Uji kelayakan finansial evaluasi kesesuaian lahan



Kelayakan Finansial
Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah dengan menganalisis aspek finansialnya. Dalam analisis finansial, kegiatan usaha dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modalnya dalam kegiatan atau yang berkepentingan langsung dalam kegiatan. Dalam hal ini digunakan tiga kriteria untuk menentukan kelayakan usahatani,  yaitu B/C ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR lebih besar dari suku bunga (Kadariah, 1988). Beberapa asumsi yang digunakan antara lain : tingkat suku bunga sebesar 18% per tahun, nilai depresiasi dibagi merata per tahun atau metode garis lurus (straight line balance method).
Komponen input yang dianalisis meliputi biaya investasi, biaya sarana produksi dan tenaga kerja dengan periode perhitungan 15 tahun. Komponen output meliputi produksi persatuan luas dan nilai produksi. Rata-rata penggunaan input dalam pengelolaan budidaya jambu mete di Kabupaten Dompu masih tergolong dalam penerapan input sedang artinya bahwa pengelolaan budidaya jambu mete belum sepenuhnya menerapkan teknologi maju sesuai yang dianjurkan. Tanaman jambu mete mulai berproduksi pada tahun ke-5. Rata-rata produksi sampai dengan tahun ke 15 adalah 540,7 kg/ha/tahun pada lahan S1, pada lahan S2 432,56 kg/ha/tahun pada lahan S3 270,35 kg/ha/tahun.
Hasil analisis finansial usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan yang berbeda dengan menerapkan input sedang di Kabupaten Dompu,  seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2.    Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu Mete pada Kelas Kesesuaian Lahan S1, S2 dan S3 dengan Input Sedang per Hektar Periode 15 Tahun di Kabupaten Dompu 2006.
Kelas Kesesuaian lahan
Gross Margin
NPV
IRR
BCR
Sangat Sesuai (S1)
2,691,000.00
5,072,592.61
27.92
1.73
Cukup Sesuai (S2)
1,988,133.33
2,666,940.75
19.40
1.38
Sesuai Marginal (S3)
933,833.33
-941,537.04
-13.81
0.86
Sumber : Data primer diolah, 2006.
Hasil analisis (Tabel 2) memperlihatkan bahwa manfaat yang diperoleh dari suatu pengorbanan yang diinvestasikan dengan tingkat suku bunga 18% per tahun adalah Rp. 5.072.592,61,- pada kelas kesesuaian lahan  S1 dan Rp. 2.666.940,75,- pada kelas kesesuaian lahan S2, sehingga usaha tersebut layak diusahakan. Sedangkan usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S3 dengan nilai NPV negatif, yaitu Rp. -941.537,04 sehingga tidak memberikan keuntungan atau tidak layak diusahakan. NPV dipakai sebagai ukuran dari hasil netto (net benefit) maksimal yang dapat dicapai dengan modal atau pengorbanan sumber-sumber lain. Suatu kegiatan dikatakan layak apabila NPV bernilai positif atau lebih besar dari nol.
Internal rate of return (IRR) dipakai untuk mengetahui kemampuan suatu investasi untuk membayar seluruh kewajiban modal yang diinvestasikan. Suatu investasi dikatakan layak apabila besarnya insentif yang dihasilkan mampu membayar seluruh kewajiban modal yang diinvestasikan atau insentif modal yang diterima lebih besar dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku. Semakin tinggi nilai IRR, berarti usaha tersebut semakin menguntungkan.
Usahatani jambu mete pada kelas lahan S1 memberikan nilai IRR sebesar 27,92% dan pada kelas lahan S2 memberikan nilai IRR sebesar 19,40% atau lebih besar dari discount rate sebesar 18% per tahun yang berarti layak diusahakan. Sedangkan usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S3 yang memberikan nilai IRR sebesar -13,81% atau lebih kecil dari discount rate sebesar 18% per tahun tidak menguntungkan.
Usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S1 memberikan nilai B/C ratio 1,73 dan pada kelas kesesuaian lahan S2 memberikan nilai B/C ratio 1,38 masing-masing pada discount rate sebesar 18% per tahun yang berarti layak diusahakan. Hal ini berarti bahwa dengan discount rate yang dipakai, the present value dari benefit lebih besar dari pada the present value dari cost, yang berarti usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilainya berarti usaha tersebut semakin menguntungkan (Pasaribu et al., 1988). Sebaliknya usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S3 yang memberikan nilai B/C ratio 0,86 atau lebih kecil dari 1 tidak menguntungkan karena the present value dari benefit lebih kecil dari the present value dari cost. Besarnya B/C ratio dipengaruhi oleh tingginya discount rate yang dipakai. Makin tinggi discount rate, makin kecil B/C ratio, dan jika discount rate tinggi sekali, B/C ratio dapat turun sampai menjadi lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa usaha tersebut tidak lagi menguntungkan.

Belum ada Komentar untuk "Uji kelayakan finansial evaluasi kesesuaian lahan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel