Review_2 Teori-teori Pembangunan




BAB V
TEORI DEPENDENSI KLASIK

SEJARAH LAHIRNYA
          Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya.Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga.Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili “suara negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektul dari negara maju.
          Pendekatan depedensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya teori ini lebih merpakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBAL yang menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi substitusi impor (ISI) yang diharapkan memberikan keberhasilan berkelanjutan pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta pembangunan politik demokratis. Namun strategi ini mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan timbulnya perlawanan rakyat dan tumbangnya pemerintahan yang populis dan kemudian digantikan oleh pemerintahan yang otoriter.
          Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh Pemerintah Amerika Latin.Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal, diantaranya termasuk program pembagian tanah.Sayangnya program KEPBBAL ini tidak berhasil.Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada tahun 1960-an. Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan kebijaksanaan industralisasi subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika Latin.Daya beli masyarakat terbatas pada kelas sosial tertentu, pada pasar domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi setelah kebutuhan barang dalam negeri tersedia.Ketergantungan terhadap impor hanya sekedar beralih dari barang-barang konsumsi ke barang-barang modal.Barang-barang ekspor konvensional tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi. Akibatnya adalah timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran, yang muncul hampir bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar yang lain. Optimisme pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.

Neo-Marxisme
Teori dependensi juga memiliki warisan pemikiran dari neo-marxisme.Keberhasilan Revolusi RRC dan Kuba telah membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut dirinya sendi dengan “Neo-Marxists”. Menutur Foster-Carter, neo-marxisme berbeda dengan Marxis ortodoks dalam beberapa hal sebagai berikut:
Marxis ortodoks melihat imperialisme dari sudut pandang negara-negara utama (core countries), sebagai tahapan lebih lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa Barat, yakni kapitalisme monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang negara pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperilalisme pada negara-negar dunia ketiga.
Marxis ortodoks cenderung berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua tahapan revolusi.Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi sosialis. Marxis ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus melaksanakan revolusi borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia Ketiga dan hal ini merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya revolusi sosialis dikemudian hari. Dalam hal ini neo Marxisme percaya, bahwa negara Dunia Ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
Terakhir, jika revolusi soaialis terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan percaya, bahwa revolusi itu dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan. Dipihak lain, neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia berharap banyak pada kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.

Frank : Pembangunan dan Keterbelakangan
          Menurut Frank, sebagian kategori teoritis dan implikasi kebijaksanaan pembangunan yang ditemukan di dalam teori modernisasi merupakan hasil sulingan dan saringan pengalaman kesejarahan negara-negara kapitalis maju di Eropa barat dan Amerika Utara. Dengan demikian, menurut Frank, kategori teoritis yang dirumuskan akan sangat berorientasi kepada “Barat” dan karenanya tidak akan mampu menjadi petunjuk untuk memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi negara Dunia Ketiga.
          Teori modernisasi memiliki kekurangan karena ia hanya memberikan penjelasan internal sebagai penyebab pokok keterbelakangan Dunia Ketiga. Selain itu, teori modernisasi juga beranggapan bahwa negara-negara Dunia Ketiga tersebut kini sedang berada pada tahap awal pembangunan, oleh karena itu negara-negara terbelakang perlu melihat negara barat sebagai insprirasi dan mengikuti arah dan jalan pembangunan yang pernah ditempuh negara-negara barat. Menurut Frank, negara Dunia Ketiga tidak akan dapat dan tidak perlu mengikuti arah pembangunan negara-negara barat, karena mereka memiliki pengalaman kesejarahan yang berbeda.
          Sebagai reaksi atas penjelasan faktor internal dari teori modernisasi, Frank memberikan penjelasan faktor luar (external) untuk memahami persoalan pembangunan Dunia Ketiga. Bagi Frank, bukan feodalisme atau tradisionalisme yang menjadikan negara Dunia Ketiga terbelakang, sebaliknya karena kolonialisme dan dominasi asing maka terjadilah pembalikan sejarah dari perkembangan negara maju dan memaksanya untuk mengikuti arah perkembangan keterbelakangan ekonomi.
          Model satelit-metropolis menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud.Model hubungan satelit-metropolis berlaku pada tingkat hubungan internasional, regional dan lokal dalam suatu negara Dunia Ketiga.Keseluruhan rangkaian hubungan satelit-metropolis dibangun untuk melakukan pengambilan surplus ekonomi dari daerah yang lebih kecil ke daerah yang lebih maju.Hal ini yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia Ketiga.
          Berdasarkan model satelit-metropolis, Frank merumuskan hipotesa yang menarik untuk menguji pembangunan di Dunia Ketiga. Pertama, berlawanan dengan perkembangan yang terjadi pada metropolis dunia, yang tidak memiliki kota satelit sama sekali, pembangunan yang terjadi di metropolis nasional dan kota-kota yang lebih kecil di bawahnya akan dibatasi oleh status kesatelitannya. Kedua, negara satelit akan mengalami pembangunan ekonomi yang pesat apabila dan ketika mereka memiliki hubungan dan keterkaitan yang terendah intensitasnya dengan metropolis barat. Ketiga ketika metropolis bangkit dari krisis dan membangun kembali kekuatan ekonominya, proses industrialisasi yang telah terjadi pada negara-negara satelit ini akan ditarik dan dieksploitir kembali dalam hubungan global tersebut. Keempat, daerah yang paling terbelakang dan feodal sekarang ini adalah daerah yang memiliki derajat hubungan dan keterkaitan sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.

