Uji kelayakan finansial evaluasi kesesuaian lahan
Rabu, 22 Oktober 2014
Tambah Komentar
Kelayakan Finansial
Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis
kelayakan usaha adalah dengan menganalisis aspek finansialnya. Dalam analisis
finansial, kegiatan usaha dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam
modalnya dalam kegiatan atau yang berkepentingan langsung dalam kegiatan. Dalam
hal ini digunakan tiga kriteria untuk menentukan kelayakan usahatani, yaitu B/C ratio lebih besar dari satu,
NPV positif dan IRR lebih besar dari suku bunga (Kadariah, 1988). Beberapa asumsi yang digunakan antara lain : tingkat
suku bunga sebesar 18% per tahun, nilai depresiasi dibagi merata per tahun atau
metode garis
lurus (straight line balance method).
Komponen
input yang dianalisis meliputi biaya investasi, biaya sarana produksi dan
tenaga kerja dengan periode perhitungan 15 tahun. Komponen output meliputi
produksi persatuan luas dan nilai produksi. Rata-rata penggunaan input dalam
pengelolaan budidaya jambu mete di Kabupaten Dompu masih tergolong dalam
penerapan input sedang artinya bahwa pengelolaan budidaya jambu mete belum
sepenuhnya menerapkan teknologi maju sesuai yang dianjurkan. Tanaman jambu mete
mulai berproduksi pada tahun ke-5. Rata-rata produksi sampai dengan tahun ke 15
adalah 540,7 kg/ha/tahun pada lahan S1, pada lahan S2 432,56 kg/ha/tahun pada
lahan S3 270,35 kg/ha/tahun.
Hasil analisis finansial usahatani
jambu mete pada kelas kesesuaian lahan yang berbeda dengan menerapkan input
sedang di Kabupaten Dompu, seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu
Mete pada Kelas Kesesuaian Lahan S1, S2 dan S3 dengan Input Sedang per Hektar
Periode 15 Tahun di Kabupaten Dompu
2006.
Kelas
Kesesuaian lahan
|
Gross
Margin
|
NPV
|
IRR
|
BCR
|
Sangat Sesuai (S1)
|
2,691,000.00
|
5,072,592.61
|
27.92
|
1.73
|
Cukup Sesuai (S2)
|
1,988,133.33
|
2,666,940.75
|
19.40
|
1.38
|
Sesuai Marginal (S3)
|
933,833.33
|
-941,537.04
|
-13.81
|
0.86
|
Sumber
: Data primer diolah, 2006.
Hasil analisis (Tabel 2) memperlihatkan bahwa manfaat
yang diperoleh dari suatu pengorbanan yang diinvestasikan dengan tingkat suku
bunga 18% per tahun adalah Rp. 5.072.592,61,-
pada kelas kesesuaian lahan S1 dan Rp.
2.666.940,75,- pada kelas kesesuaian lahan S2, sehingga usaha tersebut layak
diusahakan. Sedangkan usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S3
dengan nilai NPV negatif, yaitu Rp. -941.537,04 sehingga tidak memberikan
keuntungan atau tidak layak diusahakan. NPV dipakai sebagai ukuran dari
hasil netto (net benefit) maksimal yang dapat dicapai dengan modal atau
pengorbanan sumber-sumber lain. Suatu kegiatan dikatakan layak apabila NPV
bernilai positif atau lebih besar dari nol.
Internal
rate of return (IRR) dipakai untuk mengetahui kemampuan suatu
investasi untuk membayar seluruh kewajiban modal yang diinvestasikan. Suatu
investasi dikatakan layak apabila besarnya insentif yang dihasilkan mampu
membayar seluruh kewajiban modal yang diinvestasikan atau insentif modal yang
diterima lebih besar dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku. Semakin
tinggi nilai IRR, berarti usaha tersebut semakin menguntungkan.
Usahatani jambu mete pada kelas
lahan S1 memberikan nilai IRR sebesar 27,92% dan pada kelas lahan S2 memberikan
nilai IRR sebesar 19,40% atau lebih besar dari discount rate sebesar 18%
per tahun yang berarti layak diusahakan. Sedangkan
usahatani jambu mete pada kelas kesesuaian lahan S3 yang memberikan nilai IRR
sebesar -13,81% atau lebih kecil
dari discount rate sebesar 18% per
tahun tidak menguntungkan.
Usahatani jambu mete pada kelas
kesesuaian lahan S1 memberikan nilai B/C ratio 1,73 dan pada kelas kesesuaian
lahan S2 memberikan nilai B/C ratio 1,38 masing-masing pada discount rate
sebesar 18% per tahun yang berarti layak diusahakan. Hal ini berarti bahwa dengan discount rate yang dipakai, the
present value dari benefit lebih besar dari pada the present
value dari cost, yang berarti usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilainya berarti usaha tersebut
semakin menguntungkan (Pasaribu et al., 1988). Sebaliknya usahatani jambu mete pada
kelas kesesuaian lahan S3 yang memberikan nilai B/C ratio 0,86 atau lebih kecil
dari 1 tidak menguntungkan karena the
present value dari benefit lebih kecil dari the present value dari cost. Besarnya B/C ratio dipengaruhi oleh
tingginya discount rate yang dipakai. Makin tinggi discount rate,
makin kecil B/C ratio, dan jika discount rate tinggi sekali, B/C ratio
dapat turun sampai menjadi lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa usaha tersebut
tidak lagi menguntungkan.
Belum ada Komentar untuk "Uji kelayakan finansial evaluasi kesesuaian lahan"
Posting Komentar