Review_2 Teori-teori Pembangunan
Kamis, 04 September 2014
Tambah Komentar
BAB V
TEORI DEPENDENSI KLASIK
SEJARAH
LAHIRNYA
Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan
lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju
lainnya.Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya.Teori ini
lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara
Dunia Ketiga.Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili
“suara negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik,
budaya dan intelektul dari negara maju.
Pendekatan depedensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal
kelahirannya teori ini lebih merpakan jawaban atas kegagalan program yang
dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin
pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika
Latin mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBAL yang
menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi
substitusi impor (ISI) yang diharapkan memberikan keberhasilan berkelanjutan
pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan rakyat
serta pembangunan politik demokratis. Namun strategi ini mengalami kegagalan
sehingga mengakibatkan timbulnya perlawanan rakyat dan tumbangnya pemerintahan
yang populis dan kemudian digantikan oleh pemerintahan yang otoriter.
Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh
Pemerintah Amerika Latin.Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa
KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal,
diantaranya termasuk program pembagian tanah.Sayangnya program KEPBBAL ini
tidak berhasil.Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada
tahun 1960-an. Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan
kebijaksanaan industralisasi subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika
Latin.Daya beli masyarakat terbatas pada kelas sosial tertentu, pada pasar
domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi setelah kebutuhan barang
dalam negeri tersedia.Ketergantungan terhadap impor hanya sekedar beralih dari
barang-barang konsumsi ke barang-barang modal.Barang-barang ekspor konvensional
tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi. Akibatnya adalah
timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran, yang muncul hampir
bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar yang lain.
Optimisme pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.
Neo-Marxisme
Teori
dependensi juga memiliki warisan pemikiran dari neo-marxisme.Keberhasilan
Revolusi RRC dan Kuba telah membantu tersebarnya perpaduan baru
pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang
kemudian menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut
dirinya sendi dengan “Neo-Marxists”. Menutur Foster-Carter, neo-marxisme
berbeda dengan Marxis ortodoks dalam beberapa hal sebagai berikut:
Marxis
ortodoks melihat imperialisme dari sudut pandang negara-negara utama (core
countries), sebagai tahapan lebih lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa
Barat, yakni kapitalisme monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari
sudut pandang negara pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat
imperilalisme pada negara-negar dunia ketiga.
Marxis
ortodoks cenderung berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua
tahapan revolusi.Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi
sosialis. Marxis ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus
melaksanakan revolusi borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia
Ketiga dan hal ini merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya
revolusi sosialis dikemudian hari. Dalam hal ini neo Marxisme percaya, bahwa
negara Dunia Ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
Terakhir,
jika revolusi soaialis terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan
percaya, bahwa revolusi itu dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan.
Dipihak lain, neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia
berharap banyak pada kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan
perang gerilya tentara rakyat.
Frank
: Pembangunan dan Keterbelakangan
Menurut Frank, sebagian kategori teoritis dan implikasi kebijaksanaan
pembangunan yang ditemukan di dalam teori modernisasi merupakan hasil sulingan
dan saringan pengalaman kesejarahan negara-negara kapitalis maju di Eropa barat
dan Amerika Utara. Dengan demikian, menurut Frank, kategori teoritis yang
dirumuskan akan sangat berorientasi kepada “Barat” dan karenanya tidak akan
mampu menjadi petunjuk untuk memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi
negara Dunia Ketiga.
Teori modernisasi memiliki kekurangan karena ia hanya memberikan penjelasan
internal sebagai penyebab pokok keterbelakangan Dunia Ketiga. Selain itu, teori
modernisasi juga beranggapan bahwa negara-negara Dunia Ketiga tersebut kini
sedang berada pada tahap awal pembangunan, oleh karena itu negara-negara
terbelakang perlu melihat negara barat sebagai insprirasi dan mengikuti arah
dan jalan pembangunan yang pernah ditempuh negara-negara barat. Menurut Frank,
negara Dunia Ketiga tidak akan dapat dan tidak perlu mengikuti arah pembangunan
negara-negara barat, karena mereka memiliki pengalaman kesejarahan yang
berbeda.
Sebagai reaksi atas penjelasan faktor internal dari teori modernisasi, Frank
memberikan penjelasan faktor luar (external) untuk memahami persoalan
pembangunan Dunia Ketiga. Bagi Frank, bukan feodalisme atau tradisionalisme
yang menjadikan negara Dunia Ketiga terbelakang, sebaliknya karena kolonialisme
dan dominasi asing maka terjadilah pembalikan sejarah dari perkembangan negara
maju dan memaksanya untuk mengikuti arah perkembangan keterbelakangan ekonomi.
Model satelit-metropolis menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan
keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud.Model hubungan satelit-metropolis
berlaku pada tingkat hubungan internasional, regional dan lokal dalam suatu
negara Dunia Ketiga.Keseluruhan rangkaian hubungan satelit-metropolis dibangun
untuk melakukan pengambilan surplus ekonomi dari daerah yang lebih kecil ke
daerah yang lebih maju.Hal ini yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia
Ketiga.
Berdasarkan model satelit-metropolis, Frank merumuskan hipotesa yang menarik
untuk menguji pembangunan di Dunia Ketiga. Pertama, berlawanan dengan
perkembangan yang terjadi pada metropolis dunia, yang tidak memiliki kota
satelit sama sekali, pembangunan yang terjadi di metropolis nasional dan
kota-kota yang lebih kecil di bawahnya akan dibatasi oleh status
kesatelitannya. Kedua, negara satelit akan mengalami pembangunan ekonomi yang
pesat apabila dan ketika mereka memiliki hubungan dan keterkaitan yang terendah
intensitasnya dengan metropolis barat. Ketiga ketika metropolis bangkit dari
krisis dan membangun kembali kekuatan ekonominya, proses industrialisasi yang
telah terjadi pada negara-negara satelit ini akan ditarik dan dieksploitir
kembali dalam hubungan global tersebut. Keempat, daerah yang paling terbelakang
dan feodal sekarang ini adalah daerah yang memiliki derajat hubungan dan keterkaitan
sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.
Dos
Santos : Struktur Ketergantungan
Dos Santos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dna negara
tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di
negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung.
Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara tergantung mengalir dan berpindah
ke negara dominan yang menyebabkan tidak dapat berkembangnya pasar dalam
negeri, menghambat kemampuan teknik dan memperlemah keandalan budayanya.Intinya
adalah tindakan pengawasan ketat dan monopoli oleh negara maju.
Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan yaitu ketergantungan
kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi
industri.Dalam konteks ini, Dos Santos melihat batasan struktural upaya
pembangunan industri di negara Dunia ketiga. Pertama, pembangunan industri akan
bergantung pada kemampuan ekspor karena hanya dengan jalan itu negara
tergantung akan memperoleh devisa yang dapat digunakan untuk membangun
ekonominya. Kedua, pembangunan industri negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi
oleh fluktuasi neraca pembayaran internasional yang cenderung untuk defisit.
Defisit terjadi karena monopoli ketat pasar internasional yang cenderung
mengakibatkan rendahnya harga pasar bahan produk mentah yang dihasilkan negara
Dunia Ketiga dibanding dengan produk industri, banyaknya keuntungan y ang
diperoleh negara maju dari negara industri dan kebutuhan akan pembiayaan asing.
Ketiga, pembangunan industri sangat kuat dipengaruhi oleh monopoli teknologi
negara maju.
Amin:
Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran
Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin mengandung berbagai pernyataan pokok
sebagai berikut.Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan
peralihan kapitalisme pusat.Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh
tanda-tanda ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada
upaya ekspor. Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan
istilah hipertropi pada sektor tersier di negara pinggiran. Keempat, teori efek
penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterapkan
secara mekanis pada negara pinggiran.Kelima, tidak mencampuradukkan
ciri-ciristruktural negara terbelakang dengan negara maju pada waktu negara
maju tersebut berada dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu.Keenam,
keseluruhan profil kontradiksi struktural yeng telah dibuat tedahulu
menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan, yang mengahalngi pertumbuhan
negara pinggiran. Ketujuh, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara
kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa
prakapitalisnya dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut
terintegrasi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.
Asumsi
Dasar Teori Dependensi Klasik
Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi sebagai
berikut.Pertama, keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat
umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat
sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang
menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal
atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar
jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Ketiga, permasalahan
ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat
mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Keempat, situasi
ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai
suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.
Implikasi
Kebijaksanaan Teori Dependensi Klasik
Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali
pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk
diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran
(output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan
lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk
dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan
program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih
merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk
pedesaan, para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam
posisi memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan
sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat
dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya.
Perbandingan
Teori Dependensi dan Teori Modernisasi
Kedua teori ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama dalam mempelajari
persoalan pembangunan Dunia Ketiga dan berupaya merumuskan kebijaksanaan
pembangunan. Kedua teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian
yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang
dwi-kutub.
Kedua
teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan
negara Dunia Ketiga.Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat
keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal,
peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini,
teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya
secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan
negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan
otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi
sosialis.
BAB VI
HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK
Dalam
bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik, yaiu:
hasil penelitian Baran tentang kolonialisme di India, hasil penelitian
Landsberg tentang munculnya imperialisme baru di Asia Timur, dan hasil kajian
dari Sritua arief dan Adi sasono. Ketiga nya dianggap cukup mewakili
pemikiran-pemikiran teori dependensi klasik.
Baran
: Kolonialisme di India
Akibat
Ekonomi Kolonialisme
India
merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18. Itu di karenakan
kondisi ekonomi india secara relatif sudah maju, dan usaha perdagangan,
industri dan cara berproduksinya tidak berbeda dengan yang ada di negara lain
yang sudah maju. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus
ekonomi dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan
pembanjiran barang produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan
India telah menjadi sebab dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
keterbelakangan India.
Akibat
Politik dan Budaya
Menurut perspektif dependensi, pemerintahan kolonial didirikan dengan tujuan
untuk menjaga stabilitas negara jajahan, dan untuk menjamin kelancaran
pengambilan bahan mentah yang diperlukan negara penjajah, serta untuk
memberikan kemudahan pengiriman barang yang diproduksi negara penjajah ke
negara pinggiran tersebut. Pemerintahan kolonial tidak akan pernah dibentuk
dengan tujuan untuk membangun ekonomi negara pinggiran. Dalam rangka menjadikan
Dunia Ketiga menjadi negara pinggiran, pemerintah kolonial tidak
segan-segan melakukan praktek kekerasan untuk membuat penduduk negara
jajahan tunduk.
Karena politik-ekonomi India telah demikian dalamnya mengalami restrukturisasi
selama lebih dari seabad masa penjajahan Inggris, Baran menegaskan bahwa
tiadanya lagi secara formal pemerintahan kolonial di India tidak dapat begitu
saja menghlangkan akibat sisa peniggalan kolonial. Bahkansetelah kemerdekaannya
pun, struktur ketergantungan masih terlihat secara jelas di India dan akan
terus mengganggu pembangunan India di kemudian hari.
Landsberg
: Tumbuhnya Imperialisme di Asia timur
Dalam mengmati pelaksanaan dan hasil kebijaksanaan indusrialisasi dengan
orientasi ekspor (IOE) di Korea, Taiwan, Singapura, dan Hongkong, Landsberg
mengajukan pertanyaan tunggal yakni apakah negara-negara ini akan atau harus
dijadikan model pembangunan negara Dunia Ketiga.
Konteks
Sejarah
Bagi Landsberg, dominasi asing di negara-negara Dunia Ketiga tidak begitu saja
berakhir setelah Perang Dunia II. Masih banyak faktor yang berkaitan dan berantai
yang menyebabkan pembangunan negara Dunia Ketiga tetap memprihatinkan.Pertama,
lemahnya dasar-dasar pengembangan industri. Kedua, karena membutuhkan devisa,
negara Dunia Ketia terpaksa mengandalkan pengumpulan dana melalui ekspor produk
mentah yang rentan terhadap fluktuasi pasar. Ketiga, kurangnya kemampuan
negara-negara Dunia Ketiga untuk mengumpulkan devisa sehingga akan terjebak
dalam utang luar negeri.
Strategi
industrialisasi substitusi impor (ISI) ditumuskan dengan harapan dapat membantu
negara Dunia Ketiga lepar dari ketergantungan ekspor produk primer. Namun
demikian, logika imperialisme tetap menghalangi keberhasilan pelaksanaan
strategi ISI, karena sebagian penduduk negara Dunia Ketiga masih miskin,
borjuis domestik tidak mempunyai cukup modal untuk mendirikan industri, dan
derasnya arus modal asing yang masuk ke negara Dunia Ketiga.
Secara
ringkas, Landsberg menyimpulkan bahwa sekalipun IOE “membantu tumbuhnya
industri dan tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan
mampu menumbuhkan tejadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang
mandiri dan tangguh.
Karakteristik
IOE : Siapa Mengekspor Kepada Siapa
Landsberg menyebutkan bahwa hanya sedikit negara Dunia Ketiga yang mampu
menghasilkan sebagian besar barang-barang hasil industri yang diekspor ke
negara maju. Dari sedikit negara Dunia Ketiga pengekspor ini, Landsberg
membaginya dalam dua kategori, yaitu negara Dunia Ketiga pengekspor dalam
kategori A dan negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori B.
Lahirnya
IOE
Munculnya IOE berdasarkan kebijakan subkontrak internasional yang dirumuskan
oleh perusahaan-perusahaan transnasional yang membangun industrinya di
negara-negara Dunia Ketiga.Untuk itu perusahaan transnasional menjalin hubungan
hukum bersama mitra lokal.Stratgi IOE menunjukkan adanya tanda-tanda tahapan
baru dalam pembagian kerja internasional yaitu berpindahnya lokasi kegiatan
produksi ke Dunia Ketiga. Ada beberapa alasan tumbuhnya kebijaksanaan
subkontrak internasional, antara lain, adanya perluasan pasar dan persaingan
perusahaan transnasional untuk merebut pasar, adanya peningkatan biaya produksi
di negara maju, penemuan-penemuan mengagumkan dalam bidang teknologi komunikasi
dan transportasi, laba yang diperoleh peusahaan subkontrak sangat tinggi, serta
negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara yang tepat untuk usaha subkontrak.
Akibat
IOE
Dilihat dari sudut pandang teori dependensi klasi, strategi IOE dianggap janji
palsu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mandiri dan oleh karena itu
tidak dapat dijadikan sebagai model yang khas untuk pembangunan Dunia
Ketiga.Pertama, produk industri yang dihasilkan oleh negara Dunia Ketiga
ditujukan untuk pasar internasional.Kedua, usaha subkontrak hanya membutuhkan
dan menggunakan tenaga kerja dengan ketermapilan dan kecakapan rendah.Ketiga,
mitra lokal biasanya tidak mampu untuk berdiri sebagai pihak pengendali dan
atau memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi. Keempat, dengan tidak
mengabaikan usaha-usaha yang dilakukan negara-negara di Asia Timur untuk
melakukan perbaikan dan diversifikasi produk ekspornya untuk membangun
dasar-dasar industri yang lebih dinamis, Landsberg pesimis bahwa mereka akan
berhasil. Terakhir, ketidakstabilan dunia juga mempengaruhi dna menghambat pertumbuhan
ekonomi di negara kelompok B. Sekalipun IOE membantu tumbuhnya industri dan
tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan mampu
menumbuhkan terjadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang mandiri dan
tangguh.
Sritua
Arief dan Adi Sasono : Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia
Kajian
ini dimulai dengan menguji kembali warisan kolonial Belanda yang
ditinggalkan.Bagi mereka pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai “pangkal
tolak untuk melihat bangunan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu
negara ini merdeka.”Sistem tanam paksa merupakan salah satu faktor terpenting
yang bertanggung jawab terhadap berkembangnya keterbelakangan dan kemiskinan di
Indonesia. Dlam proses eksploitasi ini telah terjalin aliansi antara pemerintah
kolonial Belanda di Indonesia dan pihak-pihak penguasa feodal di Indonesia.
Untuk
mengamati pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru, Arief dan Sasono
menggunakan lima tolok ukur, yaitu sifat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga
kerja, proses industrialisasi, pembiayaan pembangunan, dan persediaan bahan
makanan. Pertama, mereka melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai
Indonesia telah dibarengi dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin.Kedua, Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang tinggi dan
dengan percepatan yang tinggi pula. Ketiga, proses industrialisasi yang terjadi
di Indonesia adalah proses industrialisasi sebagai industri ekstraversi.
Keempat, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan karena model
industrialisasi yang dipilih, Indonesia memiliki kebutuhan untuk selalu
memperoleh modal asing.Kelima, betapa pentingnya memiliki kemampuan swasembada
pangan.Situasi ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau
sedang mewujud di Indonesia.
Tenaga
Teori Dependensi Klasik
Ketergantungan
dan keterbelakangan Indonesia mencerminkan kerakteristik yang khas teori
dependensi dalam usahanya menguji persoalan pembangunan Dunia Ketiga.Dari
padanya diharapkan dapat dilihat secara lebih jelas dan karena itu dapat dicari
kekuatan teori dependensi dalam mengarahkan pola pikir peneliti, para perencana
kebijaksanaan, dan pengambil keputusan untuk mengikuti tesis-tesis yang
diajukan. Dalam hal ini teori dependensi dibanding dengan dua pendekatan pokok
yang lain. Namun lebih ditujukan untuk menggali sejauh mana tenaga yang
dimiliki teori dependensi dalam mempengaruhi peta pemikiran persoalan
pembangunan. Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang
sama, yakni ketergantungan pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut
disebabkan oleh faktor luar, yang tidak berada didalam jangkauan
pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini akan membawa
akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi.
Ketergantungan
dan faktor luar.
Tenaga
inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari
kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan untuk menguji
sejauh mana dominasi asing telah secara signifikan mempengaruhi roda pembangunan
nasional.
Ketergantungan
ekonomi.
Dengan
merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai tukar
barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para
pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi
ketergantungan. Dalam hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak
mengesampingkan dimensi politik dan budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai
akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
Ketergantungan
dan pembangunan.
Teori
dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat negatif yang
harus dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi ketergantungannya.
Bahkan terkadang tarasa agak berlebihan, ketika teori dependensi menyebutkan
bahwa hanya dengan menghilangkan sama sekali situasi ketergantungan, negara
Dunia Ketiga baru akan mampu mencapai pembangunan ekonomi.
Kritik
terhadap teori dependensi.
Sejak
tahun 1970-an, teori dependensi klasik telah demikian banyak menerima
kritik.Pada dasarnya kritik yang mereka ajukan mendasarkan diri pada
ketidakpuasan mereka terhadap metode kajian, konsep, dan sekaligus implikasi
kebijaksanaan yang selama ini dimiliki oleh teori dependensi klasik.
Metode
pengkajian.
Teori
dependensi menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang
memberikan pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara barat untuk
mengeksploitasi negara dunia ketiga.Dalam menanggapai kritik ini, teori
modernisasi membalas dengan tidak kalah garangnya, dengan menunjuk bahwa teori
dependensi hanya merupakan alat propaganda politik dari ideologi revolusioner
Marxisme. Baginya, teori dependensi bukan merupakan karya ilmiah, melainkan
lebih merupakan pamflet politik
Kategori
teoritis.
Teori
dependensi menyatakan, bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di Dunia
Ketiga lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal.Disinilah para penganut
pola pikir neo-Marxisme mengarahkan kritiknya. Mereka menuduh, bahwa teori
dependensi secara berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal,
dengan hampir melupakan sama sekali dinamika internal, seperti misalnya peranan
kelas sosial dan negara.
Implikasi
kebijaksanaan.
Sejak
dari awal penjelasannya, teori dependensi telah secara tegas dan detail
menguraikan akibat buruk dari kolonialisme dan pembagian kerja internasional.Teori
ini berpendapat, selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini tetap
bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka ketergantungan negara
dunia ketiga tetap tak terselesaikan.Oleh karena itu, teori dependensi
mengajukan usulan yang radikal untuk mengubah situasi ketimpangan ini, yakni
dengan revolusi sosialis.
BAB VII
Teori Dependensi Baru
Rumusan
Cardoso
tewrdiri dari teori structural, karean ingin membawa peran analisa sejarah
ilmu-ilmu social, Cardoso melihat dengan jelas bahwa Negara dunia ketiga
masih memiliki peluang untuk mencapai apa yang ia sebut sebagai situasi
pembangunan yang bergantung, baginya tidak tertutup kemungkinan bahwa
pembangunan dan ketergantungan mewujud secara bersama-sama dan kareana itu muncul
situasi yang lebih dinamis di banding dengan situasi ketergantungan yang selama
ini di gambarkan oleh teori dependensi klasik.
- model pembangunan yang bergantung
- dinamika politik
Gold:
pembangunan dan ketergantungan dinamis
- fase ketergantungan klasik
- fase pembangunan bergantung
- fase ketergantungan dinamis
Koo:
Interaksi antara Sistem Dunia Negara dan Kelas di Korea
- system dunia
- struktur kelas
- Negara
Mohtar
Mas’oed: Negara Birokratik- Otoriter di Indonesia
- Negara Birokratik Otoriter(NBO)
- Karakteristik 9NBO)
- Lahirnya NBO
- Dinamika NBO
Dengan
menggunakan konsep NBO yang dikembangkan oleh O’Donell dan menggabungkannya
dengan konsep korporatisme, Mas’od berusaha menjawab pertanyaan tersebut
diantaranya:
1.diwariskan
oleh sebab kerisis ekonomi dan politik yang terjadi pada pertengahan 1960,
struktur politik yang di tinggalkan oleh massa sebelumnya cenderung memberikan
kekuasaan yang berlebihan pada pemerintah.
2.
kondisi intrern Orde Baru yang memaksa untuk segera melakukan
kebijaksanaan stabilisasi dalam restrukturi ekonomi.
3.
orientasi ekonomi keluar yang di rumuskan oleh Orde Baru pada massa akhir tahun
1960-an dan berlanjut1970-an.
Belum ada Komentar untuk "Review_2 Teori-teori Pembangunan "
Posting Komentar