. Tidak satu pun definisi operasional yang mampu mengungkapkan
segala seluk-beluk suatu variabel. Misalnya saja, tidak satu pun defenisi
operasional yang mampu mengungkapkan prasangka manusia dengan segala seginya
yang banyak dan berbagai-bagai itu. Ini berarti bahwa variabel-variabel yang
diukur oleh ilmuwan selalu mengandung arti yang terbatas dan spesifik.
"Kreativitas" yang dikaji oleh psikolog bukanlah
"kreativitas" seperti yang dimaksudkan oleh seniman, sungguhpun
antara keduanya tentu saja terdapat unsur-unsur yang sama.
Ada beberapa ilmuwan tertentu yang menyatakan bahwa arti
operaional yang terbatas itu merupakan satu-satunya arti "maknawi";
mereka katakan bahwa semua definisi lain hanyalah omong kosong metafisik.
Menurut para ilmuwan itu, pembahsan tentang kecemasan adlah isapan jempol
metafisik, kecuali jika ada definisi operasional yang memadai tentang
kecemasan, dan definisi ini digunakan dalam kajian itu. Itu adalah wawasan yang
ekstrem, walaupun memang mengadung segi-segi yang sehat. Jika kita menekankan
agar setiap istilah yang kita gunakan dalam wacana ilmiah didefinisikan secara
operasional, yang akan muncul ialah pandangan yang terlalu sempit, terlalu
terbatas, dan dari segi ilmiah tak sehat.
Operasionalisme yang ekstrem memang
berbahaya. Akan tetapi, dengan aman dapat dinyatakan bahwa selama ini
pengaruhnya sehat karena seperti yang dikatakan Skinner, "Lepas dari
segala kekurangannya, sikap operasionalisme merupakan hal yang baik dalam
sebarang ilmu khususnya psikologi; sebab terdapat perbendaharaan kata yang
demikian luas dan berasal dari sumber purba yang non ilmiah". Jika kita
berbicara tentang istilah-istilah yang digunakan dibidang ilmu pendidikan,
jelaslah bahwa pendidikan pun menggunakan perbendahaaraan istilah yang purba
dan non ilmiah. Ingatlah ini misalnya: anak yang utuh; pemerkayaan horizontal
dan vertikal; memenuhi kebutuhan siswa; kurikulum inti; penyesuaian emosional;
dan pemerkayaan kurikurel.
10.
Rincian Data
Rubrik ini merincikan data yang
diperlukan dalam penelitian. Data yang diperlukan adalah gejala-gejala yang
menjadi indikator varibel-variabel yang dinyatakan dalam hipotesis penelitian.
Suatu hipotesis yang menyatakan variabel variabel yang kemudian ternyata tidak
mempunyai indikator/gejala (kita tidak dapat merumuskan indikatornya) harus
diganti.
Misalnya, variabel kita adalah
"pembangunan". Kita telah merumuskan definisi konsep
"pembangunan" sebagai "peningkatan penghidupan". Dan kita
telah merumuskan pula definisi operasional "peningkatan penghidupan"
dengan mengukur pendapatan. Telah kita tentukan pula , misalnya, bahwa yang
memperoleh pendapatan di atas Rp. 100.000,- digolongkan berpendapatan rendah
dan variabelnya kita lambangkan dengan "p3", yang berpendapatan di
atas Rp.100.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- kita golongkan berpendapatan
"sedang" dan dilambangkan dengan "p2", dan diatas
Rp.1.000.000,- digolongkan berpendapatan "tinggi" serta dilambangkan
dengan "p1".
Definisi operasional di atas tentang
pembangunan menunjukkan bahwa data yang kita perlukan adalah data tentang besar
pendapatan dari sampel kita.
11. Metode
Pengumpulan Data
Data yang kita perlukan telah kita
ketahui. Sekarang, dengan apakah data tentang besar pendapatan di atas kita
kumpulkan ? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh uaian dalam rubrik ini.
Data diatas dapat dikumpulkan dengan kuessioner
atau wawancara, ataupun dengan dokumen yang telah tersedia di Jawatan Pajak.
Metode pengumpulan data yang lain adalah observasi.
12.
Sampel dan Populasi
Sampel dan variabel adalah substansi
dari penelitian. Sampel menunjukkan sumber data serta populasi menunjukkan
batas-batas berlakunya hasil penelitian, dan variabel menunjukkan data apa yang
akan kita gali dari sumbernya. Kedua substansi ini menentukan implementasi
rencana penelitian.
Menentukan sampel adalah mengambil
sebagian dari populasi sebagai wakil dari populasi. Populasi adalah terdiri
atas semua satuan-satuan yang mempunyai ciri tertentu yang menjadi tempat/wadah
penggeneralisasian penemuan peneliti.
13.
Metode Pengujian Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menunjukkan
apakah dugaan atau ramalan didukung atau tidak didukung data. Didukung data
atau membuktikan hipotesis adalah mengukur apakah variabel-variabel yang
dinyatakan dalam hipotesis mempunyai hubungan atau tidak. Oleh karena itu, yang
dimaksudkan dengan metode pengujian hipotesis adalah alat-alat statistik un tuk mengukur hubungan yang dinyatakan
dalam hipotesis.
Alat-alat statistik atau pengukur mana
yang digunakan tergantung pada tingkat pengukuran (skala pengukuran). Kita
ketahui bahwa terdapat 4 (empat) skala
pengukuran, yaitu : nominal, ordinal, interval dan ratio. Masing-masing skala
ini membutuhkan pengukur-pengukur hubungan sendiri-sendiri. Perhatikan tabel
berikut :
Beberapa Teknik Analisis untuk Penelitian Sosial
Variabel
Terpengaruh
|
Variabel
Pengaruh
|
||||
Nominal
|
Ordinal
|
Interval
|
|||
Dikotomi
|
Politomi
|
||||
Nominal
|
Dikotomi
|
1. Difference of proportion test
2. Chi-Square
3. Fisher’s exact test
4. Phi coefficient
|
|
1. Kruskal-Wallis
2. Friedman’s 2 way analysis of variance
|
1.Logistic Multiple regression
2.Discriminant analysis
|
Politomi
|
1. Chi-Square
2. Kendall’s VCT
|
1.Chi-Square
2.Kendall’s VCT
|
|
|
|
Ordinal
|
1. Man-Whitney
2. Smirnov-Kolmogorov
|
|
1. Rank order correlation
2. Kendall’s tau
3. Gamma
4. Coefficient of concordance
|
Ubah
var. ordinal menjadi var. nominal dan pakai logistic multiple regression dan
discriminant analysis atau ubah var. interval menjadi var. ordinal dan pakai
statistik non parametrik
|
|
Interval
|
1. Analysis of variance
2. Difference of mean test (scheffe test)
3. Sign test
4. M test
5. U test
6. Cross-classification Analysis
|
1. Analysis of variance with interclass correlation
2. Dummy variables Multiple regression
3. Multiple classification analysis
4. Cross classification analysis
|
Ubah
var. ordinal menjadi var. nominal dan pakai A of variance, DVMR, MCA atau
ubah var. interval menjadi ordinal dan pakai statistik non parametrik
|
1. Correlation atau regression
2. Multiple correlation atau multiple regression
3. Pat analysis
4. Partial regression
|
(Dikutip dari Masri
Singarimbun; 1991)
14.
Sistematika Laporan
Rubrik ini menyajikan semua susunan
(organisasi) dari laporan penelitian. Apa diuraikan dimana, inilah yang
disajikan disini. Bab1, misalnya, membicarakan apa, Bab2 apa, dan seterusnya.
Perlu diingat bahwa rubrik ini bukanlah
daftar isi. Rubrik ini menguraikan logika dari daftar isi. Daftar isi adalah merupakan output atau produk
rubrik ini.
DAFTAR
BACAAN
1.
Ida Bagus Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode
Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004)
2.
J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial
Jilid 1, (Jakarta
: LP. Fak. Ekonomi UI, 1996)
3.
Gopal K. Kaanji, 100 Statistical Tests, (London:
Sage Publications, 1993)
4.
Arun Kumar Singh, Test Measurement and Research
Methods in Behavioral Sciences, (New Delhi: Tata McGraw-Hill Co. Ltd, 1993)
5.
Consuelo G. Sevilla, Cs, Pengantar Metode Penelitian,
(Jakarta: UI Press, 1993)
6.
Fred N. Kerlinger, Azas-azas Penelitian Behavioral,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992)
7.
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Eds), Metode
Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1991)
8.
Muhtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin
dan Metodologi, (Jakarta: LP3ES, 1990)
9.
Nicholas Henry, Administrasi Negara dan
Masalah-masalah Kenegaraan, (Jakarta:
Pen. Rajawali, 1988)
10.
Mary Grisez Kweit and Robert W. Kweit, Konsep dan
Metode Analisa Politik, (Jakarta: Bina Aksara, 1986)
11.
Labovit dan Hagedorn, Metode Riset Sosial,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1982)
12.
Richard J. Stillman, Public Administration, Concepts
and Cases, (Boston: Houghton Miffin Co., 1980)
13.
Fred N. Kerlinger and Elazar J. Pedhazur, Multiple
Regression in Behavioral Research, (New York: Holt, Rinehart and Winston,
Inc, 1973)
14.
Usman Tampubolon, Kuliah Metode Penelitian Sosial,
(Yogyakarta: Kelompok Penelitian Sosial, 1977)
15.
H.G. Surie, Ilmu Administrasi Negara, (Jakarta:
Gramedia, 1987)
16.
James L. Price, Handbook of Management Measurement,
(Lexington: DC Heath & Co., 1972)
17.
Fred N. Kerlinger, Foundations of Behavioral
Research, (Tokyo: Holt-Saunders Japan Ltd., 1973)
Belum ada Komentar untuk "Menyusun Rencana Penelitian Metode Penelitian Administrasi Negara"
Posting Komentar