Dos Santos : Struktur Ketergantungan
          Dos Santos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dna negara tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung. Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara tergantung mengalir dan berpindah ke negara dominan yang menyebabkan tidak dapat berkembangnya pasar dalam negeri, menghambat kemampuan teknik dan memperlemah keandalan budayanya.Intinya adalah tindakan pengawasan ketat dan monopoli oleh negara maju.
          Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri.Dalam konteks ini, Dos Santos melihat batasan struktural upaya pembangunan industri di negara Dunia ketiga. Pertama, pembangunan industri akan bergantung pada kemampuan ekspor karena hanya dengan jalan itu negara tergantung akan memperoleh devisa yang dapat digunakan untuk membangun ekonominya. Kedua, pembangunan industri negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi neraca pembayaran internasional yang cenderung untuk defisit. Defisit terjadi karena monopoli ketat pasar internasional yang cenderung mengakibatkan rendahnya harga pasar bahan produk mentah yang dihasilkan negara Dunia Ketiga dibanding dengan produk industri, banyaknya keuntungan y ang diperoleh negara maju dari negara industri dan kebutuhan akan pembiayaan asing. Ketiga, pembangunan industri sangat kuat dipengaruhi oleh monopoli teknologi negara maju.

Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran
          Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin mengandung berbagai pernyataan pokok sebagai berikut.Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan peralihan kapitalisme pusat.Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh tanda-tanda ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada upaya ekspor. Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan istilah hipertropi pada sektor tersier di negara pinggiran. Keempat, teori efek penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterapkan secara mekanis pada negara pinggiran.Kelima, tidak mencampuradukkan ciri-ciristruktural negara terbelakang dengan negara maju pada waktu negara maju tersebut berada dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu.Keenam, keseluruhan profil kontradiksi struktural yeng telah dibuat tedahulu menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan, yang mengahalngi pertumbuhan negara pinggiran. Ketujuh, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut terintegrasi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.

Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik
          Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi sebagai berikut.Pertama, keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Ketiga, permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Keempat, situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.

Implikasi Kebijaksanaan Teori Dependensi Klasik
          Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran (output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya.
Perbandingan Teori Dependensi dan Teori Modernisasi
          Kedua teori ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama dalam mempelajari persoalan pembangunan Dunia Ketiga dan berupaya merumuskan kebijaksanaan pembangunan. Kedua teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang dwi-kutub.
Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan negara Dunia Ketiga.Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.

BAB VI
HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK

Dalam bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik, yaiu: hasil  penelitian Baran tentang kolonialisme di India, hasil penelitian Landsberg tentang munculnya imperialisme baru di Asia Timur, dan hasil kajian dari Sritua arief dan Adi sasono. Ketiga nya dianggap cukup mewakili pemikiran-pemikiran teori dependensi klasik.

Baran : Kolonialisme di India
Akibat Ekonomi Kolonialisme
India merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18. Itu di karenakan kondisi ekonomi india secara relatif sudah maju, dan usaha perdagangan, industri dan cara berproduksinya tidak berbeda dengan yang ada di negara lain yang sudah maju. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus ekonomi dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan pembanjiran barang produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan India telah menjadi sebab dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap keterbelakangan India.
Akibat Politik dan Budaya
          Menurut perspektif dependensi, pemerintahan kolonial didirikan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas negara jajahan, dan untuk menjamin kelancaran pengambilan bahan mentah yang diperlukan negara penjajah, serta untuk memberikan kemudahan pengiriman barang yang diproduksi negara penjajah ke negara pinggiran tersebut. Pemerintahan kolonial tidak akan pernah dibentuk dengan tujuan untuk membangun ekonomi negara pinggiran. Dalam rangka menjadikan Dunia Ketiga menjadi negara pinggiran, pemerintah kolonial tidak segan-segan  melakukan praktek kekerasan untuk membuat penduduk negara jajahan tunduk.
          Karena politik-ekonomi India telah demikian dalamnya mengalami restrukturisasi selama lebih dari seabad masa penjajahan Inggris, Baran menegaskan bahwa tiadanya lagi secara formal pemerintahan kolonial di India tidak dapat begitu saja menghlangkan akibat sisa peniggalan kolonial. Bahkansetelah kemerdekaannya pun, struktur ketergantungan masih terlihat secara jelas di India dan akan terus mengganggu pembangunan India di kemudian hari.
Landsberg : Tumbuhnya Imperialisme di Asia timur
          Dalam mengmati pelaksanaan dan hasil kebijaksanaan indusrialisasi dengan orientasi ekspor (IOE) di Korea, Taiwan, Singapura, dan Hongkong, Landsberg mengajukan pertanyaan tunggal yakni apakah negara-negara ini akan atau harus dijadikan model pembangunan negara Dunia Ketiga.

Konteks Sejarah
          Bagi Landsberg, dominasi asing di negara-negara Dunia Ketiga tidak begitu saja berakhir setelah Perang Dunia II. Masih banyak faktor yang berkaitan dan berantai yang menyebabkan pembangunan negara Dunia Ketiga tetap memprihatinkan.Pertama, lemahnya dasar-dasar pengembangan industri. Kedua, karena membutuhkan devisa, negara Dunia Ketia terpaksa mengandalkan pengumpulan dana melalui ekspor produk mentah yang rentan terhadap fluktuasi pasar. Ketiga, kurangnya kemampuan negara-negara Dunia Ketiga untuk mengumpulkan devisa sehingga akan terjebak dalam utang luar negeri.
Strategi industrialisasi substitusi impor (ISI) ditumuskan dengan harapan dapat membantu negara Dunia Ketiga lepar dari ketergantungan ekspor produk primer. Namun demikian, logika imperialisme tetap menghalangi keberhasilan pelaksanaan strategi ISI, karena sebagian penduduk negara Dunia Ketiga masih miskin, borjuis domestik tidak mempunyai cukup modal untuk mendirikan industri, dan derasnya arus modal asing yang masuk ke negara Dunia Ketiga.
Secara ringkas, Landsberg menyimpulkan bahwa sekalipun IOE “membantu tumbuhnya industri dan tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan mampu menumbuhkan tejadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang mandiri dan tangguh.

Karakteristik IOE : Siapa Mengekspor Kepada Siapa
          Landsberg menyebutkan bahwa hanya sedikit negara Dunia Ketiga yang mampu menghasilkan sebagian besar barang-barang hasil industri yang diekspor ke negara maju. Dari sedikit negara Dunia Ketiga pengekspor ini, Landsberg membaginya dalam dua kategori, yaitu negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori A dan negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori B.
Lahirnya IOE
          Munculnya IOE berdasarkan kebijakan subkontrak internasional yang dirumuskan oleh perusahaan-perusahaan transnasional yang membangun industrinya di negara-negara Dunia Ketiga.Untuk itu perusahaan transnasional menjalin hubungan hukum bersama mitra lokal.Stratgi IOE menunjukkan adanya tanda-tanda tahapan baru dalam pembagian kerja internasional yaitu berpindahnya lokasi kegiatan produksi ke Dunia Ketiga. Ada beberapa alasan tumbuhnya kebijaksanaan subkontrak internasional, antara lain, adanya perluasan pasar dan persaingan perusahaan transnasional untuk merebut pasar, adanya peningkatan biaya produksi di negara maju, penemuan-penemuan mengagumkan dalam bidang teknologi komunikasi dan transportasi, laba yang diperoleh peusahaan subkontrak sangat tinggi, serta negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara yang tepat untuk usaha subkontrak.
Akibat IOE
          Dilihat dari sudut pandang teori dependensi klasi, strategi IOE dianggap janji palsu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mandiri dan oleh karena itu tidak dapat dijadikan sebagai model yang khas untuk pembangunan Dunia Ketiga.Pertama, produk industri yang dihasilkan oleh negara Dunia Ketiga ditujukan untuk pasar internasional.Kedua, usaha subkontrak hanya membutuhkan dan menggunakan tenaga kerja dengan ketermapilan dan kecakapan rendah.Ketiga, mitra lokal biasanya tidak mampu untuk berdiri sebagai pihak pengendali dan atau memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi. Keempat, dengan tidak mengabaikan usaha-usaha yang dilakukan negara-negara di Asia Timur untuk melakukan perbaikan dan diversifikasi produk ekspornya untuk membangun dasar-dasar industri yang lebih dinamis, Landsberg pesimis bahwa mereka akan berhasil. Terakhir, ketidakstabilan dunia juga mempengaruhi dna menghambat pertumbuhan ekonomi di negara kelompok B. Sekalipun IOE membantu tumbuhnya industri dan tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan mampu menumbuhkan terjadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang mandiri dan tangguh.
Sritua Arief dan Adi Sasono : Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia
Kajian ini dimulai dengan menguji kembali warisan kolonial Belanda yang ditinggalkan.Bagi mereka pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai “pangkal tolak untuk melihat bangunan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu negara ini merdeka.”Sistem tanam paksa merupakan salah satu faktor terpenting yang bertanggung jawab terhadap berkembangnya keterbelakangan dan kemiskinan di Indonesia. Dlam proses eksploitasi ini telah terjalin aliansi antara pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dan pihak-pihak penguasa feodal di Indonesia.
Untuk mengamati pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru, Arief dan Sasono menggunakan lima tolok ukur, yaitu sifat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, proses industrialisasi, pembiayaan pembangunan, dan persediaan bahan makanan. Pertama, mereka melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai Indonesia telah dibarengi dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.Kedua, Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang tinggi dan dengan percepatan yang tinggi pula. Ketiga, proses industrialisasi yang terjadi di Indonesia adalah proses industrialisasi sebagai industri ekstraversi. Keempat, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan karena model industrialisasi yang dipilih, Indonesia memiliki kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing.Kelima, betapa pentingnya memiliki kemampuan swasembada pangan.Situasi ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di Indonesia.

Tenaga Teori Dependensi Klasik
Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia mencerminkan kerakteristik yang khas teori dependensi dalam usahanya menguji persoalan pembangunan Dunia Ketiga.Dari padanya diharapkan dapat dilihat secara lebih jelas dan karena itu dapat dicari kekuatan teori dependensi dalam mengarahkan pola pikir peneliti, para perencana kebijaksanaan, dan pengambil keputusan untuk mengikuti tesis-tesis yang diajukan. Dalam hal ini teori dependensi dibanding dengan dua pendekatan pokok yang lain. Namun lebih ditujukan untuk menggali sejauh mana tenaga yang dimiliki teori dependensi dalam mempengaruhi peta pemikiran persoalan pembangunan.  Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni ketergantungan pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut disebabkan oleh faktor luar, yang tidak berada didalam jangkauan pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini akan membawa akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi.
Ketergantungan dan faktor luar.
Tenaga inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan untuk menguji sejauh mana dominasi asing telah secara signifikan mempengaruhi roda pembangunan nasional.
Ketergantungan ekonomi.
Dengan merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai tukar barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan. Dalam hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak mengesampingkan dimensi politik dan budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
Ketergantungan dan pembangunan.
Teori dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat negatif yang harus dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi ketergantungannya. Bahkan terkadang tarasa agak berlebihan, ketika teori dependensi menyebutkan bahwa hanya dengan menghilangkan sama sekali situasi ketergantungan, negara Dunia Ketiga baru akan mampu mencapai pembangunan ekonomi.

Kritik terhadap teori dependensi.
Sejak tahun 1970-an, teori dependensi klasik telah demikian banyak menerima kritik.Pada dasarnya kritik yang mereka ajukan mendasarkan diri pada ketidakpuasan mereka terhadap metode kajian, konsep, dan sekaligus implikasi kebijaksanaan yang selama ini dimiliki oleh teori dependensi klasik.
Metode pengkajian.
Teori dependensi menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang memberikan pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara barat untuk mengeksploitasi negara dunia ketiga.Dalam menanggapai kritik ini, teori modernisasi membalas dengan tidak kalah garangnya, dengan menunjuk bahwa teori dependensi hanya merupakan alat propaganda politik dari ideologi revolusioner Marxisme. Baginya, teori dependensi bukan merupakan karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik
Kategori teoritis.
Teori dependensi menyatakan, bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di Dunia Ketiga lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal.Disinilah para penganut pola pikir neo-Marxisme mengarahkan kritiknya. Mereka menuduh, bahwa teori dependensi secara berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan sama sekali dinamika internal, seperti misalnya peranan kelas sosial dan negara.
Implikasi kebijaksanaan.
Sejak dari awal penjelasannya, teori dependensi telah secara tegas dan detail menguraikan akibat buruk dari kolonialisme dan pembagian kerja internasional.Teori ini berpendapat, selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini tetap bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka ketergantungan negara dunia ketiga tetap tak terselesaikan.Oleh karena itu, teori dependensi mengajukan usulan yang radikal untuk mengubah situasi ketimpangan ini, yakni dengan revolusi sosialis.


BAB VII
Teori Dependensi Baru
Rumusan Cardoso tewrdiri dari teori structural, karean ingin membawa peran analisa sejarah ilmu-ilmu social, Cardoso melihat dengan jelas bahwa Negara dunia ketiga  masih memiliki peluang untuk mencapai apa yang ia sebut sebagai situasi pembangunan yang bergantung, baginya tidak tertutup kemungkinan bahwa pembangunan dan ketergantungan mewujud secara bersama-sama dan kareana itu muncul situasi yang lebih dinamis di banding dengan situasi ketergantungan yang selama ini di gambarkan oleh teori dependensi klasik.
  1. model pembangunan yang bergantung
  2. dinamika politik
Gold: pembangunan dan ketergantungan dinamis
  1. fase ketergantungan klasik
  2. fase pembangunan bergantung
  3. fase ketergantungan dinamis
Koo:  Interaksi antara Sistem Dunia Negara dan  Kelas di Korea
  1. system dunia
  2. struktur kelas
  3. Negara
Mohtar Mas’oed: Negara Birokratik- Otoriter di Indonesia
  1. Negara Birokratik Otoriter(NBO)
  2. Karakteristik 9NBO)
  3. Lahirnya NBO
  4. Dinamika NBO
Dengan menggunakan konsep NBO yang dikembangkan oleh O’Donell dan menggabungkannya dengan konsep korporatisme, Mas’od berusaha menjawab pertanyaan tersebut diantaranya:
1.diwariskan oleh sebab kerisis ekonomi dan politik yang terjadi pada pertengahan 1960, struktur politik yang di tinggalkan oleh massa sebelumnya cenderung memberikan kekuasaan yang berlebihan pada pemerintah.
2. kondisi intrern Orde Baru yang  memaksa untuk segera melakukan  kebijaksanaan stabilisasi dalam restrukturi ekonomi.
3. orientasi ekonomi keluar yang di rumuskan oleh Orde Baru pada massa akhir tahun 1960-an dan berlanjut1970-an.

Belum ada Komentar untuk "Review_2 Teori-teori Pembangunan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel