Review Teori Teori Pembangunan




Bab 2

   Teori Modernisasi Klasik

Sejarah Lahirnya

Pertama, Munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia.
sekalipun negara – negara barat lainnya, seperti inggris, perancis , dan jerman semakin melemah setelah perang dunia II, AS justru menjadi “pemimpin” dunia sejak pelaksanaan marshall plan yang diperlukan untuk membangun kembali eropa barat akibat perang dunia II. Pada tahun 1950 – an AS secara praktis mengambil peran sebagai pengendali percaturan dunia.

Kedua, pada saat yang hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunitas sedunia.
Uni sovyet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai di Eropa Timur, tetapi juga sampai di Asia, antara lain di Cina dan Korea. Ini secara tidak langsung mendorong AS untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain eropa barat, sebagai salah satu upaya pembendungan penyebaran ideologi komunisme. 

Ketiga, lahirnya negara – negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara – negara Eropa.
negara – negara baru ini secara serempak mencari model –model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya.


WARISAN PEMIKIRAN
Pewarisan pemikiran struktural -  fungsionalisme ke dalam teori modernisasi terjadi lebih disebabkan oleh kenyataan, bahwa sebagian besar pendukung utama teori modernisasi, seperti Daniel Larner, Marion Levy,Neil Smelser,  lebih banyak terdidik dalam alam pemikiran strukturan fungsionalisme.
Oleh karena itu, akan bermanfaat apabila sebelum menyampaikan secara detail konsep – konsep pokok teori modernisasi, disampaikan terlebih dahulu secara singkat pola pikir teori evolusi dan teori fungsionalisme.

TEORI EVOLUSI
Pada garis besarnya, teori evolusi menggambarkan perkembangan masyarakat sebagai berikut:
Pertama, teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah seperti garis lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju.
Kedua, teori evolusi membaurkan antara pandangan subyektifnya tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju masyarakat yang modren merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Oleh karena masyarakat modren merupakan masyarakat yang dicita – citakan yang mengandung unsur yang disebut “baik” dan “sempurna”.
Teori evolusi juga beranggapan, bahwa perubahan sosial berjalan secara perlahan – lahan, sedikit demi sedikit dan bertahap. Perubahan ini dari masyarakat primitif ke masyarakat modren.

TEORI FUNGSIONALISME
Pemikiran Talcott Parsons, berpendapat bahwa masyarakat manusia tak ubahnya seperti organ tubuh manusia, dan oleh karena itu masyarakat manusia juga dapat dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia.
Pertama, seperti struktur tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam hal ini, Parsons menggunakan konsep “Sistem” untuk menggambarkan koordinasi harmonis antar kelembagaan tersebut.
Kedua, karena setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut.
                                                                                                                                                                                                                                               
SMELSER: DIFERENSIASI STRUKTURAL
Di dalam masyarakat modren, institusi keluarga telah mengalami diferensiasi struktural. Keluarga memiliki struktur yang lebih sederhana dan kecil dan hanya terdiri dari keluarga inti.
Namun demikian sekalipun telah terbentuk berbagai lembaga penghubung, menurut smelser, persoalan intergrasi tidak akan dapat diselesaikan secara sempurna.
Pertama, karena adanya konflik nilai dan kepentingan dari berbagai lembaga penghubung tersebut.
Kedua, persoalan integrasi tidak dapat diatasi secara total karena adanya permasalahan ketidakseimbangan perkembangan dan pembangunan kelembagaaan masyarakat yang diperlukan.
Menurut Smelser, kurangnya koordinasi dari berbagai struktur ini akan mengakibatkan kerusuhan sosial.
Dengan mengaitkan akibat diferensiasi struktural sosial, dan kemungkinan timbulnya kerusuhan sosial, smelser menunjuk bahwa modernisasi tidak harus merupakan satu proses yang lancar dan harmonis. Dengan kata lain, kerangka teori yang dibangun smelser selain menunjuk proses modernisasi, juga memberikan alat bantu analisa untuk menguji akibat samping modernisasi itu sendiri, khususnya di negara dunia ketiga.

Rostow: Tahapan Pertumbuhan Ekonomi
Rostow, menyatakan ada lima tahapan pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional sampai masyarakat dengan konsumsi masa tinggi. Rostow menguraikan lebih jauh tahapan yang perlu dilalui , dan lebih khusus lagi Rostow menjelaskan dengan detail tahapan yang dianggap kritis, yakni tahap tinggal landas.
Negara dunia ketiga ketika berada pada tahapan tradisional mungkin hanya mengalami sedikit perubahan sosial. Hal ini disebabkan, misalnya oleh mulai tumbuhnya kaum usahawan, perluasan pasar, pembangunan industri. Bagi , Rostow, perubahan ini masih dianggap sebagai prakondisi untuk mencapai tahapan berikutnya , yaitu tahap lepas landas.
Negara dunia ketiga mampu mencapai tahap tinggal landas tetapi diikuti dengan kerusuhan politik, atau mencapainya tanpa mengikut sertakan masyarakat banyak. hanya sebagian kecil kelompok sosial tertentu yang menikmati hasil pembangunan. Kemungkinan terakhir adanya gagalnya mencapai tahap tinggal landas, karena gangguan kerusuhan politik dalam negeri.
                                                                                                                                                                                                                                   

                                               
Coleman : Pembangunan Politik Yang Berkeadilan
Modernisasi politik menurut Coleman, menunjuk pada proses diferensiasi struktur politik  dan sekularisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan dengan bertujuan akhir pada penguatan kapasitas sistem politik.
Pertama, Coleman berpendapat bahwa diferensiasi politik dapat dikatakan sebagai salah satu kecenderungan dominan sejarah perkembangan sistem politik modern.
Kedua, Coleman berpendapat, bahwa prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern.
Ketiga, Coleman menyerukan, bahwa usaha pembangunan politik yang berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik.

Coleman menyebutkan enam kemungkinan krisis modernisasi , Ia melihat kemungkinan timbulnya krisis identitas nasional dimasa peralihan pembentukan modern dari masyarakat primordial, dan krisis legitimasi pemerintahan negara baru tersebut, serta ketidakmampuan pemerintah pusat melaksanakan secara efisien apa yang menjadi keputusan politiknya ke seluruh pelosok tanah air. Tiga yang terakhir yaitu  kemungkinan munculnya krisis rendahnya partisipasi, karena tidak tersedianya lembaga penghubung dan penyalur tuntutan politik masyarakat   kepada  negara, krisis distribusi ketika ternyata negara tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasilnya sesuai dengan harapan masyarakat.
 Dengan demikian, modernisasi politik bagi Coleman dapat diukur dengan seberapa jauh kapasitas sistem politik berkembang untuk mampu menghadapi dan mengatasi krisis – krisis yang diciptakan sendiri dalam proses perkembangannya.

Asumsi Teoretis Dan Metodologi
Para teoretis i perspektif modernisasi telah secara implisit membangun kerangka teori dan tesisnya dengan ciri – ciri pokok sebagai berikut :
Pertama, modernisasi merupakan proses bertahap. Masyarakat semula yang berada pada tatanan primitif dan sederhana menuju dan berakhir pada tatanan yang maju dan kompleks.
Kedua, modernisasi dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi. Dalam hal ini, dengan  modernisasi terbentuk berbagai masyarakat dengan tendensi dan struktur serupa.
Ketiga, modernisasi kadang mewujud dalam bentuk lahirnya sebagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi, atau yang lebih dikenal dengan istilah bahwa modernisasi sama dengan barat.
Keempat, modernisasi dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur. Proses modernisasi tidak bisa dihentikan apabila,  ia sudah mulai.
Kelima, modernisasi merupakan perubahan progresif. Sekalipun akibat samping maupun korban modernisasi beraneka macam dan kadang berada diluar batas – batas nilai kemanusiaan dan moral universal.
Keenam, modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner, bukan perubahan revolusioner.
Ajaran modernisasi juga secara implisit juga mengandung berbagai asumsi :
·         Modernisasi merupakan proses sistematik.
·         Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi.
·         Modernisasi melibatkan proses terus menerus.
Teori modernisasi juga memiliki kesamaan metode pengkajian dengan kedua paradigma tersebut. Pertama, teori modernisasi berkecenderungan untuk mengkaji persoalan negara dunia ketiga secara abstrak dan bertendensi mengambil kesimpulan – kesimpulan umum untuk dijadikan pola atau model yang dilakukan. oleh karena itu , teori modernisasi cenderung untuk merumuskan tendensi – tendensi universal dan prospek kelaziman yang hendak berlaku dalam proses pembangunan negara dunia ketiga.

Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan
Implikasi kebijaksanaan pembangunan yang perlu diikuti Negara Dunia Ketiga dalam usaha memodernisasikan dirinya.
Pertama, teori modernisasi memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang antara masyarakat tradisional dan modren.
Kedua, teori modernisasi menilai ideologi komunisme sebagai ancaman pembangunan negara dunia ketiga.
Ketiga, Teori modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing , khususnya dari Amerika Serikat.
Jika dan karena yang diperlukan negara dunia ketiga adalah kebutuhan investasi produktif dan pengenalan nilai – nilai modren maka Amerika Serikat dan negara maju lainnya dapat membantu dengan mengirimkan tenaga ahli, mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di luar negeri dan memberikan bantuan untuk negara Dunia ketiga.  



                                                                                                                                   

Bab 3

   Hasil Kajian Teori Modernisasi Klasik

McClelland: Motivasi Berprestasi
Kebijaksanaan yang ditimbulkan dari hasil kajian ini, misalnya, terlihat pada upaya – upaya untuk meningkatkan motivasi berprestasi dari para wiraswastawan negara Dunia Ketiga, jika memang negara Dunia Ketiga hendak membangun ekonominya. Bantuan keuangan, teknologi, dan saran – saran kebijaksanaan yang diberikan oleh Amerika Serikat pada negara Dunia Ketiga tidak akan mencukupi, dan tidak akan mampu membangkitkan gairah pembangunan ekonomi negara Dunia ketiga tersebut.
Bagi McClelland, negara dunia ketiga seharusnya mempunyai sekelompok wiraswastawan yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berprestasi yang diharapkan mampu mengubah bantuan asing menjadi investasi produktif. Selain itu, bahwa semakin tinggi interaksi negara Dunia Ketiga dengan negara Barat dengan jalan pendidikan atau pengenalan budaya, maka akan semakin mempermudah dan mempercepat negara Dunia Ketiga untuk menyerap ciri – ciri motivasi berprestasi tinggi yang dimiliki oleh negara Barat.

Inkeles: Manusia Modern
Menurut Inkeles, manusia modern akan memiliki berbagai karakteristik pokok berikut ini:
·         Terbuka pada pengalaman baru. Berarti bahwa manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru.
·         Manusia modern akan selalu memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, seperti: orang tua, kepala suku, dan raja.
·         Manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta.
·         Manusia modern memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi. Mereka berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya.
·         Manusia modern memiliki rencana jangka panjang. Mereka selalu merencanakan sesuatu jauh di depan dan mengetahui apa yang akan mereka capai dalam waktu lima tahun kedepan misalnya.
·         Manusia modern aktif terlibat dalam percaturan politik. Mereka bergabung dengan organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi aktif dalam urusan masyarakat lokal.

Ciri – ciri manusia Modern, yaitu :
Pertama, Pendidikan, merupakan faktor yang terpenting dalam mencirikan manusia modern.
Kedua, jenis pekerjaan yang diukur dari satuan pekerjaan pabrik, memiliki pengaruh independen terhadap pembentukan nilai – nilai modern.

Sarbini Sumawinata: Lepas Landas Indonesia
Menurut Rostow, tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi jika masyarakat hendak mencapai tahap lepas landas pembangunan ekonomi:
·         Untuk mencapai lepas landas ekonomi negara memerlukan tingkat investasi produktif paling tidak sebesar 10% dari pendapatan nasional.
·         Pertumbuhan yang tinggi atas satu atau lebih cabang industri yang sentral.
·         Tumbuh dan berkembangnya kerangka sosial politik yang mampu menyerap dinamika perubahan masyarakat.
Setelah mengkaji persyaratan lepas landas ekonomi, sumawinata berpendapat, bahwa masih banyak masalah yang harus dibebani secara sungguh – sungguh jika ekonomi indonesia diharapkan mampu mencapai tahap lepas landasnya. Untuk itu Sumawinata mengingatkan agar perhatian kita tidak boleh hanya tertuju pada syarat pertama saja, tetapi juga diarahkan, dan ini lebih penting kepada syarat kedua dan ketiga. Oleh karena itu tidak mengherankan jika disimpulkan bahwa dengan mendasarkan diri pada berbagai macam sebab, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui, memberikan cukup alasan untuk cemas dan prihatin.
Namun, demikin ini tidak berarti bahwa ekonomi Indonesia akan selalu berada dalam situasi terbelakang yang terus menerus.

Robert N. Bellah: Agama Tokugawa di Jepang
Dalam mengamati agama di jepang, Bellah membuat klasifikasi observasi. Pertama, sekalipun memang terdapat banyak agama di Jepang, termasuk didalamnya konfusianisme, Budhisme, dan Shinto, ini tidak berarti menghalangi untuk menganalisa dan mengkategorikan agama – agama di jepang tersebut sebagai satu entitas. Kedua, bahwa agama dijepang mampu membentuk nilai – nilai dasar masyarakat jepang.
   Dengan dua klasifikasi observasi ini, Bellah melihat tiga  kemungkinan keterkaitan antara agama dan pembangunan ekonomi dijepang. Pertama, agama secara langsung mempengaruhi etika ekonomi. Kedua, pengaruh agama terhadap ekonomi terjadi melalui pranata politik. Ketiga, pengaruh agama terjadi melalui pranata keluarga.


Pengaruh Agama
Pentingnya etika sebagai proses penyelamatan terhadap perubahan yang sangat mendasar. Pada masa itu, Bellah melihat ada 3 karakteristik pokok dari ajaran dan tuntutan persyaratan etikan ini. Pertama, ajaran untuk bekerja secara tekun dan sungguh – sungguh khususnya dibidang pekerjaan yang telah dipilihnya. Kedua, ajaran untuk memiliki sikap pertapa dan hemat dalam konsumsi barang. Ketiga, sekalipun pencarian keuntungan secara tidak halal dilarang namun usaha kers mengejar dan mengumpulkan keuntungan yang diperoleh dari usaha – usaha yang normal diberikan dan disediakan legitimasinya dalam ajaran agama melalui doktrin spirit Bodhisattva.
  Untuk mendokumentasikan pengaruh dari agama Shinsu ini terhadap tingkah laku nyata pedagang jepang, Bellah menunjuk adanya bukti tentang konsentrasi candi – candi shin pada pusat – pusat perdagangan di kota Omi.

  Pengaruh Agama Melalui Pranata Politik
Prinsip subordinasi terlihat jelas dalam etika kelas samurai Jepang. Dengan adanya panggilan untuk memiliki kewajiban tanpa batas, masyarakat Jepang kemudian dinyatakan sebagai masyarakat yang mampu bergerak dengan satu arah yang jelas untuk memenuhi kewajiban kepada yang lebih berkuasa.
Kewajiban dan tanggung jawab tanpa batas, menurut Bellah yang mampu membantu menjelaskan mengapa kelas samurai memulai usaha Restorasi Meiji. Tujuan reformasi diarahkan untuk memulihkan kembali pengagungan kekaisaran, memusnahkan manusia yang biadap , dan untuk menambah kekuatan nasional. Sedangkan motivasi yang melandasi kaum samurai untuk melakukan restorasi meiji ini lebih bersifat “politis” ketimbang “ekonomis”.
 Pengaruh Agama Melalui Pranata Keluarga
Untuk menaikkan, memenuhi dan menjaga harga diri keluarga dan kewajiban sakral lainnya untuk keluarga, sikap dan tingkah laku sombong, malas, dan tidak jujur dianggap sebagai tingkah laku terkutuk.
Bellah berpendapat etika kewajiban keluarga mendorong terbentuknya seperangkat nilai etika: kejujuran, kualitas, dan nama baik yang selalu dijunjung tinggi. Etika masyarakat jepang dicirikan oleh dominannya nilai nilai pencapaian tujuan khususnya nilai pencapaian tujuan politik. Satu perangkat yang mendorong timbulnya dinamika masyarakat untuk memperteguh kekuatan nasional.
Bellah mencirikan masyarakat cina sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai – nilai integrasi dan kekeluargaan seperti misalnya solidaritas dan harmoni keluarga.
Secara ringkas, hasil pengkajian bellah tentang agama tokugawa ini mencoba menunjukkan, apakah itu secara langsung atau secara tidak langsung melalui pranata politik dan  keluarga, bahwa agama tersebut memberikan akibat positif terhadap modernisasi ekonomi Jepang.
  
Jepang: Pembangunan Ekonomi Dan Demokrasi
Demokrasi diartikan sebagai suatu sistem politik yang secara ajeg memberikan kesempatan secara konstitusional untuk terjadinya perilaku perubahan pemerintahan, dan memberikan kesempatan yang sah kepada penduduknya untuk mencari pengaruh pada berbagai keputusan pokok dengan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemegang kekuasaan politik.
Lipset membedakan ada 4 sistem politik yang berlaku di Eropa dan Amerika Latin :
Pertama, jenis pemerintahan demokratis yang stabil di Eropa, seperti misalnya Inggris.
Kedua, jenis pemerintahan yang tidak stabil dan diktator, seperti misalnya terdapat di spanyol.
Ketiga, jenis pemerintahan Amerika Latin yang demokratis dan diktator yang tidak stabil, seperti pemerintahan Brasilia. Keempat , jenis pemerintahan diktator yang stabil di Amerika Latin, seperti misalnya Kuba.
Untuk membatasi konsep pembangunan ekonomi, Lipset menggunakan 4 Kriteria pembangunan:
Pertama, kriteria kekayaan yang diukur dari pendapatan perkapita. Kedua, ukuran industrialisai yang ditentukan oleh presentase tenaga kerja. Ketiga, ukuran urbanisasi yang ditentukan oleh presentase penduduk yang tinggal dikota. Keempat, kriteria pendidikan yang diukur dari jumlah anak sekolah di Sekolah dasar, Sekolah menengah, dan perguruan tinggi per 1000 penduduk.

Secara ringkas, Lipset mendokumentasikan dan menjelaskan kaitan erat antara pembangunan ekonomi dan demokrasi. Yaitu proses industriailisasi telah berjalan cepat , tenaga baru dari pedesaan bukan lagi minoritas. Tenaga kerja kasar ini tumbuh dengan cepat dan oleh karena itu partai politik radikal memiliki basis yang lebih kuat dan luas untuk mengembangkan pemikiran dan aktivitas ekstremnya.





Teori Modernisasi Klasik
Teori evolusi dan teori fungsionalisme banyak mempengaruhi pemikiran tentang modernisasi sebagai faktor yang mewujudkan realitas perubahan. Dari sudut pandang ini,perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Teori evolusi memandang perubahan bergerak secara linear dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju. Dan bergerak perubahan itu mempunyai tujuan akhir. Sedangkan teori fungsionalisme, memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam unsur sistem itu akan diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk keseimbangan baru.
Dalam teori modernisasi klasik masih berasumsi bahwa negara Dunia ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dilihat sebagai negara modern. Sehingga gejala dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat diukur menurut pandangan Barat dalam menentukan tingkat modernitas. Sehingga tidak salah kalau Gramsci mengatakan telah terjadi hegemoni budaya terhadap negara Dunia ketiga. Masyarakat kemudian lebih banyak mengadaptasi nilai-nilai gaya hidup Barat sebagai identitas modern sehingga kecenderungan dilihat sebagai westernisasi.
Metode Kajian
Berdasarka pemaparan teori-teori modernisasi klasik paling tidak meliputi proses perubahan transformasi masyarakat dari agraris tradisonal menuju masyarakat industrial modern. Aspek ekonomi menjadi titik pusat dari kemunculan modernisasi. Sehingga akan mempengaruhi kondisi sosial, budaya masyarakat. Tarnsformasi perubahan ini pada masing-masing daerah memiliki intensitas dalam waktu, keruangan serta dampak yang berbeda-beda.
Meskipun pada perkembangannya teori ini mendapat kritikan yang nantinya melahirkan teori postmodernisme namun plaing tidak dalam kajian sejarah ekonomi dan sosial masih memiliki fungsi bagi pengungkapan jawaban atas pertanyaan perubahan masyarakat terutama di Dunia Ketiga. Kritik-kritik yang dilancarkan menganggap bahwa teori ini secara empiris tidka menciptakan hasil yang dijanjikan. Di negara-negara terbelakang kemiskinan terus berlangsung dan bahkan meningkat. Pada sisi lain modernisasi justru menyebabkan kehancuran lembagadan cara hidup tradisional yang sering menimbulkan disorganisasi, kekacauan, dan anomi. Perilaku menyimpang dan kenakalan meningkat. Ketidakselarasan di sektor ekonomi dan tidak sinkronnya perubahan di berbagai subsistem menyebabkan pemborosan dan ketidakefisienan (Sztompka, 2008: 157). Namun pad atingkat mikro teori ini dapat menjelaskan gejala yang terjadi dalam masyarakat yang muali berubah akibat masuknya budaya, mental, dan nilai modernisasi.
Modernisme pada perkembangan selanjutnya identik dengan perubahan budaya. Dalam hal ini kemudian sering disebut westernisasi. Pada masyarakat Barat modernisasi memang didefinisikan sebagai apa yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas. Namun ketika sampai pada negara-negara Dunia Ketiga yang masih terbelakang dna miskin yang kesemuanya merupakan bekas jajahan mendefinisikan modernisasi sebagai westernisasi. Masuknya teknik baru dari Barat dalam berbagai bentuk dianggap sebagai budaya modern. Maka tidak salah kemudian pendekatan hegemoni Gramsci menjadi sangat cocok untuk menggambarkan bahwa terjadi hegemoni budaya pada negara-negara Dunia Ketiga. Budaya Barat sangat dominan terhadap negara-negara berkembang. Sehingga negara berkembang terpaksa mengadopsi budaya Barat. Maka sebagian besar negara-negara bekas jajahan akan mengalami modernisasi yang semu.
Persinggungan masyarakat pibumi dengan teknik baru ini menyebabkan perubahan secara menyeluruh baik struktural, psikologis, politis, sosial, dan ekonomi. Teknik-teknik yang dibawa orang-orang Barat dianggap memiliki nilai yang tinggi dalam tingkatan sosial. Maka tidak heran pihak keraton sebagai struktur sosial paling tinggi pada masyarakat pribumi mulai menampilkan simbol-silmbol modernitas baru hasil adaptasi dari Barat. Hal ini sangat nampak pada simbol-simbol pakaian yang dikenakan maupun upacara-upacara yang diselenggarakan seperti melakukan toast gelas, minum bir dan roti dan lain-lain.
 Untuk melihat perubahan yang terjadi pada masyarakat bekas jajahan  lebih cocok menggunakan teori modernisasi klasik. Hal ini dapat melihat bagaimana perubahan yang terjadi dengan masuknya teknik baru. Persingungan masyarakat pribumi dengan budaya Barat kemudian dilihat sebagai proses modernisasi. Tanpa dilakukan penimbangan dna penilaian apakah budaya tersbeut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai lokal. Karena justru akibat masuknya budaya tersbuet seringkali menyebabkan kegoncangan budaya, sosial, ekonomi, maupun politik pada masyarakat lokal.

  Modernisasi pada artikel diatas digambarkan tidak hanya menyentuh wilayah teknis, tetapi juga menyentuh nilai-nilai, adanya karakteristik ditemukan sebagian dari ciri-ciri manusia modern sebagaimana menurut Alex Inkeles (1969-1983) dalam teorinya “Manusia Modern”, yaitu :
o        Sikap membuka diri pada hal-hal yang baru.
o        Tidak terikat (bebas) terhadap ikatan institusi maupun penguasa tradisional.
o        Percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan
o        Menghargai ketepatan waktu
o        Melakukan segala sesuatu secara terencana

Bila dalam teori Modernisasi Klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori Modernisasi Baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan.  Sebagaimana digambarkan pada artikel tersebut, masyarakat tradisional Indonesia pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis, mengolah “resistensi” serbuan budaya Barat sesuai dengan tantangan inetrnal dan kekuatan eksternal yang mempengaruhinya. Hal ini sejalan dengan pandangan Michael R. Dove dalam kajiannya tentang Indonesia, bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap kondisi lokal. Teori ini merumuskan implikasi kebijakan pembangunan yang diperlukan untuk membangun Dunia Ketiga sebagai keterkaitan antara negara berkembang dengan negara maju akan saling memberikan manfaat timbal balik, khususnya bagi negara berkembang.
Teori Modernisasi, klasik maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.

Belum ada Komentar untuk "Review Teori Teori Pembangunan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel